Rumah dengan pekarangan tidak terlalu luas dan juga tidak terlalu sempit serta banyak bambu-bambu yang berserakan di samping rumah menjadi sambutan selamat datang di rumah Bapak Rohmad yang merupakan seorang pengrajin bambu di Desa Sumberrejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman. Aku bersama dengan temanku bertamu di saat matahari sedang di puncaknya. Terik, tetapi tidak terlalu panas karena Desa Sumberrejo sendiri berada di ketinggian 450 mdpl. Desa di tengah sawah dan sambutan warga yang ramah membuat suasana pedesaan di rumah Bapak Rohmad masih sangat terasa. Masih banyak juga ayam berkeliaran yang buang air besar sembarangan.
Tujuan kami datang ke rumah Pak Rohmad tidak serta merta hanya bertamu, tetapi juga untuk belajar mengenai kerajinan bambu. Sesaat kami sampai, banyak kerajinan-kerajinan bambu yang disimpan di sebuah ruangan dengan dinding kaca yang tembus pandang. Saat kami sedang mengagumi hasil tangan Pak Rohmad, tiba-tiba terdengar sebuah suara memanggil kami. Ya, itu adalah suara Pak Rohmad yang menyambut kami dengan hangat. Dengan segera kami melepas alas kaki dan bersalaman dengan Pak Romhad. Kami langsung dipersilahkan masuk dan duduk oleh beliau
Di luar ekspektasi kami, tiba-tiba dari dapur datang seorang ibu yang membawa makanan ringan dan minuman. Kalau boleh jujur jelas kami merasa senang karena perjalanan dari Pogung Empire, eh maksudnya daerah Pogung ke Desa Sumberrejo memakan waktu yang cukup lama sekitar 30--40 menit dengan lalu lintas yang tidak terlalu ramai. Namun, di balik rasa senang, kami juga merasa sungkan karena banyak makanan yang disuguhkan kepada kami. Ada gorengan singkong yang dibalut dengan tepung, ketan yang dipadukan dengan tempe bacem, lalu jajanan dari olahan tahu yang dipadukan dengan telur, serta opak. Oh iya, jangan lupa minumannya teh hangat satu cerek, tidak tanggung-tanggung kan.
Sambil mencicipi hidangan, kami mengobrol banyak dengan Pak Rohmad. Dari basa basi ringan hingga menanyakan tujuan belajar kerajinan bambu. Oh iya, Pak Rohmad tidak menjual paket workshop, tetapi jika ada yang ingin belajar mengenai kerajinan bambu beliau dengan senang hati akan membantu. Dengan jujur kami menjawab bahwa tujuan kami belajar kerajinan bambu karena salah satu program kerja KKN kami adalah menginisiasikan produk kerajinan. Dari situ Pak Rohmad mulai menjelaskan apa saja kerajinan yang beliau buat, bahannya, tekniknya, dan masih banyak lagi.
"Saya biasanya membuat kerajinan dari bambu dan lidi kelapa menjadi tas dan beberapa barang lainnya. Ini hasil kerajinan saya, Cuma ada beberapa soalnya yang lain akan digunakan untuk pameran di Gunung Kidul," jelasnya sambil menunjukkan hasil karyanya.
Tidak segan-segan beliau mengeluarkan hasil kerajinannya untuk ditunjukkan kepada kami. Cantik, satu kata yang terlintas di benakku saat beliau menunjukkan hasil kerajinan dari lidi kelapa. Saat itu aku berniat untuk membelinya karena menurutku harganya sangat murah, tetapi aku lupa dan baru ingat saat aku sedang menulis tulisan ini, sedih.
Setelah menjelaskan kepada kami secara panjang dan lebar, kami diajak untuk mencobanya secara langsung. Dimulai dari anyaman yang paling dasar, yaitu pola satu. Sebenarnya pola ini sudah sering diajakan ketika ada pelajaran seni budaya atau prakarya saat sekolah dasar hingga menengah atas. Saat diajari pola ini aku merasa senang karena aku bisa mengikuti dengan baik dan benar. Dengan bangganya aku mengejek temanku yang kesusahan dengan anyamannya. Namun, ternyata di pola-pola selanjutnya aku yang menjadi bahan ejekan temanku. Memang ya, bumi itu berputar, jadi jangan merasa bangga dan mengejek orang lain ketika kita sedang di atas, sedihnya.
Saat pola kedua, di situ lah kefrustrasianku mulai datang. Sebenarnya kalau dilihat-lihat pola itu terlihat sangat mudah. Tetapi saat mencoba buat sendiri, haduh hampir menyerah. Kalau kalian tau kipas sate, nah itu bentuk pola kedua ini. Terlihat mudah bukan? Jangan tertipu dengan tampilannya, karena itu sangat memusingkan. Berulang kali aku mencoba menganyam dan berulang kali juga anyamanku salah. Entah polanya berubah dari naik menjadi turun atau sebaliknya. Sampai-sampai aku diajari secara privat oleh ibu-ibu yang membantu Pak Rohmad.
"Ibu, aku nyerah. Susah banget," keluhku.
"Eh nggak boleh nyerah, ayo coba lagi," jawabnya yang mencoba menyemangatiku.
Dengan sabarnya, beliau mengajariku dari awal hingga akhirnya aku bisa menyelesaikan satu lembar anyaman. Tetapi tidak hanya sampai situ kefrustrasianku, pola ketiga ini tidak kalah memusingkan.
Kalian lihat saja, kalau dilihat memang sangat indah, tetapi saat mencoba membuat itu sangat memusingkan. Dari tahap awal harus membuat bangun segi enam, harus ada bangun segitiganya juga, hingga ada teknik mengunci. Tetapi, dengan sabarnya lagi, ibu mengajariku pola ketiga dari awal. Kalau boleh memberikan testimoni, kesabaran ibunya sungguh luar biasa luas. Kali ini hasil tutor dari ibu tidak membuat kecewa. Meskipun masih banyak salah, tetapi aku tidak menyerah. Ternyata temanku yang tadi saling ejek itu kesulitan dengan pola ketiga ini. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku ejek lagi dia. Kalian tenang aja, tidak ada hard feeling di antara kami dengan ejek-ejakan itu kok.
Setelah menyelesaikan pola ketiga, aku merasa punggungku sangat sakit. Aku langsung berdiri dan meregangkan badanku dan rasanya luar biasa sekali. Aku terkejut saat melihat jam, ternyata kami sudah menganyam selama dua jam setengah.
"Pantas saja penyakit jomponya datang, udah duduk selama itu," celetukku.
Selesai meregangkan badan, aku kembali memakan hidangan yang disuguhkan tadi. For your information, opak yang disuguhkan sangat enak. Sempat terpikir olehku dan temanku untuk membungkusnya diam-diam, agak kriminal ya. Kami beristirahat sebentar sebelum lanjut beberes hasil anyaman dan bahan-bahan yang digunakan tadi. Jam sudah menunjukkan pukul 17.15 WIB, kami berdiskusi dan sepakat untuk pulang setelah beberes karena sebentar lagi malam dan kami masih memiliki tugas yang menumpuk.
Selesai beberes, kami mengobrol sebentar dengan Pak Rohmad karena ternyata kami selesai pada pukul 17.20 WIB yang artinya waktu maghrib sebentar lagi akan datang. Karena takut terjadi sesuatu di jalan, kami mengulur waktu pulang sebentar hingga setelah magrib. Di luar ekspektasi lagi, saat sedang asyik mengobrol, ibu membawa keluar satu ceting nasi dari dapur dilanjut dengan lauk pauknya. Kami semakin merasa sungkan, tetapi juga senang.
"Mas, Mbak, ayo makan dulu. Maaf ya sederhana banget, ini ikan ambil dari kolam di belakang rumah," ujarnya sambil membawa lauk pauk.
Dalam hatiku, "Ya Allah, Bu. Sederhana gini juga kami udah ngerepotin banget."
Karena merasa sungkan dan semakin sungkan, kami langsung saja menyantap nasi dan lauk pauk yang sudah dihidangkan. Meskipun bagi Sang Tuan Rumah terlihat sederhana sekali, tetapi bagi kami anak kos ini sudah lebih dari cukup. Setelah selesai makan, kami langsung beberes kotoran piring bekas makan kami dan melaksanakan ibadah salat magrib di musala depan rumah Pak Rohmad. Dengan perasaan haru karena kami disambut dengan hangat di sana, kami berpamitan dan mengambil beberapa foto.
Sebuah rumah dengan pekarangan yang tidak terlalu lebar dan juga tidak terlalu luas serta suasana desa yang masih sangat terasa, kami benar-benar disambut dengan hangat oleh keluarga Bapak Rohmad. Semua sambutan benar-benar di luar ekspektasi, kami merasa seperti keluarga di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H