Berita buruk kembali melanda dunia perpolitikan negeri ini. Tidak hanya dikalangan elit, di kalangan masyarakat grassroot pun gejolak egosentrisme dan sentimen partai pun tak kalah serunya. Dampaknya di antara para simpatisan ini bukan saja bertindak melampaui batas, tapi bertindak di luar kewenangannya. Sebut saja beberapa orang yang mengaku simpatisan PDI P di Kota Metro, tanpa ragu-ragu dan tanpa kendali mereka merusak beberapa media kampanye, yakni merusak beberapa baliho, bendera dan spanduk partai lain yang terpampang di sepanjang jalan.
Tindakan ini sedikit banyak mencederai nilai demokrasi seperti yang telah dicetuskan oleh partai berlambang kepala banteng tersebut. Karena tanpa tedeng aleng-aleng mereka mengintimidasi simpatisan lain yang memasang baliho salah satu caleg dengan ancaman. Bahkan tidak hanya mengancam, mereka pun tak segan-segan langsung merusak baliho tanpa rasa takut dan khawatir jika dianggap sebagai pelaku pengrusakan. Mungkin saja karena mereka merasa sebagai partai besar atau entah, yang jelas prilaku mereka sudah cukup kelewatan.
Kenapa tulisan ini langsung menyebut (katanya) simpatisan PDIP, alasannya mereka sangat bersemangat mengibarkan bendera merah berkepala banteng tersebut dengan bebasnya tapi mereka tidak segan-segan merusak fasilitas partai lain. Dasar lain adalah karena korban intimidasi menceritakan sendiri bahwa dirinya telah diancam. Tidak hanya satu partai tapi jika ada partai lain yang tidak disukai, dengan serta merta mereka melakukan pengrusakan. Bahkan mereka menganggap wilayah tersebut adalah wilayah salah satu partai.
Tindakan ini sejatinya sudah diluar kesepakatan bersama beberapa partai di wilayah Kota Metro beberapa waktu lalu, yakni mereka melakukan kesepakatan untuk melaksanakan pemilihan umum dengan damai tanpa melakukan pengrusakan.
Jika dilihat dari sisi penempatan baliho, memang beberapa baliho dan sepanduk berada di sepanjang jalan umum, sebagaimana aturan Pemilu bahwa partai dilarang menempatkan alat peraga Pemilu di sepanjang jalan umum karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun yang membuat miris adalah, pelanggaran pemilu tersebut dilakukan oleh semua partai di mana mereka memajang baliho dan gambar-gambar caleg di sepanjang jalan. Dan karena dianggap pelanggaran, semestinya pihak Panwaslu lah yang paling berwenang dan berhak melakukan razia dan pembersihan demi ketertiban umum.
Boleh jadi saat ini Panwaslu Kota Metro sengaja berdiam diri, atau bertindak setengah hati dalam melakukan penertiban. Sehingga terlihat ada beberapa partai yang sepertinya sangat tegas untuk diekskusi tapi tidak berlaku untuk partai lain yang saat ini memiliki masa yang cukup besar ini.
Ketidak adilan dalam menindak dan prilaku melakukan perusakan dan intimidasi merupakan tindakan brutal yang mencederai makna demokrasi yang tengah diusung negara ini. Yakni harapannya Pemilu dapat berjalan dengan damai dan dapat mendorong partisipasi publik secara maksimal tanpa rasa takut dan intimidasi dari pihak manapun.
Beruntung salah satu simpatisan dan caleg dan partai yang diintimidasi tidak meneruskan ke jalur hukum lantaran tindakan mereka yang melanggar undang-undang. Namun berharap tindakan brutal tersebut dapat dihentikan agar hirup pikuk Pemilihan Umum merupakan keramaian yang membawa kedamaian bukan justru membawa kehancuran karena sentimen politik dan partai tertentu.
Namun demikian, harapannya panwaslu bersikap proaktif terhadap pelanggaran pemilu, sehingga tidak terjadi konflik di tingkat horizontal akibat kelalaian dari Panwaslu sendiri.
Yuuk laksanakan Pemilu dengan damai!!!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H