Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menggunakan Gas Elpiji 12 kg, Pelajaran 'Tuk Saling Menolong

19 September 2014   03:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:16 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_360249" align="aligncenter" width="582" caption="Ketika penggunaan elpiji sesuai dengan peruntukannya, maka secara tidak langsung pihak yang kaya membantu yang miskin mendapatkan haknya dari subsidi BBM. (Edukasi Elpiji Kompas)"][/caption]

Menolong adalah kata yang seringkali amat susah dilakukan. Sebenarnya simpel tapi ketika berkaitan dengan fulus (uang) seakan-akan menjadi berat. Semua dikembalikan pada itung-itungan untung dan rugi. Untung bagi yang menerima dan rugi bagi yang memberi. Itulah itung-itungan untung rugi ala urusan duniawi. Meskipun apa yang kita anggap rugi hakekatnya ada banyak orang yang telah tertolong dan terbantu karena perbuatan yang seringkali berat ini.

Begitu pula dengan diberlakukannya pencabutan Subsidi gas elpiji 12 kg, tentu kesan yang muncul pertama kali adalah, pasti usaha bakal rugi kalau pembelian gas saja sudah naik. apalagi sampai saat ini saja kenaikan bisa mencapai 110  ribu rupiah di tangan pengecer. Apakah nggak riweh tuh jadinya bagi para pedagang yang biasanya memakai gas 12 kg tersebut? Tapi apakah ibu-ibu rumah tangga juga tak kalah ribetnya jika ternyata jatah membeli gas sudah dipatok pas tapi malah dinaikkan tuh? Sekali lagi jika dikaitkan antara untung dan rugi semua pasti akan mengatakan rugi. Tak hanya yang kaya, karena yang miskin pun akan mendapatkan imbasnya.

Imbas terkecilnya adalah ketika para pedagang makanan di sudut-sudut pasar yang biasanya kalangan menengah ke bawah bisa memperoleh keuntungan yang lumayan, ternyata harus berhitung ulang harga jualnya. Dampaknya tentu ke para pembeli yang biasanya tak mengenal dan memandang bulu. Meskipun rata-rata pembelinya adalah konsumen kelas teri. Seandainya para pengusaha dan bos besar, tentu mereka lebih memilih tempat yang luc sekelas restauran yang tentu saja harganya hidangannya juga tak murah.

Tidak hanya harga makanan yang ikut naik, dampak terbesarnya adalah jika ternyata gas 12 kg yang biasanya ramai pembeli sewaktu harga masih standar, kini para konsumennya harus beralih kepada gas elpiji yang dijual 3 kg. Mudah-mudahan saja aksi eksodus pembeli kelas menengah ke atas ini tidak berimas pada kelangkaan elpiji 3 kg. Karena permintaannya yang juga meningkat. Nah, jika permintaannya meningkat, maka bukan tidak mungkin harga elpiji 3 kg juga akan merangkak naik. Rakyat kecil lagi yang juga akan mendapatkan imbasnya.

Masyarakat menengah ke atas belajar menolong yang kecil ala gas elpiji 12 kg

Seperti yang baru-baru ini digagas pemerintah, rentang mulai dari tanggal 10 September 2014 keputusan kenaikan gas elpiji 12 kg sudah diketok palu jadi mau tidak mau dan harus mau semua pemakai gas 12 kg pun harus merasakan kenaikan elpiji tersebut dengan lapang dada dan berpikiran jernih. Bukan malah mengkompor-kompori dengan pernyataan yang kadang bernuansa tendensius menyalahkan pemerintah. Padahal jika diruntut persoalannya karena memang selama ini uang negara yang seharusnya diperuntukkan bagi kalangan masyarakat bawah banyak yang dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas. Orang-orang kaya tentunya yang banyak merasakannya.

Jadi, dengan kebijakan kenaikan ini, sedikit banyak memberikan kesempatan kepada rakyat melalui kebijakan pemerintah menempatkan anggaran subsidi tersebut dialihkan kepada sektor-sektor riil yang menyentuh kebutuhan rakyat banyak. Lebih khusus kebutuhan masyarakat bawah yang selama ini berada disisi ordinat.  Mereka mendapatkan jatah setelah dinikmati oleh para orang kaya. Misalnya seperti subsidi BBM dan BBG ini.

Secara kasat mata memang terlihat kejam lantaran gas 12 kg naik secara sporadis, tapi melihat hal yang tersirat dari kebijakan ini adalah kebijakan ini justru mengntungkan semua pihak (bukan rakyat kecil saja) maka sepatutnya kebijakan ini didukung dengan sepenuh hati dan tanpa prasangka yang justru menimbulkan polemik yang berlebih-lebihan.

Kebijakan yang seringkali berat untuk diberlakukan, suatu saat menjadi wajib dilaksanakan jika berhubungan dengan kesejahteraan semua rakyat. Semua orang menikmati fasilitas yang dibangun karena uang subsidi dimanfaatkan demi kepentingan orang banyak. Dan tentu saja ada keadilan sosial di dalamnya. Yang kaya dengan amat mudahnya membeli gas 12 kg meskipun kenaikan cukup signifikan, meski "ngedumel" tapi jika prinsip awalnya karena perasaan ingin saling menolong dan membantu, tentu nilai kebaikan justru amat terasa di dalamnya.

Secara tidak langsung, meskipun konsumen 12 kg berat hati tatkala membeli, tapi yakinlah bahwa niat kita dengan membantu sesama sudah termasuk bernilai ibadah jika dilakukan dengan ikhlas. Kapan lagi kita ingin membantu yang miskin jika tidak dimulai dari sekarang. Dengan membeli gas elpiji 12 kg, keinginan saling tolong menolong amat mudah dilakukan meski bukan berbentuk segepok uang di atas meja.

Ketika ingin menolong yang miskin, yang kaya jangan beralih ke gas elpiji 3 kg

Kembali lagi pada persoalan tolong-menolong, yang tak perlu lagi mengungkit kenapa gas elpiji 12 kg dinaikkan, sejatinya sudah mendidik generasi selanjutnya akan prinsip saling mencintai. Tak hanya berkutat pada persoalan pribadi, kenyamanan karena fasilitas terpenuhi. Tapi lebih dari itu bagaimana membagi kesempatan yang dimiliki untuk diberikan kepada kaum miskin di seluruh penjuru tanah air.

Jika keinginan membeli gas elpiji 12 kg adalah karena hasrat menolong, tentu saja dikembalikan pada hati nurani masing-masing, apakah sikap tamak masih ada dalam diri kita? Jika masih ada, maka amat pantas ketika gas 12 kg dinaikkan kita langsung buru-buru beralih dan membeli gas 3 kg. Padahal semua sudah jelas, gas 3 kg disubsidi dan subsidi itu untuk kaum miskin.

Apalagi data yang dirilis oleh Pertamina baru-baru ini, bahwa pengguna LPG 12 kg rata-rata kaum menengah dan kaya dengan jumlah konsumen sebesar 17% sedangkan elpiji 3 kg sebesar 79% dari keseluruhan penggunaan gas elpiji di Indonesia. Sehingga dengan perbandingan tersebut jika para pengguna gas elpiji 12 kg beralih ke gas subsidi maka secara otomatis turut mempengaruhi jumlah ketersediaan gas 3 kg. Sudah memili kecukupan ekonomi tapi berusaha menikmati gas yang bersubsidi.

Nah, jika gas yang disubsidi tersebut dinikmati oleh kaum kaya, apakah bukan berarti kaum kaya menginginkan menjadi miskin? Mereka merasa kekurangan dan tak mampu lagi membeli gas 12 kg lalu beralih ke gas 3 kg. Amat memprihatinkan sekali jika rasa tanggung jawab moral masih sulit kita temukan. Moral untuk menghargai kekayaan pun seharusnya bukan untuk membutakan hati.

Membeli gas 12 kg non subsidi adalah kebutuhan dan bukan kewajiban. Kebutuhan untuk saling menolong disaat bangsa ini tengah terpuruk dalam himpitan ekonomi. Mengembalikan subsidi tersebut bagi kaum miskin saja, dan memanfaatkan sebagian anggarannya demi memperbaiki infrastruktur yang tentu saja dinikmati semua orang.

Tetaplah membeli gas elpiji 12 kg, jika kita benar-benar ingin menolong sesama. Iya kan?

Salam

Metro, 19/9/2014

Gambar disini

Baca juga tulisan saya yang lain ya.... :)

http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2014/09/19/bicara-mobil-ini-idaman-anak-saya-688931.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun