Resensi Novel Sukreni Gadis Bali
Identitas buku:
Judul novel    : Sukreni Gadis Bali
Pengarang    : A.A.Pandji Tisna
Penerbit buku  : Balai Pustaka
Tahun terbit   : 1936
Tebal buku    : 118 halaman
Salah satu penulis prosa angkatan pujangga baru, Anak Agung Pandji Tisna, lahir dari kalangan bangsawan Bali. Karya-karyanya hampir semuanya berkisah yang berada di wilayah Bali. Beliau meninggal dunia di Pantai Lovina pada tanggal 2 Juni 1978, dan lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Singaraja.Â
Dia meninggalkan tanda khas dalam buku ini. Novel ini cukup menonjol selain unik karena berlatarkan Bali yang memiliki cita rasa budaya tertentu, dimana agama hampir merasuki semua aspek kehidupan dan menguasainya.
Novel romantis fiktif ini menggambarkan bagaimana perempuan Bali dulunya berstatus rendah sehingga menjadi sasaran ejekan orang lain, khususnya bangsawan. Walaupun ini adalah kisah lama yang jelas berbeda dengan sekarang, namun tetap menunjukkan romantisme dan peradaban yang pernah ada di Bali.
Kisahnya dimulai dari sebuah kedai milik seseorang perempuan bernama Men Negara yang digambarkan menjadi perempuan yang tidak baik dan sangat mendambakan harta kekayaan dengan jalan curang. Men Negara adalah seorang wanita yang berasal dari Karangasem, dia adalah putri dari orang kaya. Dia datang ke Buleleng hanya dengan pakaiannya.Â
Dia meninggalkan daerah itu karena ada masalah dengan suaminya. Pada mulanya, Man Negara tinggal di sebuah rumah Haji dengan tanah yang sangat luas. Namun karena Men Negara bekerja keras dan hemat.Â
Bahkan , Man Negeri memiliki seorang anak di Karangasem yang ditinggalkannya. Di tempat barunya, ia melahirkan dua orang anak bernama I Negeri dan Ni Negari yang hitam cantik itu akhirnya warung tadi menjadi ramai dikunjungi para pemuda yang menaksirnya. Men negara juga pandai memasak, sehingga makanannya selalu populer di kalangan pekerja.
Suatu hari datang seorang laki-laki bernama I Gusti Made Tusan, dia adalah Menteri polisian. Orang-orang menghormati dan takut padanya banyak kejahatan telah berhasil diselesaikan Ini berkat kerja samanya dengan seorang mata-mata bernama I Made Aseman.Â
Suatu hari I Made Aseman mengetahui bahwa  Men Nagara telah menyembelih seekor babi dan memberitahu I Gusti Made Tusan. Dengan car aitu I Made Aseman berharap bahwa Men negara akan ditangkap dan dihukum supaya kedai ipar nya bisa mengalahkan kedai Men Negara. Namun hal itu tidak terjadi karena I Gusti Made Tusan melihat dan kagum kepadaka Ni Negari karena ucapan dan senyumnya
Suatu hari seorang gadis bernama Luh Sukreni datang ke Kedai Men Negara untuk mencari sengketa warisan I Gde Swamba dengan kakak laki-lakinya I Sangia yang telah masuk Kristen.Â
Menurut adat dan agama Bali, seorang anak yang berpindah agama tidak memiliki hak waris. Kedatangan Luh Sukreni membuat Men Negara dan Ni Negari iri dan cemburu. Menteri polisian tampaknya tertarik dengan Sukreni dan berencana menjadikan Ni Sukreni simpananya ,akhirnya Men Negara punya rencana jahat .Â
Suatu hari ketika Luh Sukreni kembali, Men Negara dan Ni Negari menerimanya dengan ramah, bahkan mengundangnya untuk bermalam dan Luh Sukreni menerimanya. I Gusti memiliki niat buruk terhadap sukreni dan meminta bantuan Men negara untuk mencarikan akal agar nafsunya pada gadis cantik itu dapat terpuaskan dengan meberikan janji uang yang banyak. Dan akhirnya dibantu oleh Men Negara dan Ni Negari Karna Ni Negari merasa bahwa kecantikkanya disaingi oleh Sukreni.
Setelah kejadian itu, Sukreni pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui. Tapi betapa terkejutnya Men Negara saat mengetahui bahwa Sukreni adalah anak kandungnya. I Sudiana, teman seperjalanan Sukreni, mengatakan Sukreni adalah anak kandung Men Negara. Ayah Ni Sukreni yaitu I Nyoman Raka, mengubah nama Men Widi menjadi Ni Sukreni.
Perubahan nama itu dimaksudkan agar ibunya tidak lagi mengenali Ni Sukreni. setelah tau hal tersebut membuat Men Negara sangat menyesali perbuatannya. Sukreni tidak kembali ke kampung karena malu dengan apa yang menimpa dirinya. Dia tersesat di suatu tempat. Namun, Pan Gumiarning yaitu sahabat ayahnya setuju menerima Sukreni untuk tinggal di rumahnya. Setelah itu Sukreni melahirkan seorang anak dari perbuatan jahat I Gusti Made Tusan, nama anak itu adalah I Gustam.
Tak disangka, Sukreni dan I Gde Swamba dipertemukan oleh takdir. I Made Aseman, yang saat itu menjalani hukuman di Singaraja, membantu mengatur pertemuan ini. Meski anak itu bukan anak kandungnya, I Gde Swamba berjanji akan membiayai hidup I Gustam. Gustam berkembang menjadi seorang pemuda dengan kepribadian kasar dan temperamen keras yang bahkan berani memukul ibunya. Dia mencuri saat dewasa hingga akhirnya ditahan oleh polisi. I Sintung, seorang perampok terkenal dan penjahat berat yang merupakan spesialis perampokan dan kejahatan, banyak mengajari I Gustam tentang cara merampok selama dia dipenjara.
Setelah bebas dari penjara, I Gustam membentuk kelompok dan I Sintung menjadi salah satu anak buahnya. Suatu malam, rombongan yang dipimpin I Gustam merampok kedai milik Men Negara. Namun rencana itu sudah ketahuan oleh aparat keamanan. Perampokan Men Negara mendapat perlawanan dari pihak polisi yang diketuai oleh I Gusti Made Tusan. I Gusti Made Tusan sendiri tidak mengetahui bahwa musuh yang dihadapinya adalah anaknya sendiri.Â
I Gusti Made Tusan baru mengetahui bahwa anaknya sendiri tewas setelah mendengar teriakan I Made Aseman, yang terjadi saat I Gustam hampir putus asa setelah terkena kelewang milik ayahnya. Ayah dan anak itu akhirnya pingsan dan meninggal dunia. Men Negara, sementara itu, berubah menjadi orang gila yang berkeliaran di desanya.
Ada beberapa hal yang menarik yaitu buku ini menyajikan budaya yang sangat khas dari Bali kita dibawa pada zaman dulu, sehingga wawasan pembaca akan bertambah dengan adanya cerita tentang budaya orang Bali zaman dahulu dan sejarah di Bali. Namun, ada juga kelamahan dari buku ini yaitu Bahasa yang sulit dipahami oleh pembaca dan ada hal yang belum diselesaikan seperti tokoh sukreni yang tidak muncul lagi setelah peristiwa pemerkosaan.
Kesimpulannya yaitu buku ini penting dibaca oleh semua kalangan karena dengan cerita ini bukan hanya inti sari dari buku ini saja tetapi juga kesimpulan bahwa pada zaman dulu di Bali bahwa wanita Bali itu memiliki derajat yang rendah sehingga bisa dipermainkan oleh siapapun terutama kalangan bangsawan. Bahwasanya sekarang telah berubah , apa yang dijelaskan dalam cerita ini yaitu penampilan jenis peradaban zaman dulu di negeri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H