Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Sosok Politisi Paling Merugi

9 Agustus 2014   16:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:59 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gaung Pilpres 2014 memang belum sepenuhnya berakhir, meskipun keputusan KPU sudah final dan menetapkan Jokowi-JK sebagai pasangan terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden, nyatanya persoalan masih berlanjut hingga ke Mahkamah Konstitusi.

Persoalan yang sejatinya sudah harus selesai dan menjalankah roda pemerintahan yang baru dengan visi-misi atau program yang fresh ternyata harus dibumbui dengan konflik ketidak percayaan kubu Prabowo-Hatta terhadap hasil keputusan KPU. Dengan alasan KPU dianggap mengkondisikan kemenangan Jokowi-JK dengan cara tidak fair.

Sebuah catatan perjalanan politik yang cukup menarik tapi juga membuat pusing lantaran satu persoalan muncul dan semestinya selesai harus ditambah persoalan baru lagi yang juga hanya akan menghabiskan anggaran negara. Bahkan lebih dari itu menjadi persoalan timbulnya konflik di masyarakat jika ternyata MK tidak memutuskan persoalan hukum tersebut dengan cara yang arif.

Namun demikian, melihat perjalanan demokrasi di Indonesia beberapa tahun ke belakang ini, saya melihat dan merasakan sendiri adanya konflik pilpres 2014 secara tidak langsung membuka mata semua orang. Tidak hanya kalangan politisi, kalangan akar rumput pun semakin bisa belajar dan mendalami sedalam-dalamnya sederet aturan hukum dan perundang-undangan yang melingkupi pelaksanaan demokrasi di negeri ini. Tentu saja, semua berawal dari dibedahnya beberapa kasus yang menjerat para politisi negeri ini.

Misalnya, sebagaimana diungkapnya kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar, dan dijebloskannya beliau ke dalam penjara, semua orang bisa belajar bahwa politik tidak hanya persoalan uang. Kemenangan tidak hanya karena banyaknya uang yang digelontorkan. Akan tetapi, kejujuran dan pengetahuan politik dan pendidikan rakyat terhadap demokrasi di negeri inilah sejatinya yang sedikit demi sedikit harus diajarkan. Entah disengaja ataupun tidak, rakyat kecil menjadi tahu ternyata kala itu amat mudah menjadi pejabat yang penting bisa menyuap MK dan menyuap para calon pemilihnya otomatis kemenangan itu akan diraih.

Akan tetapi ternyata seiring perjalanan waktu, ternyata rakyat semakin mengerti bahwa "kekejaman" politik mulai mereka pahami sehingga menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang ingin bermain politik untuk menghitung-hitung untung dan rugi dan segala macam risiko yang didapatkan jika politik dicemari oleh kepentingan "curang" menghalalkan segala macam cara termasuk money politik.

Begitu juga kasus yang terjadi pilpres 2014 pun sejatinya meninggalkan pelajaran berharga meskipun juga meninggalkan luka yang mendalam, karena ternyata ada banyak situasi yang terjadi di dalam proses demokrasi negeri ini, dengan disadari ataupun tidak ternyata pun memiliki ruang kecurangan di sana-sini dan ada banyak fitnah bertebaran di mana-mana yang turut merusak indahnya demokrasi. Tapi inilah politik, karena seorang politisi akan sadar bahwa tidak ada ruang tawar menawar demi sebuah kemenangan. Jika ingin menang harus cerdas dan mampu meraih simpati rakyat sebanyak-banyaknya. Bukan hanya mempersiapkan uang dan orasi-orasi dan janji semu yang justru hanya menjadi bahan cercaan bagi rakyat kecil di negeri ini.

Prabowo Sosok Politisi Paling Merugi

Saya kira ada banyak orang yang memvonis dan menganggap Prabowo adalah politisi yang menanggung paling banyak kerugian. Pertama, kerugian dari sisi materi. Dengan modal yang tidak sedikit Prabowo-Hatta mengerahkan tim kampanye terbaik mereka dengan menggandeng partai koalisinya ternyata juga tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kemenangan Prabowo-Hatta.

Mengapa demikian, dengan estimasi jumlah koalisi yang bengkak di kubu Prabowo-Hatta ternyata tidak mampu mengangkat suara mereka demi melenggangkan diri menuju istana. Dampaknya, Prabowo-Hatta pun kecut dan kehilangan percaya diri. Bahkan karena kekalahan tersebut sepertinya koalisi "abadi" yang sudah dibangun tim Prabowo-Hatta pun menjadi terkoyak. Masing-masing partai sudah kehilangan simpati lagi dan menuduh pasangan koalisinya tidak bekerja secara profesional.

Dan anehnya lagi, ketika mereka sudah membayar tim sukses, ternyata gerakan timses mereka justru hanya meninggalkan kesan negatif bahwa tim Prabowo-Hatta "tukang fitnah". Paling tidak sebutan inilah yang terlontar oleh kubu lawannya dan juga masyarakat Indonesia pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun