Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pejuang Anti "Uang Haram" Pun Gagal

10 April 2014   14:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu ini menyisakan sebuah ironi yang cukup menyentak para pelopor demokrasi yang mengatasnamakan sebagai pejuang "anti uang haram". Mereka yang sepatutnya didukung oleh kaum muda dan kaum miskin pun seperti terberangus oleh kepentingan sesaat yang membunuh jutaan manusia Indonesia.

Bagaimana tidak, gerakan yang bertujuan ingin menggiring masyarakat agar jangan golput dan tidak menerima uang haram sampai saat inipun tak meraih kesuksesan. Para caleg "haram" inipun masih begitu bebasnya memegang kendali penyebaran uang haram ini sampai ke jantung pertahanan iman umat Islam. Tak pelak, meskipun rakyat yang mengaku menginginkan negeri ini bebas korupsi pun tak berdaya mendapatkan godaan "uang haram" mereka. Wajar saja di antara mereka yang benar-benar bersih dari proses yang tak patut ini, pun harus terjungkal dengan suara yang sangat minus.

Sebuah proses konspirasi politik yang sangat cukup memprihatikan dan berujung pada semakin karamnya negeri ini dari jerat korupsi.

Kasus penyebaran uang haram ini sepatutnya menjadi catatan kelam, sebagaimana terjadi di Kota Metro, berdasarkan penuturan salah satu penerima uang haram ini dengan sangat bangganya dan begitu besar dukungannya kepada para caleg hitam ini. Bahkan meskipun di antara mereka ada yang berusaha menjaga nurani dengan tidak menerima uang sogokan, namun faktanya 70% setuju dengan serangan fajar.

Terbukti, berdasarkan penghitungan hasil pemilu di TPS 1 Sumbersari, dari 600 mata pilih ternyata sekitar 420 an suara masuk ke kantung caleg sogokan tersebut. Dan sayang sekali dari 180 orang pemilih hanya sekitar 125 suara sah dan sisanya rusak atau tak dicoblos sama sekali. Karena perolehan tersebut an caleg uang haram itupun memenangkan kompetisi.

Sepak terjang caleg tak patut ini semestinya tidak mendapatkan respon masyarakat. Namun faktanya masyarakat masih saja menerima uang tersebut tanpa berfikir panjang bagaimana kinerja mereka di DPR. Ironisnya justru para penerima ini memuji dan tak begitu perduli dengan tingkah polah wakil rakyatnya ketika di gedung dewan. Mereka hakekatnya tahu bahwa dengan menerima uang haram tersebut dirimereka sudah dibeli dan dijadikan alat untuk memenangkan pentas para caleg koruptor. Dan mengabaikan hati nurani.

Tak hanya masyarakat awam yang serta merta mendukung serangan fajar tersebut, para tokoh agamapun sepertinya hanya tinggal diam bahkan menjadi fasilitator suksesnya bagi-bagi duit tersebut.

Boleh jadi para tokoh masyarakat ini mencari keuntungan dengan diberikannya ruang para caleg ini untuk menyebarkan uang haram. Tentu saja karena saat ini caleg ini adalah incumbent yang tentu saja memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebijakan di daerah.

Saya menduga, para tokoh agama tidak menentang karena mereka mendapatkan pundi-pundi uang tatkala caleg ini sukses. Sehingga kepentingan sesaat yang berakibat bobroknya negara pun tak dapat dielakkan. Lagi-lagi masyarakat inipun tak berdaya dengan rayuan yang diberikan para caleg ini.

Tak hanya tokoh masyarakat yang justru menjadi mobilisator arus korupsi, para tokoh agamapun sejatinya menjadi bagian arus korupsi di negeri ini.

Kegagalan Pejuang Anti Uang Haram dan Ironisnya Rendahnya Harga Diri Bangsa Indonesia

Dengan kondisi yang sangat naif tersebut sepatutnya bangsa ini berkaca diri. Tenggelamnya negara ini oleh prahara hutang luar negeri dan korupsi yang menggurita ternyata mendapatkan dukungan sebagian besar masyarakat Indonesia. Para caleg "badut" inipun dengan bangganya melenggang bebas di kursi Parlemen. Bahkan tak lagi menundukkan kepala tapi dengan membusungkan dada mengatakan "ini loh saya caleg koruptor". Dengan bangganya lagi tingkah polah korupsi ini didukung oleh masyarakat itu sendiri.

Mimpi dibangunnya negeri yang loh jinawi pun harus kembali ke alam mimpi. Lantaran tak mungkin lagi harapan negeri ini bangkit dari keterpurukan jika diisi oleh wakil rakyat yang bertipe penyuap. Bangsa penyuap yang dibangun oleh sistem money politik semakin menunjukkan eksistensinya.

Tak hanya masyarakat awam yang turut mendukung, masyarakat yang katanya intelek dan berpendidikan tinggipun harus bertekuk lutut di bawah bendera uang korupsi.

Jika kondisi ini masih saja menggelayut dalam tatanan negeri ini, jangan berharap bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang mandiri dan dihargai bangsa lain. Tapi justru terpuruk dan semakin tenggelam dalam arus hutang yang semakin menggurita.

Slogan selamatkan negara ini dari korupsi sebatas simbol dan kata-kata bijak disaat mereka kampanye dan tayangan iklan semata.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun