"Maaf kalau menunggu lama" dengan nada yang terputus-putus lantaran detak jantung yang masih belum berirama dan keringat dingin perlahan keluar dari celah-celah kulitnya. "enggak apa-apa khuq.." dengan nada yang lembut, dengan mulutnya tertutup masker, tapi pancaran matanya tidak bisa menyembunyikan kalau dia sedang terseyum. "emang kita mau kemana ?" tanyanya. "sudah pokonya ikut saja, ayo nanti keburu malam", "iya deh, silahkan duluan".
Bintang-bintang pun tampak mulai terlihat semakin terang menghiasai langit malam.
Duaar.... Terdengar ledakan, ku  lihat kebelakang lewat sepion motor, kulihat motor Farida yang perlahan menepi, dan ternyata ban depan motornya meletus. Ku berhentikan motor ku dan ku hampiri dia.
Malam sudah agak larut, jarum jam di pergelangan tangun ku sudah menunjukkan pukul setengah Sembilan. Ku suruh Farida di sini menjaga motor, dan aku mencari tempat penambalan ban yang terdekat. Alhamdulilah dekat dengan rumah warga. Aku bentanya setiap ada orang yang ku temui. Tentunya dengan perasaan yang sangat cemas, buka lantaran gagal berkencan.Â
Namun gagal dalam mengungkapkan perasaannya, karena dia sudah menyiapkan kejutan special untuk Farida. baginya cinta buntuh kehalalan, buka sekedar ikatan palsu yang bernama pacaran. Melamar itulah yang akan ia lakukan.
Setelah mencari akhirnya ia menemukan tempat penambalan ban motor, namun sayang, pemilik bengkel tidak melayani di malam hari. Akhirnya ku putuskan untuk menitipkan motor Farida. lalu  ku  lanjutkan  dengan  Farida membonceng di belakang. Awalnya kita merasa canggung untuk berboncengan, tapi terpaksa karena keadaan yang mengharuskan itu terjadi.
Hingga sampailah dimana terlihat gemerlap lampu terpancar terang. Dan juga tak ketinggalan lampu warna-warni menghiasai setiap tempat jualan. Bahkan ada satu lampu besar yang mencorot ke langit sebagai iconnya. Suara lagu dan gemuruh orang berbaur menjadi satu. Berbagai macam wahana permainan ada disini.Â
Pasar malam inilah sebagai jawaban dari pertanyaan Farida. "Fa..." panggil Alvaro kepada Farida yang berjalan di sampingnya dengan wajah yang melihat kebawah dan tangannya seakan terikat di belakang.
Farida terlihat anggun dengan pakaian dan hijab yang serasi berawarna pink, di tambah tas kecil terlihat mungil disampingnya, "Iya..." jawab Farida dengan wajah melihat ke arah ku. "Aku mau nantangin kamu masuk ke rumah hantu, berani enggak..? dengan senyum dan tertawa kecil. "haaa... rumah hantu,..!!" dengan ekspresi yang terkejut. "takut iyaaa...?".Â
"Enggak, Cuma aku belum pernah masuh kerumah hantu aja, hehehe..", "makanya aku mau ngajain kamu masuk biar ngerasaiin sensasi menakutkan kayak apa" goda ku sekaligis salah satu sebagai rencanaku untuk membujuk dia agar mau. "iyaa udah deh enggak apa-apa", kulihat dari wajahnya dia akan ketakutan. Tapi aku justru merasa senang.
Akhirnya kami pun masuk di rumah hantu yang dari luar sudah terlihat menyerapkan, dengan tengkorak-tengkorang, pocongan dan wajah-wajah yang menyeramkan. Tidak jauh dari pintu masuk, kulihat Farida menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan. Dan dirinya agak mendekat dengan ku, di dalam cukup gelap kemerahan namun kami masih tetap bisa melihat. Semakin jauh melangkah Susana semakin menyeramkan, bahkan aku sendiri merasa ketakutan, tapi aku berusaha memberanikan diri.