Kabupaten Flores Timur (Flotim) adalah salah satu dari 22 kabupaten/ kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara umum, luas wilayah Flotim adalah 5.983,38Km2, dengan luas daratan, 1.812,85Km2 dan perairan, 4.170,53Km2. Letak Kabupaten Flores Timur, Â berbatasan langsung dengan Laut Flores di bagian timur, selatan berbatasan dengan Laut Sawu, barat dengan Kabupaten Sikka dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Lembata.
Ada tiga (3) pulau besar yang menjadi satu kesatuan wilayah Kabupaten Flores Timur, yakni Pulau Flores Timur Daratan, Pulau Adonara dan Pulau Solor. Sedikitnya, ada  sembilan belas (19) kecamatan yang tersebar di tiga pulau ini.
Penyebaran kecamatan di Kabupaten Flores Timur, diantaranya, Flores Timur Daratan ada Kecamatan Wulanggitang, Ile Bura, Titehena, Demon Pagong, Ile Mandiri, Larantuka, Lewolema, dan Tanjung Bunga.Â
Di Pulau Adonara ada Kecamatan Adonara Timur, Kelubagolit, Adonara, Witihama, Ile Boleng, Adonara Barat, Adonara Tengah dan Wotan Ulumado. Sementara di Pulau Solor, terdapat Kecamatan Solor Timur, Solor Barat dan Solor Selatan.
Tanjung Bunga adalah kecamatan paling timur di Pulau Flores Timur Daratan. Luas wilayahnya, 234,55Km2. Letak Kecamatan Tanjung Bunga, bagian timur, barat dan utara berbatasan dengan Laut Flores dan bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Lewolema.
Sedikitnya ada enam belas (16) desa se  Kecamatan Tanjung Bunga yakni, Desa Aransina, Bahinga, Bandona, Gekengderan, Kolaka, Lamanabi, Lamatutu, Laton Liwu, Laton Liwu Dua, Lewobunga, Nusa Nipa, Patisirawalang, Ratu Lodong, Sinamalaka dan Waibao.
Fokus tulisan ini mengangkat perubahan riil yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur jalan, dan listrik di Kecamatan Tanjung Bunga. Ruas jalan utama menuju ke Tanjung Bunga yang dulunya rusak parah, kini sudah berubah wajah, gelap gulita saat itu, kini warga boleh menikmati terangnya PLN.
Tanjung Bunga memang dikenal sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Flores Timur yang terisolir, lewat medialah, wilayah ini mulai diangkat, ramai diperbincangkan dan akhirnya menjadi pusat perhatian.
Saya sendiri mengenal Tanjung Bunga saat mengabdi sebagai staf guru pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Satu Atap Riangpuho tahun 2014-2015. Setelah sebelumnya dimutasi dari SMPN Satu Atap Watanhura, dan sempat dititipkan di SMPN Satap Wulublolong Solor Timur.
Malam sebelum ke Riangpuho, kami sudah sepakat untuk berangkat pagi-pagi buta dari Kota Larantuka. Selain jaraknya yang jauh atau kurang lebih 54,8Km, kondisi jalan yang rusak menjadi catatan khusus sahabat saya Amber Kabelen untuk harus konsisten dengan waktu. "Kalau kita lari cepat, bisa 3 jam, tetapi jika pelan, waktu tempuh kita bisa 4 jam", kata Amber kala itu.
Hari pertama di Riangpuho, bertemu dengan teman-teman guru di Riangpuho, juga warga di Riangpuho, saya langsung "mengeluh". Mengeluh soal jalan yang rusak yang kami lewati pagi tadi. Bagaimana tidak, kondisi jalan mulai dari Waimana 1 Desa Watotutu, Waimana II Halakodanuan (Kecamatan Ile Mandiri), Dusun Welo, Desa Painapang hingga sampai ke Cabang menuju ke Balukherin (Kecamatan Lewolema) kondisinya rusak berat.
Lubang menganga di sepanjang jalan.Pecahan aspal, tumpukan batu dan kerikil bertebaran disisi kiri dan kanan jalan. Genangan air bak kolam tidak dapat dihindari.
Parahnya lagi, setelah melewati Ebak Desa Bandona, satu titik aspalpun tidak ditemukan. Hanya ada tanah dan batu. Kondisi jalan ini bertahan sampai ke Riangpuho.
Tidak hanya itu, Perusahan Listrik Negara (PLN), yang mesti dicicipi oleh seluruh rakyat Indonesia,, sepertinya ada pengecualian untuk warga Tanjung Bunga. Mulai dari Ebak Desa Bandona seterusnya, ke Tanjung Bunga Barat, dan Utara, PLN tidak dikenal.
Air....? Kami termasuk mengalami kondisi sulit di mana sebelum ke sekolah, harus mandi dulu di kali.Untuk minum, harus ambil di kali.Â
Sumber air yang kami manfaatkan saat itu adalah di Kali Hera, Desa Bahinga. Kurang lebih 3km dari Desa Waibao. Gambaran kondisi inilah, Â Tanjung bunga pada ditahun itu, disebut sebagai wilayah yang terlupakan.Â
Kami tidak kalah dengan kondisi ini. Bermodalkan handphone, Â kami memotret dan memosting di Facebook, kondisi keterbatasan yang kami alami di Kecamatan Tanjung Bunga. Tentang jalan, listrik dan air. Ini kami lakukan disetiap akhir pekan saat berkunjung ke Kota Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur.
Ada Amber Kabelen, Tobias Ruron, Jemi Paun dan Wilem Kopong. Nama -nama ini yang sangat aktif mengefektifkan handphonenya untuk dokumentasi dan publikasi di Medsos berkaitan dengan kesulitan warga yang dialami di pelosok. Mereka ini jugalah, kemudian sebagai penggagas berdirinya Asosiasi Guru Penulis Indonesia (AGUPENA) Cabang Kabupaten Flores Timur hingga hari ini.
Tidak hanya di facebook, tulisan kami kemudian dikirim ke media online dan beberapa  koran lokal di NTT seperti Flores Pos dan Pos Kupang. Sebut saja pada edisi Selasa 26 Agustus 2019 atau kurang lebih sepekan berada di Riangpuho, Desa Waibao, tulisan kami terekspos di Pos Kupang pada Rubrik Jurnalisme Warga dengan judul "Ruas Jalan di Tanjung Bunga, Rusak Parah". Di hari yang sama, kami juga mengangkat tulisan di Media Online Weeklyline.net dengan judul "Jalan Aspal Dirusaki Gempa, Pemda Flotim Masa Bodoh".
Tidak berselang lama, tanda -tanda akan pembangunan jalan itu mulai nampak. Alat berat akhirnya dikerahkan dan menggusur ruas jalan yang rusak mulai dari Desa Watotutu, Kecamatan Ile Mandiri hingga Desa Halakodanuan. Kami membangun keyakinan itu, bahwa media dapat memengaruhi kebijakan.Â
Walau tidak sedikit nada sinis yang kami terima dari optimisme ini. Kami bukan putra asli Tanjung Bunga, tetapi niatan tulus, membuatkan kami yakin akan perubahan di masa yang akan datang.
Bersama rekan-rekan guru di SMPN Satu Atap Riangpuho, bersepakat dan terus mengangkat, mempublikasikan lewat media sosial terkait perkembangan pembangunan jalan di  menuju ke Tanjung Bunga, sambil juga memberi kabar akan titik ruas jalan yang harus membutuhkan penanganan serius.
Pembangunan tahap satu kala itu hanya sampai di ujung Desa Halakodanuan. Setelah itu tertahan.Lewat beberapa bulan Kemudian pembangunan dilanjutkan dari Desa Halakodanuan sampai di pertigaan menuju ke Desa Kolaka.Â
Pembangunan terus dilanjutkan dari Desa Bandona menuju ke Desa Waibao. Terakhirnya saat ini, pembangunan jalan dari Waiklibang ke Desa Bandona dan dari Desa Waibao menuju ke Desa Riangkeroko.
Sementara pada jalur lainya, hotmiks dari Cabang Singgah Raja menuju ke Lamanabi dan saat ini sedang dalam pengerjaan dari Cabang sebelum Lamanabi menuju ke Latonliwo.
Ruas, utama jalan di Kecamatan Tanjung Bunga, telah dihotmiks. Beberapa titik antar desa menuju ke Desa Kolaka dan lainnya, tentunya diharapkan juga mendapat perhatian untuk pembangunan.
Jalan dibangun, dan wajah desa berubah. Semakin cerah. Warganya semakin semangat sebab geliat ekonomi berkembang pesat. Hasil komoditi warga dengan muda dimobilisir ke pusat pasar.Â
Waktu tempuh semakin dekat. Akses pendidikan dan kesehatan semakin mudah. Juga akses wisatawan menuju ke obyek wisata alam dan wisata budaya di Kecamatan Tanjung Bunga semakin gampang.Â
Muara dari semua pembangunan ini adalah, adanya peningkatan kesehjateraan masyarakat.Tanjung Bunga saat ini sedang menggeliat dan berproses meraih sejahtera dengan dukungan infrastruktur yang memadai.
Masyarakat sejahtera, pemerintah bahagia. Bahwa, tujuan pembangunan yang sesuguhnya adalah demikian. Pemerintah memiliki kewajiban memenuhi hak warganya untuk sejahtera.Warga patut mengapresiasi dan memberi penghormatan selayaknya kepada pemerintah. Benar didukung, salah dikritik secara beretika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H