Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kejahatan di Jalan Raya, Picu Trauma Psikologis

18 September 2014   13:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:21 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Mereka sudah muak dan jengah dengan keadaan, semakin dibiarkan berlarut-larut justru kejahatan semakin merajalela. Itulah dampak terberat jika aparat kepolisian justru tidak dipercaya lagi. Masyarakat yang menderita trauma psikologis ini justru akan menunjukkan kekerasan balik yang lebih parah. Bolehlah para pelaku kejahatan bisa tertawa puas dan melenggang bebas dengan harta rampasannya, tapi di belakang mereka masyarakat pun mengancam mereka akan lebih keji lagi menghakimi para pelaku kejahatan ini. Bahkan beberapa bulan silam ada seorang penjahat yang tewas dibakar massa lantaran kecewa para pelaku tetap saja bisa melakukan kejahatan meskipun sudah pernah tertangkap.

Terus, apa yang diharapkan dari aparat penegak hukum? Polisi, TNI atau apalah nama aparat-aparat ini. Jika justru mereka terkesan membiarkan kejahatan demi kejahatan terjadi. Jangan dikira rakyat akan diam saja jika kejahatan demi kejahatan menghantui mereka. Ironinya lagi, meskipun para aparat penegak hukum ini sudah dibayar dengan uang rakyat, toh mereka justru membiarkan rakyat tersakiti dan terzalimi oleh ulah para penjahat jalanan.

Sikap Polisi Terkesan Lamban

Pun berdasarkan kasus yang pernah terjadi di daerah Bekri, Lampung Tengah, tiba-tiba dua suku saling menyerang dan buntutnya hampir seluruh rumah di wilayah ini, khususnya milik para pendatang hangus terbakar akibat tindakan balasan dari warga pribumi.

Kasus ini berawal dari kasus pencurian sapi yang selalu saja terjadi. Bagaimana mungkin sapi satu kandang tiba-tiba lenyap padahal bertahun-tahun mereka memeliharanya untuk persiapan kebutuhan mendesak? Misalnya saja jika dihitung nominal harga sapi minimal 15 juta per ekor, ketika satu kandang ada dua ekor saja, sudah jelas 30 juta uang raib dalam semalam. Bahkan ada yang ada tiga ekor sapi yang raib lantaran kasus pencurian.

Masyarakat sudah melaporkan ke aparat kepolisian, polisi masih saja duduk manis kurang merespon, jangankan mencari jejak pelaku, seakan-akan mereka enggan mengurus kasus pencurian jika tidak ada uangnya. Anda kehilangan sapi, bisa-bisa mobil ikut raib.

Karena gerah dan marah, dan kebetulan ada seseorang yang di malam itu diduga sebagai pencurinya, para masyarakat inipun menghakimi, meskipun setelah diselidiki "katanya" bukan pelaku pencurian. Masyarakat yang merasa keluarganya dihakimi dengan sadis inipun menuntut balas. Imbasnya rumah-rumah penduduk hangus terbakar karena dirusak masa desa sebelah.

Untung saja, kedua masyarakat sepakat untuk berdamai, dengan risiko saat ini banyak kepala keluarga yang sudah enggan lagi memelihara ternak dan rumah-rumah mereka banyak yang rusak. Seandainya digantipun tak sesuai dengan harga kerusakan.

Itulah potret citra buruk kinerja aparat keamanan di negeri ini. Seandainya kasus kejahatan demi kejahatan dibiarkan saja, bukan tidak mungkin rakyat akan bertindak lebih anarkis. Tidak hanya pelaku kejahatan yang dihakimi di tempat, karena polisi yang seharusnya menjaga keamanan pun bisa-bisa tidak dipercaya lagi.

Pertanyaannya jika kepolisian tidak lagi dipercaya rakyat, kenapa mereka masih berdinas? Apakah semata-mata ingin mendapatkan gaji tapi berlindung ketika harus terlibat dengan persoalan rakyat? Atau bukan rakyat saja yang terkena sindrom trauma psikologis ini tapi menimpa pula aparat kepolisian kita? Atau karena memang pemerintah sudah tidak peduli lagi dengan nasib rakyatnya? Entahlah.

Salam

Literatur disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun