Mohon tunggu...
Muhamad Alfani Husen
Muhamad Alfani Husen Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNSIKA

Orang yang senang makan pecel lele, doyan rebahan, penggemar berat Squidward Tentacles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya, Sebuah Kritik dalam Beragama

12 Januari 2021   14:54 Diperbarui: 12 Januari 2021   15:23 2492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya adalah sebuah buku yang ditulis oleh Rusdi Mathari atau biasa disebut Cak Rusdi. Buku ini, awalnya adalah sebuah tulisan berseri yang ditulis Cak Rusdi di situs mojok.com.

Kisah sufi dari Madura yang bernama Cak Dlahom ini dimuat oleh situs mojok.com sebagai serial Ramadan pada tahun 2015 dan 2016. Sejak pertama kali terbit serial ini sangat digemari oleh para pembaca mojok.com dan telah dibaca lebih dari enam ratus ribu pembaca. 

Tokoh didalam serial ini tidak hanya Cak Dlahom saja namun terdapat beberapa tokoh lain seperti Mat Piti, Pak Lurah, Pak RT, Romlah, Dullah, Bunali, Gus Mut dan tokoh lain yang meramaikan serial tersebut, yang kemudian kisahnya dibukukan oleh penerbit Mojok.

Didalam buku ini menceritakan tokoh utama yang bernama Cak Dlahom, dia adalah seorang duda tua yang tinggal didekat kandang kambing milik Pak Lurah, dia adalah seseorang yang dianggap gila oleh hampir semua warga kampung. 

Namun, hanya Mat Piti saja yang menganggap Cak Dlahom adalah orang yang istimewa. Cak Dlahom suka mengomentari atau memulai pembicaraan tentang subtansi beribadah dan beragama, tidak hanya itu tingkahnya yang kadang nyeleneh juga bisa dikatakan menjadi sebuah kritik terhadap kita dalam beragama.

***

Salah satu kisah menarik yang saya baca terdapat pada kisah yang berjudul: Dia Sakit dan Kamu Sibuk Membangun masjid.

Didalam kisah ini diceritakan bahwa istri Bunali meninggal karena gantung diri. Warga pun dihebohkan akan kejadian ini, malam itu pula istri Bunali dikuburkan oleh warga. 

Istri Bunali adalah seorang janda dan almarhumah bekerja sebagai pembantu dirumah pak Lurah. Istri Bunali memiliki seorang anak yang bernama Sakum, Sakum sudah dua tahun berhenti sekolah karena Istri Bunali tidak mampu membiayai sekolah Sakum. 

Dan karena hutangnya menumpuk di warung, ibu-ibu pun sering membicarakan istri Bunali. Para ibu-ibu juga tahu bahwa istri Bunali sakit-sakitan, namun tidak ada dari mereka yang peduli hingga akhirnya ia gantung diri.

Pada sore hari selepas ashar Cak Dlahom mengajak Gus Mut ke makam istri Bunali, tidak seperti sebelumnya Gus Mut biasanya hanya melihat Cak Dlahom komat-kamit dipinggir makam. 

Kali ini Gus Mut melihat Cak Dlahom menangis sambil meraung-raung didekat makam istri Bunal, " Ya Allah ampuni diriku... Ampuni orang-orang kampung ini..." 

Keesokan harinya Cak Dlahom mundar-mandir menggotong sekarung tanah lalu menumpahkannya di halaman masjid, pergi dan datang lagi melakukan hal yang sama dan seterusnya. 

Awalnya warga biasa saja melihat tingkah Cak Dlahom, sampai akhirnya mereka geram karena tahu tanah yang ditumpahkan depan halaman masjid adalah tanah kuburan istri Bunali. Pak RT yang hanya diam melihat tingkah Cak Dlahom akhirnya menegur.

"Cak, itu tanah kuburan untuk apa dibawa kemari ? " ucap Pak RT

"Tidakkah masjid ini butuh sumbangan untuk diperluas Pak RT ? " ucap Cak Dlahom

" Iya, tapi tidak butuh tanah Cak..."

" Jadi butuhnya apa? sumbangan uang? Sumbangan semen? sumbangan besi? Kayu?... Tanah ini dari kuburan janda Bunali. Dia menitipkan pesan agar tanah kuburnya disumbangkan ke masjid agar masjid ini bisa megah. Lalu apakah kita akan menolaknya?..."

" Bukan begitu Cak, kami tidak butuh tanah. Apalagi tanah makam, untuk apa? "

" Agar masjid kita diperluas, Pak RT. Agar kita bangga punya masjid besar dan megah. "

" Masjid kita sudah jelek, Cak. Perlu direnovasi...."

" Betul, Pak RT. Merenovasi masjid kini lebih penting ketimbang memperbaiki dan memperbagus kelakuan. Umat sekarang diajak tergantung pada masjid ketimbang masjid tergantung pada umat. Diajak membangun masjid, tapi membiarkan 0rang-orang seperti istri Bunali terus tak berdaya lalu mati. Diajak rela menyodorkan sumbangan kemana-mana untuk membangun masjid, tapi membiarkan Sarkum anak Bunali tidak sekolah dan kelaparan. Kita bahkan tidak menjenguknya. Tidak Pernah tahu keadaan mereka. Lalu apa artinya sesungguhnya arti masjid ini bagi kita? Apa ari kita bagi masjid ini?"

" Soal istri Bunali, saya sebagai Pak RT mengaku salah, Cak. Saya abai, saya minta maaf..."

" Sampean tidak salah, Pak RT. Kita semua yang abai. Kita semua yang salah. Kita semua lebih sibuk datang ke masjid ketimbang sibuk mengunjungi orang-orang miskin seperti istri Bunali. Kita rajin berdoa di masjid, lalu merasa bertemu dengan Allah. Padahal ketika Allah kelaparan, kita tidak pernah memberi makan. Allah sakit, kita tidak menjenguk..."

" Hati-hati bicara, Cak !!! " Dullah mencoba menegur Cak Dlahom. Tapi yang ditegur semakin ngoceh

" Kenapa, Dul? Apa kamu sudah lupa kitab-kitab yang diajarkan di pesantren? Apa kamu kita aku akan mengatakan Allah yang sakit? Allah yang lapar? kamu sebetulnya sudah tahu yang aku maksud bukan itu, tapi Allah yang selalu ada berada di sisi orang-orang kelaparan, berada di sebelah orang-orang sakit, berada di dekat orang-orang miskin, selalu menemani orang yang kalah dan dikalahkan. Tapi  kita? Kita terus membangun masjid. Terus berdoa di masjid. Terus mengurus diri sendiri, dan tidak segera menjumpai Allah pada orang-orang itu. Kenapa, Dul?"

Melihat cerita tersebut, mengingatkan kita kembali bahwa dalam agama Islam kita harus memahami konsep Hablumminallah dan Hamblumminannas. Dalam beragama, kita tidak boleh hanya berfokus untuk beribadah yang bertujuan untuk mengejar Allah. Tapi kita juga harus ingat, dalam beragama kita harus menjaga hubungan baik sesama manusia dan saling membantu satu dan lainnya. Kita terlalu difokuskan mengejar surga, yang akhirnya kita lupa bahwa Allah sedang berada didekat saudara-saudara kita yang miskin dan kelaparan.

***

Salah satu kisah lain yang menarik menurut saya juga terdapat pada kisah yang berjudul: Menjawab Fitnah, Memberi Maaf

Dalam kisah ini diceritakan terjadi sebuah isu nasional yaitu setelah Lebaran Romlah akan dinikahkan oleh Mat Piti. Romlah yang merupakan seorang kembang desa akhir-akhir ini sering diterpa isu miring karena kedekatannya dengan Cak Dlahom, bukan hanya itu, karena Cak Dlahom sering tidur dirumah Mat Piti pun menjadi sebuah keyakinan warga tentang adanya hubungan antar Romlah dan Cak Dlahom. Isu ini menjadi sebuah isu nasional di kampung sehingga menarik perhatian banyak orang mulai dari Pak Lurah, Pak RT, Dullah dan sebagian warga lain untuk menanyakan langsung kepada Mat Piti tentang kecurigaan warga terkait hubungan Cak Dlahom dan Romlah. 

Sampai pada akhirnya sebuah hal tak terduga terungkap bahwa ternyata Cak Dlahom ternyata adalah ayah kandung Romlah.

" Ya Allah, Cak. Maafkan kami telah memfitnah sampean, Mat piti, dan juga Romlah " ucap Dullah

" Apa yang harus kami lakukan, Cak, untuk menebus kesalahan dan juga fitah yang kami sebarkan"

Setelah Dullah mengatakan seperti itu Cak Dlahom melemparkan sebuah bantal kepada Dullah, dan memintanya untuk mengeluarkan semua kapas yang ada didalamnya. Dullah pun mengeluarkan semua kapas tanpa ada yang tersisa. Setelah semua kapas sudah berhamburan Cak Dlahom meminta Dullah untuk memasukannya kembali. Dullah pun tidak bisa menuruti apa yang diperintahkan Cak Dlahom kepadanya.

" Waduh, Cak, ya ndak bisa, Cak. Saya ndak mampu."

" Kenapa tak mampu, Dul ? "

" Karena banyak kapuk yang sudah berterbangan, Cak, dan saya tak bisa menjangkaunya."

" Begitulah fitnah bekerja, Dul. Ia berterbangan kemana-mana dan takkan mengembalikan sesuatu yang sudah berterbangan itu kepada keadaan sediakala. Ia akan hinggap dimana saja dan kamu tidak akan bisa menjangkau daya rusaknya. "

" Maafkan saya, cak..."

" Aku sudah memaafkanmu, Dul, jauh sebelum mulutmu mengucapkan maaf. Beruntung kamu karena aku mau menjelaskan duduk persoalannya. Bayangkanlah orang-orang yang telah jadi korban fitnah, tapi tak punya kesempatan dan kekuatan untuk menjelaskannya, maka fitnah terhadap mereka akan terus berkembang. Merusak pikiran kalian dan terus membunuh orang yang kalian fitnah."

Kisah ini mengingatkan kita pada peribahasa " fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan " hal ini juga dijelaskan pada surah Al-Baqarah ayat (191).

Berbicara fitnah tentu hari ini banyak sekali fitnah yang berstebaran, apalagi kalau kita melihat media sosial, banyak sekali hoax ataupun fitnah yang sering terjadi.

Tentu menjaga kata, entah itu dari mulut ataupun jari kita merupakan hal yang sangat penting. Kita harus berhati-hati ketika berucap atau mengetik sesuatu apakah itu bisa menyakiti orang lain dan apakah yang kita tulis itu adalah sebuah kebenaran.

Apalagi kita sebagai umat beragama sudah tentu harus menjaga ucap dan tingkah laku kita. Karena ketika kita sudah mengatakan sesuatu yang tidak benar terhadap orang lain, itu sudah menjadi fitnah, dan apabila fitnah itu terjadi ia akan hinggap dimana saja dan kamu tidak akan bisa menjangkaunya, dan akhirnya secara tidak langsung bisa membunuh orang yang terkena fitnah.

***

Dalam buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya menjelaskan banyak kisah  tentang persoalan beragama yang sering terjadi dilingkungan kita. Kita seringkali melakukan sesuatu yang dianggap benar, tapi ternyata itu salah.

Manusia terkadang sering merasa pintar, kadang juga merasa bodoh. Padahal dua-duanya pun mereka tak punya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun