Hari demi hari dilalui hingga masa panen berakhir, dan tak sedikit hasil jerih payah telah mereka dapatkan. Bulir-bulir padi yang berharga demi menyelamatkan padi-padi yang tersisa menjadi lembaran-lembaran rupiah. Pekerjaan yang dilakukan tatkala masa panen tiba, pekerjaan yang dianggap hina tapi hakekatnya teramat mulia.
Berkaca dari perempuan pemungut buliran padi sisa
Dari kisah nyata perjalanan sang pemungut buliran padi hakekatnya dapat kita ambil hikmahnya. Bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budi daya pertaniannya. Tak sedikit yang menggantungkan hidupnya dari buliran-buliran padi tersebut. Namun, tak sedikit pula yang harus menahan lapar seharian demi menanti sang ayah bekerja, memanen padi mereka dan ada pula yang harus bersusah payah memungut sampah di kota-kota besar. Bahkan seperti Bu Misirah yang karena rasa cintanya atas nikmat Tuhan, dia merelakan urat rasa malu pergi demi memungut bulir-bulir padi sisa yang dianggap tak berguna.
Namun, di antara mereka yang harus berjuang dengan sempitnya kehidupan, dan sulitnya ekonomi, ternyata ada saja saudara-saudara kita yang membuang-buang makanan dan berlebih-lebihan dalam menikmati rizki. Tidak pernah berfikir bahwa di dalam kelebihan kita, ada banyak masyarakat yang rela menjadi pemungut buliran padi di sawah demi untuk menopang kehidupan mereka. Kehidupan yang teramat sulit padi masyarakat perkampungan.
Di antara mereka yang berkesusahan ada yang justru berboros-boros ria dengan harta mereka. Ibarat langit dan bumi. Di satu sisi ada masyarakat Indonesia yang teramat miskin dengan kehidupan yang amat terbatas, tapi di sisi lain ada di antara mereka yang bergelimang harta dan menggunakannya dengan cara tak patut.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H