Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kejahatan di Jalan Raya, Picu Trauma Psikologis

18 September 2014   13:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:21 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini saya merasakan ada kengerian tersendiri dari dalam lubuk hati. Kengerian yang bersumber dari sebuah cerita teman bahwa baru-baru ini di seputaran Batanghari seorang anak SMA tewas dengan isi perut terurai. Almarhum adalah korban perampokan di jalan raya. Menurut saksi mata, terbunuhnya si korban lantaran ia ingin menyelamatkan kunci motornya sewaktu hendak dirampok. Karena merasa korbannya hendak melarikan diri para rampok pun melakukan tindakan sadis. Membunuh anak ABG ini tanpa ampun. Iiih sadis amaaat ya?

Belum hilang ingatan dari cerita perampokan di jalan raya dengan korban seorang siswa SMA ini, muncul lagi berita seorang perampok (begal) menurut khabar yang beredar tewas dibunuh massa, lantaran terjebak saat melarikan diri dengan kendaraan hasil rampokannya.

Dari foto perampok tersebut terlihat leher ditusuk sebilah pisau dan darah mengalir dari luka tusuknya. Dan ternyata tidak hanya satu orang yang tewas, karena ada beberapa rampok yang harus menerima ganjaran bogem mentah dari masyarakat lantaran kejahatan yang telah mereka lakukan.

Terang saja, akibat beberapa kasus pembunuhan ini mengakibatkan sindrom trauma psikologis. Tidak hanya anak dan adik saya yang sangat ketakutan, karena saya sendiri pun merasa kurang nyaman jika harus berkendara di malam hari. Jangankan di malam hari, di siang hari agak-agak minder jika menuju wilayah yang lumayan rawan. Seperti yang saat ini terkenal adalah Kecamatan Jabung Lampung Timur. Seandainya saya kesana pun dengan konvoi beberapa rekan dengan maksud mencegah kejahatan di jalan raya.

Jangan pernah berharap selamat, jika kita tidak waspada ketika menuju wilayah-wilayah yang rawan kejahatan. Meskipun akhir-akhir ini, para penjahat ini sudah masuk ke wilayah perkotaan. Seperti yang saya ceritakan para perampok ini beraksi di jalan raya arah Sekampung yang lumayan ramai, adapula di sekitaran Masjid Kowi di daerah Kelurahan Ganjar Agung Kec. Metro Barat pun tak luput dari tindakan brutal para pelaku kejahatan.

Kejahatan di jalanan berdampak sindrom trauma psikologis

Mungkin kita sudah lelah dengan semua kejahatan yang muncul. Entah di jalan raya, di rumah-rumah pengusaha kaya maupun di kantor-kantor pun acapkali terjadi perampokan. Namun bentuknya berbeda seperti kejadian belum lama ini Mantan Menteri ESDM Jero Wacik diduga melakukan pemerasan demi kepentingan pribadi.

Lelahnya kita, entah di seantero Lampung maupun di daerah lain, seakan-akan rakyat dibuat gerah. Meski setiap hari kejahatan di jalanan kerap terjadi, pembunuhan korban dan pelakunya ternyata tidak berdampak signifikan terhadap berakhirnya kekerasan ini. Meskipun segala macam tindakan kekerasan itu sempat mencederai makna persatuan karena ujung-ujungnya dihubung-hubungkan dengan urusan kesukuan, ternyata pemerintah belum begitu sigap menyelesaikan konflik dan masalah sosial ini.

Padahal ketika saya sendiri merasakan ketakutan luar biasa tatkala harus keluar rumah di malam hari, padahal biasanya cuek-cuek saja. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung masyarakat kita sudah terjangkiti sindrom trauma psikologis. Padahal jika kita tahu apa sih makna trauma psikologis, tentu setiap orang enggan mengalaminya. Tidak hanya kami, karena lingkungan pun mengalaminya.

Trauma psikologis adalah jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa traumatik. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stres pasca trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan kimia otak, yang mengubah respon seseorang terhadap stres masa depan.


Akibat tekanan-tekanan ketakutan tersebut yang semula dianggap biasa-biasa saja, pun akhirnya menjalar dan mendominasi mental dan pikiran, yang akhirnya justru menjadi penyakit kejiwaan yang amat sulit disembuhkan. Bahkan lebih dari itu para korbannya akan menjadi pribadi yang terlalu responsif, ketakutan berlebih-lebihan, dan dampak yang lebih parah ketika masyarakat sudah tidak lagi percaya terhadap institusi penegak hukum yang katanya ingin membela dan mengayomi masyarakat.

Tentu hasil akhirnya dapat diduga, rakyat tak takut lagi ketika harus melakukan kekerasan balasan di jalanan. Dan buntutnya akan banyak korban-korban baru dari kalangan pelaku kejahatan karena dihukum "massa" lantaran tidak percaya lagi dengan aparat penegak hukum.

Mereka sudah muak dan jengah dengan keadaan, semakin dibiarkan berlarut-larut justru kejahatan semakin merajalela. Itulah dampak terberat jika aparat kepolisian justru tidak dipercaya lagi. Masyarakat yang menderita trauma psikologis ini justru akan menunjukkan kekerasan balik yang lebih parah. Bolehlah para pelaku kejahatan bisa tertawa puas dan melenggang bebas dengan harta rampasannya, tapi di belakang mereka masyarakat pun mengancam mereka akan lebih keji lagi menghakimi para pelaku kejahatan ini. Bahkan beberapa bulan silam ada seorang penjahat yang tewas dibakar massa lantaran kecewa para pelaku tetap saja bisa melakukan kejahatan meskipun sudah pernah tertangkap.

Terus, apa yang diharapkan dari aparat penegak hukum? Polisi, TNI atau apalah nama aparat-aparat ini. Jika justru mereka terkesan membiarkan kejahatan demi kejahatan terjadi. Jangan dikira rakyat akan diam saja jika kejahatan demi kejahatan menghantui mereka. Ironinya lagi, meskipun para aparat penegak hukum ini sudah dibayar dengan uang rakyat, toh mereka justru membiarkan rakyat tersakiti dan terzalimi oleh ulah para penjahat jalanan.

Sikap Polisi Terkesan Lamban

Pun berdasarkan kasus yang pernah terjadi di daerah Bekri, Lampung Tengah, tiba-tiba dua suku saling menyerang dan buntutnya hampir seluruh rumah di wilayah ini, khususnya milik para pendatang hangus terbakar akibat tindakan balasan dari warga pribumi.

Kasus ini berawal dari kasus pencurian sapi yang selalu saja terjadi. Bagaimana mungkin sapi satu kandang tiba-tiba lenyap padahal bertahun-tahun mereka memeliharanya untuk persiapan kebutuhan mendesak? Misalnya saja jika dihitung nominal harga sapi minimal 15 juta per ekor, ketika satu kandang ada dua ekor saja, sudah jelas 30 juta uang raib dalam semalam. Bahkan ada yang ada tiga ekor sapi yang raib lantaran kasus pencurian.

Masyarakat sudah melaporkan ke aparat kepolisian, polisi masih saja duduk manis kurang merespon, jangankan mencari jejak pelaku, seakan-akan mereka enggan mengurus kasus pencurian jika tidak ada uangnya. Anda kehilangan sapi, bisa-bisa mobil ikut raib.

Karena gerah dan marah, dan kebetulan ada seseorang yang di malam itu diduga sebagai pencurinya, para masyarakat inipun menghakimi, meskipun setelah diselidiki "katanya" bukan pelaku pencurian. Masyarakat yang merasa keluarganya dihakimi dengan sadis inipun menuntut balas. Imbasnya rumah-rumah penduduk hangus terbakar karena dirusak masa desa sebelah.

Untung saja, kedua masyarakat sepakat untuk berdamai, dengan risiko saat ini banyak kepala keluarga yang sudah enggan lagi memelihara ternak dan rumah-rumah mereka banyak yang rusak. Seandainya digantipun tak sesuai dengan harga kerusakan.

Itulah potret citra buruk kinerja aparat keamanan di negeri ini. Seandainya kasus kejahatan demi kejahatan dibiarkan saja, bukan tidak mungkin rakyat akan bertindak lebih anarkis. Tidak hanya pelaku kejahatan yang dihakimi di tempat, karena polisi yang seharusnya menjaga keamanan pun bisa-bisa tidak dipercaya lagi.

Pertanyaannya jika kepolisian tidak lagi dipercaya rakyat, kenapa mereka masih berdinas? Apakah semata-mata ingin mendapatkan gaji tapi berlindung ketika harus terlibat dengan persoalan rakyat? Atau bukan rakyat saja yang terkena sindrom trauma psikologis ini tapi menimpa pula aparat kepolisian kita? Atau karena memang pemerintah sudah tidak peduli lagi dengan nasib rakyatnya? Entahlah.

Salam

Literatur disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun