Pasalnya, sebagian besar rakyat Indonesia masih menganggap bahwa setiap golongan kiri adalah komunis sehingga berimbas pada anggapan bahwa Thukul adalah komunis oleh karena aktivitasnya yang merujuk pada gerakan kiri (baca). Asumsi ini bukanlah tanpa alasan, sebab saya hampir selalu mengamati respon masyarakat terhadap setiap perayaan yang membawa-bawa nama aktivis '98 sebagai tema dan respon masyarakat terlalu menggelikan.Â
Pernah saya baca berita ini dan sukses membuat saya tersenyum geli. Â Pemahaman yang salah ini yang sepertinya dapat dibaca oleh Presiden Jokowi sehingga beliau kesulitan merealisasikan janji-janji kampanyenya. Apalagi Jokowi telah salah langkah dengan menuliskan captionInstagram pada Hari Lahir Panca Sila yang seolah-olah menjadi seruan terhadap anti-komunisme disertai dengan semangatnya mengucapkan "Gebuk PKI" pada pidatonya beberapa hari yang lalu.
Sehingga apabila Joko Widodo kembali bereaksi terhadap hilangnya Widji Thukul dan kembali mengintruksikan aparat untuk menggali kasus tersebut, lalu-lintas politik Indonesia akan kembali gaduh dan ini menjadi angin segar bagi musuh politik Jokowi, di mana isu mengenai yang kini sedang melekat pada dirinya akan berhembus semakin kuat dan berpotensi mengancam posisi politiknya.
Apabila kedua dugaan tersebut benar adanya, maka akan tercapai sebuah kesimpulan bahwa agaknya para keluarga korban kasus '98 yang hingga kini masih mengharapkan kepastian hukum dari Jokowi harus kembali bersabar untuk menunggu penyelesaian kasus mereka. Entah sampai kapan kasus ini selesai dan hutang negara terhadap kasus kelam kemanusiaan segera terlunasi, yang jelas mereka harus terus bersabar.
"Inilah Kata-Kataku Yang Pertama
Biarlah Negeri Ini Hancur
Sebab Negeri Ini Sudah Carut Marut Tak Karuan"
Sajak Tanpa Kata,
Widji Thukul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H