Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengajarkan Anak Mencintai Buah dan Makanan Tradisional Ala Saya

21 September 2014   16:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:02 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membiasakan membeli buah lokal yang sangat murah, seperti yang baru saja kami beli satu ikat berisi 11 sisir ternyata hanya 10.000 rupiah. Tentu amat murah dan pastinya sangat terjangkau. Kebutuhan gizi dapat dipenuhi tapi tidak juga menguras isi kantong.'

Belajar mencintai buah dan makanan tradisional

Selain karena kami memang hoby makan buah, tentu kami berusaha untuk belajar mencintai buah-buahan lokal agar jangan sampai punah tergerus jaman. Di lahan-lahan yang kosong baik kami sendiri dan para tetangga selalu menyisakan tanaman buah, seperti pisang, rambutan dan lain-lain. Tentu saja supaya warisan leluhur tanah air ini tidak menjadi punah.

Tidak hanya buah-buahan, karena kamipun masih bisa menikmati makanan seperti uwi, ubi talas, mbote, singkong, ubi jalar (mantang), semua ditanam sendiri di pekarangan rumah. Meskipun seperti ubi talas ini sudah jarang kita temui, tapi di perdesaan masih banyak di tanam warga. Bukti bahwa masyarakat masih lekat dengan kudapan tradisional asli nusantara.

Makanan-makanan tradisional yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan adalah sebuah kebutuhan. Karena saat ini Indonesia sudah banyak kehilangan tanaman-tanaman tersebut karena ulah yang tidak bertanggung jawab dari bangsa kita sendiri.

Tanaman yang biasanya bisa kita tanam dengan mudah dan bermanfaat hasilnya, saat ini kurang begitu diminati lantaran orang tua kurang mewarisi tradisi leluhur yang baik ini pada anak keturunannya.

Lalu bagaimana kami mengajarkan mencintai makanan tradisional? Tentu saja tidak mudah, lantaran lidah anak-anak sekarang lebih familier dengan makanan modern. Seperti kentucky, fried chicken, pizza, donut, es krim dan makanan lain yang justru modern. Makanan modern yang hakekatnya kurang begitu menyehatkan jika dilihat dari kandungan gizinya. Apalagi menurut penelitian, makanan modern tersebut banyak mengandung gula buatan yang bisa menyebabkan penyakit diabetes melitus, atau minimal caries gigi lantaran kandungan gulanya yang berlebihan.

Kami selalu membiasakan diri menghidangkan makanan tradisional yang kami tanam di tanah sendiri. Seandainya harus membeli tentu yang dibeli adalah buah-buahan yang dihasilkan dari negeri sendiri. Makan bersama anak-anak hidangan yang diperoleh dari kebun yang ditanam sendiri. Tak terlalu terpengaruh dengan makanan dari luar negeri yang kadang kurang baik bagi kesehatan.

Menikmati makanan tradisional berarti menjaga, melestarikan dan mewariskan kecintaan terhadap makanan tradisional kepada anak

Amat mustahil sebuah progam mencintai makanan tradisional dapat tercapai, jika hanya bentuknya bualan-bualan kosong tak berisi. Para penggiat dan LSM cinta lingkunugan misalnya tidak mau menikmati makanan tradisional dan justru berburu makanan cepat saji sebagai hidangan pokok mereka.

[caption id="attachment_360555" align="aligncenter" width="643" caption="Anak-anak menimati sarapan pagi dengan makanan tradisional ala lokal (doc. pribadi)"]

14112673821359761370
14112673821359761370
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun