Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Learning by Doing, Efektifitas Mendidik ala Anak Disabilitas

16 September 2014   17:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:32 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_359543" align="aligncenter" width="490" caption="Salah satu kegiatan pengembangan diri yang dilakukan anak-anak disabilitas, meski tempat khusus belum kami miliki anak-anak masih tetap fokus mengikuti latihan / doc. pribadi"][/caption]

Seperti tulisan-tulisan saya terdahulu, mengenai sistem pendidikan dan pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus (disabilitas) bahwa pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kekurangan secara fisik maupun intelegensi ini sepatutnya lebih dikembangkan pada pola pembelajaran learning by doing.

Apa maksudnya? seperti banyak dipahami oleh para akademisi, bahwa learning by doing adalah ketika anak-anak didik, sengaja didik dengan mengkombinasikan sistem pemelajaran tutorial disertai dengan melakukannya. Praktik lebih tepatnya. Karena dengan metode ini ternyata ada pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan motorik anak. Khususnya kemampuan dalam menggerakkan fisiknya dalam melakukan proses pembelajaran.

Secara tidak langsung guru telah mengarahkan siswa untuk mengombinasikan aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Berbeda sekali jika dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya berkutat pada teori atau ceramah saja. Bahkan lebih dari itu, dengan metode ini anak akan mampu mendemonstrasikan pengalamannya secara langsung meskipun apa yang dilakukan melalui proses try and error. Mencoba dan terus mencoba sesuatu yang baru hingga anak-anak benar-benar mampu melakukannya sendiri.

Sebagaimana digambarkan oleh engines4ed.org sebagai berikut:

There is really only one way to learn how to do something and that is to do it. If you want to learn to throw a football, drive a car, build a mousetrap, design a building, cook a stir-fry, or be a management consultant, you must have a go at doing it. Throughout history, youths have been apprenticed to masters in order to learn a trade. We understand that learning a skill means eventually trying your hand at the skill. When there is no real harm in simply trying we allow novices to "give it a shot."


Bagaimanapun juga, pengalaman inderawi sekaligus mengaktualisasikan pengetahuannya dengan melakukan secara langsung akan lebih bermanfaat dan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan kemampuan anak didik. Baik bagi anak-anak disabilitas maupun anak-anak pada umumnya.

Metode learning by doing, memang acapkali hanya sebatas retorika semata, mereka seolah-olah benar-benar menerapkan metode ini sesuai dengan kebutuhan siswa, padahal kurang menyentuh kebutuhan yang paling riil bagi siswa. Memang tidak sepenuhnya kelemahan terletak pada para pendidiknya, karena kurikulum yang dikembangkan kurang menyentuh ketiga aspek tersebut. Media yang kurang mendukung, ditambah lagi ketidak mampuan guru dalam menciptakann sendiri media pengganti jika media yang mahal belum terpenuhi.

Dari media yang tidak mencukupi, SDM guru yang juga kurang, serta lingkungan yang kurang mendukung untuk dikembangkannya keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi para siswa. Belum lagi ternyata dalam setiap evaluasi hanya sebatas teori kognisi, sedikit sekali aspek praktisnya.

Itulah beberapa gambaran betapa pentingnya pembelajaran learning by doing tatkala dihadapkan pada tingginya kebutuhan skill individu dan team ketika harus terjun dalam dunia kerja. Pekerjaan yang siap menampung skill bagi anak-anak disabilitas.

Kembali pada persoalan belajar sambil melakukan dalam teori tersebut, anak-anak disabilitas sepatutnya memang selalu diarahkan pada pengalaman secara langsung, seperti pembuatan bahan kerajinan dari bahan alam maupun bekas yang ada di lingkungan sekitar, pembuatan aneka kuliner yang murah meriah tapi bernilai tinggi, melakukan aktivitas pangkas rambut atau rias pengantin misalnya. Ada juga yang berhubungan dengan kegiatan otomotif. Otomotif yang dikembangkan bagi anak-anak disabilitas (tuna grahita) misalnya dengan praktik tambal ban, mengganti ban motor atau sepeda, ganti oli, ganti busi motor, mengganti lampu motor, dan lain-lain yang masih tergolong ringan.

Berbeda dengan anak-anak yang tuna rungu, mereka masih mudah menangkap materi tentang cara membongkar mesin sepeda motor, karena kemampuan intelegensinya lebih baik termasuk anak-anak tuna daksa yang memiliki kekurangan fisik. Meskipun adapula anak-anak dengan kelemahan pendengaran ternyata mengalami kecacatan ganda, mereka tidak mendengar juga intelegensinya amat terbatas. Tapi semua itu masih bisa diatasi dan diberikan yang sekiranya anak-anak tersebut masih mampu melakukannya.

Semua anak-anak disabilitas bisa diberdayakan potensinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, jika guru mampu melatih mereka menjadi tenaga-tenaga kreatif dengan kreatifitas guru dan ketersediaan sumber daya penujang. Meskipun tidak mudah, akan tetapi jika dilakoni dengan tanggung jawab dan penuh kesabaran, tidak ada yang tidak mungkin semua akan bisa terjadi.

Terlepas dari seberapa pentingnya pembelajaran learing by doing, kami para guru sekolah luar biasa (SLB) memberikan beberapa materi yang bersifat ketrampilan. Seperti halnya praktik perbengkelan, steam motor dan lain-lain. Untuk praktik perbengkelan, memang kendala yang paling sulit jika materinya yang berurusan mesin, anak-anak harus bisa mengenak komponen-komponen mesin dan mengetahui titik kerusakan pada mesin. Ini kendala paling sulit meskipun tetap bisa diberikan. Namun dari semua anak tuna grahita, ternyata hanya beberapa orang saja yang bisa membuka dan memasang kembali mesin motor.

Berbeda jika berkaitan dengan komponen-komponen luar, seperti mengganti lampu depan, sein, busi, ganti oli, tambal ban, mengganti komponen bodi pun masih bisa mereka lakukan. Akan tetapi tetap harus dilakukan secara berulang-ulang sampai anak benar-benar bisa melakukannya sendiri.

Mengembangkan keterampilan cuci steam sepeda motor

Keterampilan cuci steam motor memang saat ini sudah ngetren, karena kebutuhan pasar saat ini adalah tingkat kenaikan kepemilikan kendaraan bermotor cukup tinggi. Jadi, mau tidak mau, seyogyanya pasar bisnis tersebut harus diambil demi mendapatkan ladang usaha yang baru. Selain saat ini pemilik sepeda motor lumayan kerepotan jika harus mencuci sendiri, ditambah lagi mencuci motor pun harus dengan alat semprot yang baik dan skill sederhana dari pencuci agar hasilnya lebih kinclong. Bahkan tidak hanya mencuci, karena saat ini kebutuhan semir kendaraan juga turut meningkat.

Kebetulan, sekolah kami mendapatkan bantuan dari pemerintah beberapa alat otomotif, termasuk mesin steam motor, jadi kami tinggal memberikan pelatihan dan praktik cara menggunakan mesin serta mencuci yang baik agar hasilnya memuaskan. Selain itu standar keamanan pun tetap harus diajarkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sesuai dengan jadwal pembelajaran, siswa kami belajar otomotif hampir setiap hari, dengan durasi 3 jam sekali pertemuan. Sehingga ada banyak waktu untuk mengenalkan sekaligus mempraktikkannya dalam kegiatan pembelajaran.

Karena pembelajaran steam motor juga termasuk bagian otomotif, maka menjadi kewajiban kami untuk membekali anak-anak didik dengan keterampilan yang sederhana ini. Harapannya mudah-mudahan keterampilan yang kurang begitu diminati orang justru menjadi ladang tempat usaha bagi mereka. Apalagi saat ini pemerintah memfasilitas masyarakat untuk mengembangkan usahanya. Sehingga lambat laun, persepsi masyarakat bahwa anak-anak disabilitas kurang bisa berkembang dan mandiri, sedikit banyak akan terjawab dengan kemampuan anak-anak ini dalam mencari penghasilan sendiri tanpa membebani orang-orang di sekitarnya.

Metro, 16/9/2014

Literatur: disini

Silakan baca tulisan saya yang lain:

Kebijakan Guru yang Penuh Dengan Dilema

Pak SBY, Buku Sekolah Kami Terlambat Datang

Kue Rumball, Kue Kreasi Anak-anak Disabilitas, Mengapa Tidak?

Peringatan HUT RI ke-69 Ala Anak Disabilitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun