Mohon tunggu...
Mala Silviani
Mala Silviani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ihdinas shiraatal mustaqim.

Berusaha meluangkan waktu untuk menulis, karena dengan menulis saya tahu siapa diri saya sebenarnya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencari Etika Elite Politik di Saat Covid-19

5 Oktober 2020   09:48 Diperbarui: 5 Oktober 2020   11:43 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari terakhir ini Penulis kerap kali menjumpai kritikan mengenai isu tetap terselenggaranya pelaksanaan pilkada serentak. Baik kritikan yang disuarakan oleh pengamat politik, penstudi hukum, mahasiswa, aktivis atau bahkan ibu rumah tangga yang sedang belajar tabah untuk menjadi guru pengajar bagi anak-anaknya disaat wabah covid19. 

Penulis menemukan ada banyak narasi-narasi kontroversial di dalamnya, beramai-ramai menyatakan opini yang berbau kritik negatif, meskipun ada juga yang positif.

Hal di atas tak terlepas dari mengenai tetap dilaksanakan pemilihan pilkada serentak ditengah wabah covid19 ini. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa sebetulnya pelaksanaan pilkada serentak ini sudah diundur, dari yang seharusnya diselenggarakan pada 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Adanya perpu pilkada merupakan dasar hukum dari penundaan tersebut.

Sorak sorai menyambut perhelatan pesta demokrasi semakin mendekati harinya. Dalam hitungan hari, pesta demokrasi dalam hal yang saya maksud yaitu pemilihan kepala daerah yang merupakan ‘kasta’ kota sedang mendekati hari perhelatan yang akbar.

Situasi yang dialami dunia saat ini dengan adanya wabah Covid19 rupanya tak cukup mampu merubah budaya pesta demokrasi kita, budaya untuk berkampanye atau ‘mempromosikan diri’ kepada masyarakat yang menjadi target utama dalam pendorong suara bagi paslon yang bernafsu ingin ada di garda terdepan.

Dengan budaya yang identik tersebut, Penulis teringat atas apa yang disampaikan oleh ahli strategi perang dan mantan Perdana Menteri Inggris yaitu Winston Churchill, menurutnya di dalam jagat politik ada tiga rumus yang dapat dijadikan ‘jurus’ jika betul-betul seorang politisi itu menjadi seorang ‘petarung’ sejati, yakni dukungan harus dicari, peluang harus direbut, dan strategi harus jitu.

Dengan demikian, Penulis mulai memahami bahwa tidaklah mengherankan apabila di hari-hari mendekati pilkada para aktor-aktor politik tersebut memanfaatkan setiap kondisi maupun situasi sekecil apapun, dengan lihai para aktor tersebut membungkus kampanye promosi dirinya, bahkan di saat wabah Covid19 sekalipun demi misi utama yaitu mendapatkan simpatik dari rakyat.

Penulis atau bahkan masyarakat diluar sana mulai bertanya apakah hal tersebut diperbolehkan? Dalam ranah politik, Penulis melihat bahwa sebetulnya sah-sah saja mereka melakukan ‘Promosi diri’ dengan catatan apa yang mereka lakukan benar-benar mencapai titik persoalan rill di dalam masyarakat tersebut.

Namun, yang jadi persoalan etiskah disaat sedang terjadinya wabah Covid19 ini yang mana ditetapkan sebagai bencana nasional, para elit politik tersebut masih saja ‘mempromosikan diri’ kepada masyarakat dengan seringnya mengabaikan protokol kesehatan.

Di manakah etika politik para elit tersebut? Padahal jelas betul bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun