Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Salah Persepsi tentang Revolusi Mental?

20 Oktober 2014   14:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:24 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini media tengah fokus dengan peletakan jabatan presiden SBY dan seremonial pelantikan presiden dan  wakil presiden terpilih 2014-2019 mendatang Jokowi - Jusuf Kalla. Selain gencarnya pemberitaan tersebut yang juga menghiasi laman berita nasional khususnya metro tv adalah akan adanya aksi pawai untuk menghantarkan presiden terpilih menuju istana. Kegiatan yang "katanya" gratis dan melibatkan beberapa elemen masyarakat ini pun cukup memancing perhatian. Seperti apakah bentuk pawai tersebut dan apa tujuannya?

Sederet pertanyaan tentu turut menghiasi guratan pikiran anak negeri karena terpilihnya Jokowi juga hasil dari pertempuran politik yang cukup mengerikan karena muncul beberapa dugaan akan adanya benturan-benturan di tingkat akar rumput. Begitupun juga mengundang beberapa pandangan kenapa tim relawan Jokowi-Jk begitu antusiasnya mengadakan hajat besar ini. Bahkan menurut beberapa pengamat politik aksi para relawan ini seakan-akan terlalu memblow up pelantikan tersebut. Padahal kita tahu gerbang tugas baru dibuka dan persoalan rakyat masih butuh sentuhan cerdas dari sosok presidem kita.

Acara yang sejatinya terlalu sensasional seperti ini sepatutnya dihindari dulu. Tentu saja karena kita bukan butuh pesta di Jakarta sedangkan di daerah lain kemiskinan dan keterbelakangan masih menghantui bangsa ini.

Boleh saja senang dan bangga karena presiden versi baru terpilih, tapi jangan telalu lah dalam euforia kemenangan tersebut. Bagi kalangan pro Jokowi-Jk tentu sangan bangga tapi bagaimana dengan kelompok lain?

Dalam bahasa Jawa dikenal istilah ojo dumeh dan falsafah itu sangat mengikat dalam dada. Maksudnya mbok ya jangan terlalu berlebih-lebihan jika dalam keadaan senang, karena di depan kita masih penuh persoalan.

Tak hanya istilah ojo dumeh, karena saya mengennal istilah "ngono yo ngono nangeng yo ojo ngono". Begitu sih boleh saja tapi ya jangan begitu.

Saya tidak menyangka jika revolusi mental yang sepatutnya mendudukkan persoalan sesuai dengan posisi dan porsinya, justru dengan adanya pesta ini seakan-akan semuanya sirna. Kita berpesta disaat kita perlu mawas diri dan mempelajari masalah masa lalu dan tugas rumah bsngda ini yang juga tidak ringan. Bukannya malah melupakan persoalan dengan pesta formalitas yang dibalut kesenangan semu bagi sebagian bangsa ini.

Ingat bangsa ini baru mulai membuka pintu, sedangkan di dalamnya penuh ombak dan prahara konflik yang semestinya dipahami secara bijak.

Revolusi mental bukan untuk senang senang tapi introspeksi dan mawas diri.

Salam

@metrolampung, 20-10-2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun