Kreativitas anak lahir, tumbuh dan berkembang, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan ruang kreasi. Semakin banyak titik strategis yang diciptakan sebagai ruang kreasi anak, mampu mengasah kreativitasnya.
Sekolah, tempat anak mengenyam pendidikan lebih nampak suasana formal. Anak belajar di kelas, dengan ukuran ruangan terbatas. Posisi duduk "kaku" dengan susunan meja dan kursi yang rapat. Pembelajaran dibatasi waktu yang ketat, dan guru mendominasi proses itu.
Anak kurang berani tampil di depan saat diberikan kesempatan, adalah salah satu indikator guru mendominasi proses pembelajaran di kelas. Guru mengkudeta ruang depan kelas, yang harusnya, menjadi medan siswa belajar. Membentuk keberanianya.
Kita butuh penciptaan ruang kreasi di luar kelas. Sebab pada ruang kreasi di luar kelas itu, anak akan berekspresi secara bebas, dan mampu meningkatkan kreativitas, keterampilan dan keberaniannya.
Jumlah pengunjung yang tidak kalah banyaknya datang dari anak-anak. Mereka senang, saat diajak orang tuanya berekreasi di obyek wisata. Selain mencari hiburan akhir pekan, motivasi mereka hadir di obyek wisata adalah mencari pengalaman sebagai bahan cerita mereka di kalangan teman-teman sebaya.
"Di obyek wisata ini, kamu sudah pergi kah belum? Kemarin saya diajak Bapa dan Mama ke sana, tempatnya bagus sekali". Kurang lebih demikian, percakapan diantara anak-anak seputar pengalaman mengunjungi obyek wisata. Termasuk banyak cerita lain yang dengan semangat akan mereka ceritakan.
Penulis memberikan beberapa pikiran  berkaitan dengan bagaimana menyiapciptakan ruang kreasi untuk anak -anak di obyek wisata.
Adanya panggung seni dan sastra, membuka ruang kepada anak-anak untuk bisa berkreasi. Misalnya, jika saat ini anak-anak wajib membayar tarif masuk ke obyek wisata, suatu waktu nanti, bisa digratiskan, khusus bagi anak -anak yang berani tampil di panggung itu. Anak bisa tampil membaca puisi, bernyanyi, musikalisasi puisi, berpidato, menari, berteater dan lain-lain. Di panggung itu pula, menjadi harapan akan lahirnya bakat anak dibidangnya masing-masing.
Di tempat wisata, anak-anak bisa dikelompokkan pada kelas jurnalistik. Bisa disiapkan, pendamping yang memahami dunia jurnalistik.
Tujuannya, adalah anak-anak bisa menulis pengalaman sederhana, saat berekreasi. Hasil karya tulis anak-anak, dapat dipublikasikan pada Majalah Dinding (Mading) di lokasi wisata atau diekpos pada website Dinas Pariwisata di daerah. Selain itu, penulis cilik yang tulisan diseleksi terbaik, diberikan identitas khusus dan tidak dikenakan tatif saat berkunjung ke obyek wisata.
Sama seperti kelas jurnalistik, anak-anak yang memiliki gawai, bisa dikelompokkan pada kelas fotografi. Pengelolah obyek  wisata, menyiapkan pendamping yang memahami dunia fotografi.
Tujuannya adalah, anak-anak bisa didampingi, menjepret keindahan obyek wisata, saat berekreasi. Hasil karya jepretan anak-anak, dapat dipajang di Majalah Dinding (Mading) pada lokasi wisata atau diekpos pada website Dinas Pariwisata di daerah. Selain itu, penulis cilik yang hasil jepretannya diseleksi terbaik, diberikan  identitas khusus dan tidak dikenakan tarif saat berkunjung ke obyek wisata.
Ini, cocok untuk anak -anak PAUD, TK dan SD. Mereka dapat diberi kesempatan untuk melukis dan mewarnai keindahan obyek wisata yang ia kunjungi. Karyanya bisa ditempelkan pada majalah dinding di lokasi wisata.
Jika ruang-ruang kreasi ini diciptakan, maka, tidak saja meningkatkan animo anak-anak untuk datang ke obyek wisata, tetapi menjadi media yang tepat meningkatkan kreativitas mereka. Tidak hanya itu, obyek wisata yang menerapkan ruang-ruang kreasi ini, akan menjadi tempat yang unik dan pilihan favorit wisatawan.
Salah satu indikator perubahan di sebuah daerah adalah, pemerintahnya berani melakukan terobosan yang tidak biasa. Tidak pada umumnya. Berinovasi. Semua sedang bergerak maju lewat inovasi-inovasi hebat. Kita tidak boleh kalah!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H