Sumatera Barat. Kawasan hutan jati yang dipercantik dengan hiasan lampu, pada Senin malam (06/1/2020), mulai dipadati masyarakat Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, yang ingin mendengarkan suara peradaban dari instrumen musik abad ke-8 yang dibawakan oleh Sound Of Borobudur.
Instrumen musik yang digunakan para musisi dan seniman yang tergabung dalam Sound of Borobudur adalah interpretasi alat musik dari relief-relief yang terpahat di Candi Borobudur sejak abad ke-8.
Sound of Borobudur diisi musisi senior Purwa Caraka, Dewa Budjana, Tri Utami dan 12 musisi lainnya, mereka tampil pertama kali di Dharmasraya memperdengarkan suara peradaban. Sound of Borobudur akan membawakan sejumlah lagu daerah dan lagu Indonesia dengan alat musik abad ke-8.
Butuh waktu tiga tahun untuk menginterprestasikan gambar alat musik yang ada di relief menjadi alat musik yang bisa dimainkan. Ada alat musik pukul, petik, perkusi, dan tiup, ucap Purwa Caraka, ketika memberikan keterangan di Dharmasraya, Senin malam (06/1).
Sedikitnya terpahat 45 jenis alat musik di pahatan dalam panel-panel relief candi. Senada dengan tulisan Trie Utami, adanya bukti instrument musik yang terpahat di Candi Borobudur sejak abad ke-8, ini membuktikan Borobudur pusat musik dunia bangsa kita mendahului bangsa Eropa 700 tahun dibidang musik, jika bangsa Eropa menyatakan kemajuan peradaban melalui sistem orkestra pada musik ansambel di abad 14, lanjut Purwa Caraka.
'Jika saja sudah ada perekam bunyi pada abad tersebut, maka kita bisa menyesuaikan bunyi pada alat musik ini. Interprestasi dari yang tergambar sekarang tanpa referensi bunyi apapun. Tidak ada juga yang mendengar pasti seperti apa bunyi alat musik ini ketika dimainkan pada abad ke 8, sambung Purwa Caraka.
Malam itu, tidak hanya alat musik abad ke 8 yang di interpretasikan, gerakan-gerakan tari yang ada pada relief-relief Candi Borobudur juga dihidupkan kembali oleh seniman tari yang tergabung dalam Sound of Borobudur.
Adalah Eko Pece atau Eko Supriyanto, penari yang juga koreografer yang menghidupkan kembali gerakan tari yang ada pada relief-relief Candi Borobudur. Eko Pece merupakan koreografer yang namanya dikenal secara internasional saat ditunjuk oleh penyanyi Madonna menjadi penata tari untuk konsernya di berbagai Negara.
Sound of Borobudur Movement
Gerakan kebudayaan memperdengarkan bunyi atau suara peradaban melalui musik sudah dimulai oleh musisi dan seniman. Sound of Borobudur Movement adalah gerakan kebudayaan berbasis upaya atas bukti yang tak terbantahkan sebagai tinggalan atas suatu pencapaian yang diwariskan secara berlimpah ruah kepada bangsa ini, tulis Trie Utami.
Saya terakhir berkunjung tahun 2011 ke Candi Borobudur, pada tahun itu, di sekitar Borobudur tidak saya temukan informasi tentang suara peradaban. Meskipun bahasan tentang relief-relief menyerupai instrument alat musik ini sudah dituangkan dalam bentuk skripsi tugas akhir Roosenani Kusumastuti, mahasiswi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1981. Tugas akhir mahasiswi UI ini juga yang menjadi titik tolak penelitian Trie Utami terhadap relief alat-alat musik di Candi Borobudur.
Sekarang, mengunjungi Candi Borobudur pastinya semakin menarik dengan adanya jejaring kegiatan dan program-program di kawasan Borobudur seperti: Sound Of Borobudur Exehibition Centre, Sound Of Borobudur Learning Centre (yang isi kegiatannya meliputi program pendidikan dan pelatihan musik kepada masyarakat, pelajar dan tamu pariwisata bagi pemandu wisata). Lalu ada program pelatihan berbasis Sustainibility Livelyhood di kawasan penunjang pariwisata seputar Borobudur, serta berbagai program lintas disiplin ilmu lain yang membunyikan suara peradaban Borobudur.
Merekam Peradaban Lewat Lomba Foto dan Video
Saat ini, bisa dipastikan setiap pengunjung Candi Borobudur membawa handphone yang memiliki kamera, ini adalah modal besar untuk merekam dan membunyikan bahwa Borobudur adalah pusat musik dunia lewat media fotografi dan video. Jika diselenggarakan, cakupan lomba Sound Of Borobudur bisa tingkat nasional hingga internasional, sebab, Borobudur juga dikunjungi wisatawan dari luar negeri. Artinya, gaung Sound of Borobudur sebagai pusat musik dunia akan semakin jauh dengan bukti-bukti dokumentasi foto dan video yang tersebar di flatform media sosial pengunjung.
Teknisnya, jika pengunjung Borobudur berhasil menemukan instrument musik pada relief-relief yang terpahat pada Candi Borobudur dengan bukti foto atau video yang diupload di platform media sosial yang telah disepakati, berikan apresiasi atau hadiah yang menarik kepada pemenangnya.
Memperdengarkan bunyi peradaban Borobudur bukan hanya tanggung jawab musisi. Lewat pariwisata sektor yang paling berdekatan dengan Candi Borobudur gerakan kebudayaan juga harus dimulai. Candi Borobudur tidak lagi dikemas sekedar Wonderful Indonesia dimana batu-batu bersejarah tersusun simetris dan di atas puncaknya kita bisa melihat pemandangan matahari terbit dan terbenam.Â
Borobudur adalah pahatan pustaka peradaban yang ditinggalkan para leluhur bangsa untuk dibaca, diamati dan diteliti oleh generasi sekarang dan akan datang. Pengelola dan pemandu wisata Kawasan Borobudur harus ikut membunyikan suara peradaban yang ada pada relief-relief Candi Borobudur kepada pengunjung.
'Suara peradaban Borobudur sudah dinyanyikan Trie Utami dan dawai bersejarah itu sudah dipetik kembali oleh Dewa Budjana sebagai pernyataan Borobudur adalah pusat musik dunia'.