Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Kekalutan Loyalis PDI P (Jokowi) Terhadap Prabowo dan Partai Islam

11 April 2014   22:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:47 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1397460342628250005

[caption id="attachment_331590" align="alignleft" width="226" caption="prabowo subianto / biografi.blogspot.com"][/caption]

Silang pendapat semakin gencar terkait calon Presiden RI, dan banyak pula berita, opini dan komentar-komentar miring yang selalu menyudutkan tokoh partai Gerindra ini. Tentu saja arus pertentangan tidak murni dari masyarakat bawah yang sampai saat ini merasa jengah dengan kebijakan yang setengah-setengah terkait roda pemerintahan yang dibangun. Boleh jadi karena memang rata-rata penulis benar-benar loyalis PDIP alias Capres Joko Widodo.

Bahkan sebuah aksi sudut menyudut dan serang-menyerang argumen terkait pantasnya calon presiden ini turut dibumbui dan dimanipulasi pada hal-hal yang sepatutnya tak perlu dilakukan. Seperti halnya media Amerika yang turut memberitakan "kejelekan" Prabowo di masa silam. Tentu saja sikap kontra terhadap capres ini semakin gencar di media online. Karena rata-rata media saat ini mengikuti arus informasi yang memang mengarahkan kepada sosok capres dari PDI Perjuangan.

Bahkan yang lebih naifnya lagi, tatkala semua asumsi dan pemberitaan tersebut sama sekali tidak berimbang. Sehingga menjadikan sosok Prabowo Subianto menjadi korban serangan dan tulisan miring dan berbau tendensius menyerang sosok ini.

Namun melihat gelagat dari para penyebar opini hakekatnya semakin menunjukkan arah pemikiran mereka bahwa negara ini tak pantas dipimpin oleh seorang militer atau presiden agamis yang islamis. Bahkan hak-hak berpolitik anggota militer pun seperti diberangus lantaran kekhawatiran segelintir orang bahwa Indonesia akan dibangun rezim militeristik. Meskipun setiap rezim memiliki kelebihan dan kekurangannya. Apalagi saat ini negara ini hanya pantas dipinpin oleh orang-orang yang tegas dan tak mudah diatur-atur atau bahasa domainnya adalah tak pantas calon presiden dijadikan boneka politik.

Seorang tokoh jadi-jadian karena pencitraan yang terlalu dibuat-buat. Tentu saja pencitraan yang dilakukan oleh kader-kader PDI P yang nota bene haus kekuasaan karena selama sepuluh tahun hanya menjadi penonton dan kaum ordinat lantaran dikalahkan oleh Partai Demokrat. Gelagat licik itu tak hanya diarahkan pada sosok partai Gerindra dan Partai Demokrat saja, tapi semua partai termasuk Golkar dan PKS turut menjadi korban intimidasi media. Dan anehnya lagi media Amerika begitu bersemangatnya membela Jokowi dan tak pernah memuji sedikitpun kiprah Prabowo di masa silam.

Meskipun Jokowi pun tetap berhak menjadi presiden lantaran hak asasi manusia, namun segi kepantasan dan ketegasan hanya Prabowo lah yang berani melawan hegemoni asing atas kebijakan dalam negeri.

Pertanyaannya kenapa Amerika dan China sangat antusias membela habis-habisan Jokowi? dan kenapa bukan Prabowo atau Capres lain berlabel Islam?

Jokowi sebagaimana masyarakat sipil, secara strategi politik kurang begitu menguasai, apalagi situasi dunia yang begitu panas ini, Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas dan tidak main diatur-atur seperti "boneka" apalagi ketika seorang presiden tersebut merupakan pesanan dari bangsa asing maka sudah dapat dipastikan sang presiden akan begitu mudah diatur-atur menurut selera kebijakan asing. Apalagi rata-rata pengusaha saat ini justru seperti seorang raja, yang tak perlu menjadi presiden tapi "pesanan" sudah siap. Berbeda dengan calon presiden yang murni tidak berasal dari pesanan pengusaha.

Apalagi selama ini, Jokowi terlalu wellcome terhadap pengusaha tatkala para pekerja mengharapkan kenaikan gaji yang sesuai menurut kebutuhan hidup mereka. Terbukti, permintaan para pekerja ini ditolak lantaran jokowi mendapatkan tekanan dari pengusaha dan tentu saja sosok yang turut menyumbang kesuksesan Jokowi di Ibukota.

Jika ternyata justru Jokowi menjadi kandidat yang sukses mendulang suara, maka efek strategi ekonomi akan berlanjut. Negara yang dipimpin oleh para pengusaha dan orang-orang berduit yang akan berdampak pada tidak didengarnya suara rakyat bawah lantaran seringkali persebrangan dengan kebijakan pengusaha. Sekali lagi Jokowi hanya akan disetir menurut selera para pengusaha ini.

Sebuah strategi politik yang cukup rapi dan sistemik menguasai sistem perpolitikan Indonesia bahkan sampai menguasai kebijakan publik dan birokrasi di negara ini.

Kenapa opini yang berkembang sama sekali menentang partai berlabel Islam?

Saya menduga ada konspirasi yang sangat rapih dan halus agar partai Islam semakin ditinggalkan umatnya. Dan mereka beralih pada partai nasionalis. Di mana ketika partai Islam memimpin, maka sudah barang tentu kebijakan negara lebih banyak dikendalikan oleh orang-orang beragama Islam, karena sesuai dengan formasi dan jatah kursi yang akan mereka dapatkan.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para pengusaha dan para politisi, tatkala pemeritahan masih didominasi anggota legislatif dan birokrat muslim maka kebijakan pun akan lebih berfokus pada pendekatan agama Islam. Berbanding terbalik jika dipimpin oleh orang-orang non agamis, apalagi didalam kabinet adalah sosok ateis yang selalu mengkritisi keberadaan Pancasila sila pertama. Yakni para tokoh ateis ingin negara ini bersih dari simbol agama. Seperti halnya bangsa China yang benar-benar dipinpin oleh ideologi komunis.

Nah, konseksuensinya tatkala Indonesia pun sudah dibersihkan dari simbol agama, maka akan sangat mudah China termasuk pengusahanya menguasai Indonesia. Menguasai dalam hal kebijakan ekonomi karena sama-sama memiliki ideologi yang sama.

Kondisi inilah yang seringkali dikhawatirkan muncul. Tatkala negara ini ingin dipimpin oleh para wakil rakyat yang beragama Islam harus dibenturkan dengan beberapa kasus korupsi dan perselingkuhan yang dilakukan kader-kader berlabel agama seperti PKS, PKB, PBB, PAN dan PPP. Sebuah strategi politik yang kejam dengan mengalihkan perhatian umat islam terhadap partai Islam dengan menonjolkan kasus-kasus korupsi yang menimpa salah satu partai di atas.

Apalagi tatkala PKB mencalonkan sosok Rhoma Irama, maka para politisi seperti kebakaran jenggot. Lantaran Rhoma Irama sangat lantang mendengkan syair-syair perlawanan terhadap kebatilan, korupsi dan penyebaran minuman terlarang.

Para pengusaha khawatir jika calon pemimpin nanti justru dimenangkan oleh Rhoma Irama, maka ada banyak kebijakan tentang peredaran minuman keras akan dibatasi bahkan dilarang. Seperti ketegasan belau ketika menghadapi pertanyaan2 pada acara hitam putih. Dan seringkali para pembuat opini mengatakan bahwa ketika negara ini dipimpin oleh pemimpin muslim, maka yang timbul adalah diskriminasi rasial. Padahal dari sejak Soekarno hingga SBY memimpin pun status warga negara non muslim sangat dilindungi dan semakin terbuka. Tidak ada sama sekali kebijakan yang merugikan penganut non muslim.

Ada kekhawatiran bahwa dengan dipimpinnya negara ini oleh mantan militer dan muslim, para pelaku usaha diskotik dan minuman keras akan sulit menjalankan aksinya lantaran ditegakkannya perda minuman keras yang dianggap mematikan para pengusaha.

Padahal sejatinya negara ini sudah dibangun dengan sangat apik dan harmonis, tapi karena munculnya sentimen-sentimen terkait SARA maka konflik interes pun terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sebuah strategi politik usang dengan mengorbankan rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa.

Apakah rakyat kecil benar-benar menolak prabowo dan partai Islam?

Sebagaimana santer di beritakan di beberapa media massa termasuk media sosial Kompasiana bahwa rakyat tidak tertarik pada Prabowo dan justru tertarik pada Jokowi. Padahal ketika kita mau benar-benar mencari jawaban pertanyaan tersebut tentulah tidak semua masyarakat menolak Prabowo. Alasannya karena Prabowo dianggap lebih identik jadi seorang presiden dan kebijakannya akan lebih tegas.

Jika pendapat penulis kompasiana mengatakan bahwa Prabowo benar-benar tidak dibutuhkan, ternyata dugaan tersebut masih terbantahkan dengan masih besarnya suara gerindra versi hitung cepat. Dan ketika menganggap bahwa Prabowo ditolak karena masih berbau-bau orde baru nyatanya Golkar pun masih mendapatkan suara yang tinggi. Sehingga secara perlahan mementahkan dugaan bahwa Prabowo sama sekali dianggap tidak cocok di hati rakyat.

Nah, yang justru mesti digarisbawahi adalah tatkala golkar, gerindra, PKS dan partai Islam lainnya berkoalisis maka akan sangat berat bagi PDIP memboyong Jokowi ke Istana, meskipun sangat santer bahwa PDIP akan berkoalisi dengan PKB. Karena PKB sendiri sudah konsisten memperjuangkan Rhoma Irama yang juga mempunyai posisi kuat menjaring masa dari kalangan umat Islam.

Meskipun PPP dan PKB juga partai Islam tapi jiwanya adalah Nasionalis, bagi kalangan politisi dianggap sebagai lawan yang berat dan dapat menghalangi cita-cita partai nasionalis lainnya yang murni tak membawa embel-embel Islam di dalam partainya. Bahkan yang membahayakan lagi jika partai Islam bersatu bersama Golkar maka akan sulit PDIP memenangkan Pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun