Sejenak saya melihat acara Akademi Komedi di Indosiar, kebetulan di antara peserta ada yang menangis. sebab teringat kembali kisah-kisah masa lalu. Kebetulan kisah itu merupakan cerita buruk lantaran pernah mendapatkan celaan atau pernah direndahkan. Tak terasa air mata mereka pun menetes, terisak-isak penuh dengan aura keharuan. Tak hanya peserta yang terlarut dalam kesedihan, karena penonton dan tim juri pun sepertinya ikut terbawa arus keharuan yang hadir di dalamnya.
Adapula saya pun sering melihat, tatkala seseorang yang tertangkap tangan karena mencuri atau koruptor yang hendak dijatuhi hukuman yang berat. Seperti Rudy Rubiandini yang tertangkap tangan dan terduga sebagai tersangka kasus suap SKK Migas. Beliau menangis di hadapan para wartawan dan mengatakan bahwa beliau sama sekali tidak menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi.
Saking takutnya mereka menenteskan air mata, di antara rasa takut mereka menghiba, mengharapkan belas kasihan. Mudah-mudahan dengan tangisan itu masyarakat enggan menghakimi si pencuri atau si koruptor tersebut tak dijatuhi hukuman berat oleh sang hakim.
Bahkan ada pula karena mengiris bawang matapun ikut meneteskan air mata. Kayaknya tangisan ini karena iritasi dan pengaruh zat yang keluar dari irisan bawang ini.
Tidak hanya kasus yang mengharu biru tersebut, adakalanya suami atau istri yang pernah bersalah lalu mengharapkan pasangannya memaafkan dan mau menerimanya kembali, karena takut diceraikan atau digugat cerai oleh pasangannya.
Sederet kisah tetang jatuhnya air mata di atas pipi itu sejatinya memiliki beberapa makna yang tersirat yang sulit sekali menduga-duga dan mengartikan apa sebenarnya yang tengah dirasakan dan dipikirkan oleh si penghiba atau sosok yang tengah terisak tersebut. Apakah murni karena kesedihan, duka lara, atau justru hanya bentuk tipuan agar orang-orang disekitarnya turut berduka dan memberikan simpati serta berempati terhadap penderitaan yang dialami. Dampaknya tatkala mereka adalah seorang tersangka kejahatan atau terdakwa, harapannya hukuman diperingan bahkan kalau perlu dimaafkan dan dibebaskan dari hukuman. Nah jika itu suami atau istri tentu saja hati sang istri atau suami ikut luluh dan memaafkan pasangan yang telah bersalah. Tentu saja jika pasangannya memaafkan harapan tetap tinggal berdua otomatis masih akan berlangsung lama.
Air mata memang fenomenal, karena para tersangka mengeluarkan air matanya maka hukum yang sepatutnya diberikan pun harus berkurang bahkan seringkali keadilan yang semestinya ditegakkan dengan seadil-adilnya akhirnya berbelok menjadi hukuman atas pertimbangan rasa kasihan. Si pembunuh karena menangis tersedu-sedu akhirnya mendapatkan hukuman yang ringan. Meskipun tatkala menangis pun para tersangka ini masih menyimpan dendam untuk melakukan aksi yang sama, berulang lagi seperti apa yang pernah dilakukan.
Bahkan siapapun yang pernah berpacaran tentu ada banyak sandiwara dengan tetesan air mata. Tujuannya tentu saja ingin meluluhkan hati si wanita atau pria agar tidak meninggalkannya.
Meskipun menumpahkan air mata itu tidak selamanya karena kesedihan, atau rasa bahagia yang berlebihan, namun siapapun yang bisa menumpahkan air mata, hakekatnya mereka memiliki kedalaman hati nurani, memiliki kedalam rasa sehingga tatkala mereka menangis tersebut karena pewujudan penyesalan tentu saja dampaknya akan ada perubahan besar dalam kehidupan mereka. Mekipun ada juga yang beranggapan bahwa ada air mata buaya, yakni air mata kebohongan. Tersangka yang semata-mata hanya ingin mengambil hati sang hakim agar menimpakan hukuman yang seringan-ringannya padahal ketika mereka keluar dari lapas pun akan melakukan aktifitas yang sama. Tipe ini merupakan air mata buaya kelas badak.
Apakah meneteskan air mata itu hanya bagi wanita saja, atau bagi pria pun berhak untuk melakukannya?
Menangis atau meneteskan air mata sebagai wujud penyesalan atau rasa sedih yang mendalam, atau sentuhan empati yang dalam sehingga seseorang yang tak pernah mengalami masalahpun turut hanyut dalam lingkaran kesedihan. Mereka tanpa sengaja menangis atau terharu dan menumpahkan air mata. Meskipun setelah mereka menangis merekapun kembali bernyanyi-nyanyi atau tertawa-tawa karena terbawa eforia hiburan yang tengah mereka simak.
Sebut saja ketika ada adegan menyumbang ke salah satu masyarakat miskin, di mana masyarakat tersebut sampai menitikkan air mata karena bersedih dengan apa yang dialaminya. Dampaknya tak hanya si miskin yang menangis, di studio pun ikut pula memperlihatkan rona kesedihan. Entah sedih beneran atau tidak. Tapi yang membuat saya terheran-heran, semenit mereka lepas meneteskan air mata karena tayangan haru, mereka pun bernyanyi-nyanyi dan tertawa-tawa kegirangan. Sepertinya tangisan mereka hanya Settingan. Benar gak ya? ah entahlah yang pasti orang yang menangis tersebut merasa terharu dengan apa yang dilihatnya.
Tapi siapapun yang memiliki perasaan, tatkala melihat seseorang bersedih dan meneteskan air mata tentu saja akan terharu dan tanpa sadar terhanyut dalam situasi tersebut. Karena naluri manusia adalah sekeras-keras watak atau karakter seseorang, maka mereka akan dapat diluluhkan oleh air mata seseorang. Entah mungkin sebuah kodrat bagi manusia, tatkala mereka tak mampu membendung rasa kasihan dan empati atas penderitaan dan permohonan orang lain yang tengah menerima persoalan. Sehingga siapapun dia baik pria maupun wanita tidak menutup kemungkinan akan meneteskan air mata sebagai bentuk curahan rasa terdalam dalam diri mereka. tak hanya wanita yang acapkali disebut sebagai manusia cengeng, tapi priapun di saat-saat mereka membutuhkan curahan perasaan, maka tetesan air mata itu dapat mewakili perasan duka. Wajar dan tak ada yang aneh dalam hal ini.
Namun demikian, sedih yang sebenarnya dengan settingan hakekatnya tidak serupa, alias berbeda. Seseorang yang melakukannya karena berada pada situasi yang benar-benar merasakan kepedihan hidup, sosok yang di depannya tentu akan merasakan sebuah kejujuran di dalamnya. Tapi akan berbeda jika itu hanya tangisan tipu-tipu, tentu siapapun akan menduga bahwa tangisan tersebut sebagian dari sebutan dari air mata buaya. Mereka meneteskan air mata karena ingin menerkam mangsanya dan ingin memperoleh keuntungan dari kelalaian calon korbannya.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk pada pemilik air mata buaya yang menetes di kedua mata para koruptor dan tersangka kejahatan karena ingin mendapatkan maaf dari sang hakim akibat kejahatan kita. Dan jangan pula seperti tangisan orang yang terkena gangguan jiwa, mereka menangis dan tertawa tak jelas ritme dan kapan mereka harus melakukannya.
Salam
Gambar : www.myniceprofile.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H