Mohon tunggu...
Muhamad Alfani Husen
Muhamad Alfani Husen Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNSIKA

Orang yang senang makan pecel lele, doyan rebahan, penggemar berat Squidward Tentacles

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Polemik RUU PKS dan Makin Meningkatnya Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

3 Februari 2021   13:29 Diperbarui: 3 Februari 2021   14:07 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivis Aliansi Gerakan Peduli Perempuan menggelar aksi menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) saat CFD di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (14/7/2019). RUU PKS dianggap masih bermakna rancu terkait budaya, agama, dan norma sosial di masyarakat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tidak ada tempat yang aman bagi perempuan, begitulah kita dapat mengungkapkan permasalahan kasus kekerasan seksual di Indonesia.

Kasus kekerasan seksual sepertinya sudah menjadi masalah yang lazim terjadi di Indonesia. Namun, permasalahan ini sampai sekarang belum dapat diselesaikan. Alih-alih menyelesaikan masalah, justru kasus pelecehan seksual tiap tahunnya sering mengalami peningkatan kasus. 

Hal yang menjadi permasalahan lain adalah perempuan sebagai korban seringkali disalahkan sebagai penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual. Mungkin kita masih mengingat kasus yang pernah menimpa ibu Baiq Nuril, seorang korban kekerasan seksual yang malah dipidanakan. Sedangkan, pelakunya sendiri melenggang bebas tanpa hukuman apapun.

Selain itu, menurut Komnas Perempuan minimnya proses hukum terhadap kasus kekerasan seksual diakibatkan karena aspek substansi hukum kita saat ini belum mengenal apa itu kekerasan seksual, apa pelecehan seksual, dan apa itu perkosaan.

Hal ini mengakibatkan negara menjadi gagap dalam memberikan keadilan terhadap korban kekerasan seksual.

Polemik RUU PKS

Aktivis Aliansi Gerakan Peduli Perempuan menggelar aksi menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) saat CFD di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (14/7/2019). RUU PKS dianggap masih bermakna rancu terkait budaya, agama, dan norma sosial di masyarakat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Aktivis Aliansi Gerakan Peduli Perempuan menggelar aksi menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) saat CFD di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (14/7/2019). RUU PKS dianggap masih bermakna rancu terkait budaya, agama, dan norma sosial di masyarakat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sampai saat ini masih menjadi polemik. Banyak pro dan kontra terhadap RUU ini, yang puncaknya RUU PKS ditarik dari prolegnas 2020.

Polemik ini terjadi karena RUU PKS dianggap sebagai RUU yang pro terhadap zina, aborsi, dan LGBT. Tapi kalau kita tarik lagi tentu anggapan ini sama sekali tidak berdasar, dan merupakan salah pemahaman terhadap sebuah undang-undang tidak dimasukkannya ketentuan hukum tentang zina bukan berarti undang-undang ini pro terhadap zina, LGBT, dan juga aborsi.

Ketentuan hukum tentang zina sudah diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Zina dalam KUHP dirumuskan sebagai kejahatan perkawinan. Pasal ini pun menjadi sebuah hukum pidana karena seorang yang melanggar pasal ini mengkhianati janji perkawinan dan ada korban disitu, jadi permasalaham tentang zina sudah clear diatur disitu.

Tapi apakah benar RUU PKS juga pro terhadap LGBT? Banyak yang menuding RUU ini sangat liberal dan berpotensi, tidak sesuai norma agama, dan pro LGBT. 

RUU PKS dianggap sebagai RUU yang liberal tapi kalau kita pahami secara mendalam. RUU ini sebagai payung hukum perlindungan terhadap perempuan, tentu sangat jauh dari kata liberal. Undang-undangan yang memberikan payung hukum yang kuat terhadap korban tentu ini sesuai dengan Pancasila yaitu pada sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. Anggapan RUU ini sebagai RUU pro LGBT juga sebuah kesalahan terhadap pemahaman RUU PKS, karena tidak ada satu pasal pun yang berkaitan dengan melegalkan LGBT dan sebagainya.

Isu lain yang sering menerpa RUU PKS yang terakhir adalah pro aborsi. Penolakan ini sama sekali tidak berdasar, dan bisa dikatakan salah pemahaman terhadap RUU PKS.  Dalam RUU PKS diterangkan bahwa pemaksaan aborsi merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual. Jadi, apabila seseorang memaksa orang lain untuk melakukan aborsi tentunya ini sudah masuk ranah pidana. Hal ini lantas disalah artikan oleh kelompok penolak RUU PKS dan menganggap RUU ini pro aborsi. Kita harus ingat bahwa RUU PKS bukan RUU sapu jagat yang mengatur segalanya, peraturan tentang aborsi sudah dibahas dan diatur pada UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Melihat banyaknya kesalahpahaman yang terjadi, bisa kita simpulkan bahwa isu dan kesalahpahaman terhadap RUU PKS diakibatkan banyak orang yang belum memahami isi dari RUU PKS itu sendiri.

Makin Meningkatnya Kasus Kekerasan Kekerasan Seksual di Indonesia

Salah satu alasan mengapa kasus kekerasan seksual selalu meningkat tiap tahunnya adalah dikarenakan belum adanya payung hukum yang kuat yang dapat menekan angka kekerasan seksual di Indonesia. RUU PKS diharapkan bisa menjadi sebuah jawaban untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual di Indonesia.

Angka kekerasan seksual di Indonesia tiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Pada 2017 terdapat 348.446 kasus kekerasan seksual, satu tahun berselang angkanya meningkat lagi menjadi 406.178, dan kembali meningkat pada 2019 menjadi 431.471 kasus.

HARI ANTI KEKERASAN PEREMPUAN INFOGRAFIS: Jenis-jenis Kekerasan Terhadap Perempuan ( Sumber: CNN Indonesia )
HARI ANTI KEKERASAN PEREMPUAN INFOGRAFIS: Jenis-jenis Kekerasan Terhadap Perempuan ( Sumber: CNN Indonesia )
Angka kasus kekerasan seksual di Indonesia masih akan terus bertambah apabila kita belum mempunyai payung hukum yang kuat untuk menekan kasus kekerasan seksual di Indonesia.

Bentuk kekerasan ranah pribadi menjadi permasalahan yang sering terjadi, sebanyak 75 persen kekerasan seksual terjadi diranah ini.

Terlebih fakta lain mengungkapkan bahwa kekerasan seksual terjadi diakibatkan oleh orang terdekat si korban, entah itu keluarganya maupun pacarnya. Permasalahan ini tentunya harus segera diselesaikan, apabila kita tidak ingin melihat angka-angka yang terus bertambah tentang permasalahan kekerasan seksual.

Dengan dimasukkannya kembali RUU PKS ke prolegnas 2021 saya berharap RUU PKS segera disahkan dan dapat menjadi solusi untuk menekan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun