Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan featured

Efektifitas Pendapatan (Gaji) Pejabat Negara dan Korupsi

7 September 2014   15:47 Diperbarui: 25 Oktober 2019   10:08 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengawasi pejabat dari tindak korupsi. (Kompas)

Selain itu, karena sistem yang sudah ada ternyata memberikan ruang yang cukup lapang untuk melakukan transaksi-transaksi ilegal. Setiap orang berusaha terlibat dalam permainan korupsi. Disadari ataupun tidak korupsi sudah menjadi sebuah tradisi.

Bahwa "mental" bangsa Indonesia tengah mengalami krisis yang multi dimensi. Tidak hanya kejahatan kelas "teri" berlaku di negeri ini. Tapi korupsi kelas kakap pun seperti mendapatkan ladang surga seakan-akan bebas untuk melakukannya tanpa rasa takut dan menyesal.

Tanpa menyebut siapa saja petinggi negeri ini yang terlibat korupsi, sudah menunjukkan bahwa hakekatnya korupsi adalah sebuah kejahatan mental yang luar biasa mengerikan lebih jauh kejamnya dari kejamnya pembunuhan itu sendiri.

Jika ternyata Pak JK  memaklumi bahwa gaji mempengaruhi mental seseorang, toh korupsi masih saja terjadi di negeri ini? Padahal sebagian besar uang negara digunakan untuk membiayai penyelenggara negara. 

Lalu, seberapa besar besar kira-kira gaji yang layak bagi penyelengara negara? 100 jt sudah cukupkah? Atau 1 milyar bagi seorang menteri? Atau memang kita berusaha menjadikan negeri kita sendiri bangkrut secara sistematis karena ulah segelintir orang yang "tamak" dengan uang negara?

Siapa sih yang tak mau dengan gaji tinggi? Sepertinya semua orang ingin mendapat gaji tinggi. Meskipun uang negara dipertaruhkan bagi para penyelenggara negara. Toh faktanya korupsi menjadi sudah menjadi budaya. Budaya yang dibentuk dari karakter yang buruk.

Semua penyelenggara negara bisa mengoleksi rumah-rumah mewah, fasilitas yang super komplit bahkan berlebihan, bahkan lebih dari itu kehidupan hari tuanya pun sudah dipenuhi dengan fasilitas yang tak murah.

Padahal jika diruntut berapa besaran gaji penyelenggara negara di negeri ini, seandainya gunung emas diberikan kepada mereka, maka mereka pun masih akan melakukan korupsi.

Jika melihat fakta tersebut, tentu saja tidak ada kaitannya besarnya gaji seseorang dengan korupsi. Korupsi harus diakhiri, diawali dari diri sendiri yang bersyukur atas apa yang diperolehnya. Dan tentu saja penegakan hukum yang seadil-adilnya  dan memberikan efek jera bagi orang-orang yang melakukan korupsi.

Salam
Metro, 7-9-2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun