Mohon tunggu...
Maksimus Masan Kian
Maksimus Masan Kian Mohon Tunggu... Guru - Guru Kampung

Pria

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tunjangan Sertifikasi dan Profesionalisme Guru

23 Januari 2019   16:53 Diperbarui: 28 September 2022   08:24 3341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maksimus Masan Kian (dokpri)

Undang -Undang (UU) Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005, memberi ruang peningkatan kesehjateraan bagi guru dan dosen. Regulasi yang sudah diberlakukan kurang lebih empat belas (14) tahun yang lalu ini, secara tidak langsung meningkatkan martabat guru dan dosen.

Guru dan dosen diberikan pendapatan satu kali gaji pokok dengan mekanisme pembayaran per tri wulan atau setiap tiga bulan sekali selama satu tahun anggaran, dengan rincian triwulan pertama  Januari hingga Maret direalisasi awal April, Triwulan kedua awal Juli, Triwulan ketiga awal oktober dan triwulan keempat dibayar pada awal bulan Januari tahun berikutnya.

Sesuai Peraturasn Pemerintah (PP)  Nomor 30 tahun 2015, tentang kenaikan gaji  Pegawai Negeri Sipil (PNS), rata -- rata gaji guru yang menerima tunjangan sertifikasi besarannya diatas Rp. 2.000.000. 

Artinya dalam setiap triwulan, seorang guru yang sudah disertifikasi, diberikan penghasilan tambahan berkisar antara Rp.8.000.000 hingga Rp 16.000.000. Atau setara dengan Rp. 24.000.000 hingga Rp.60.000.000 dalam setahun.

Baca juga: 7 Dosen FTI UMBY Lolos Sertifikasi Microsoft Certified Educator (MCE)

Angka yang fantastik, jika jumlah uang ini hanya dimanfaatkan untuk membeli fasilitas pendukung kerja guru. 

Misalnya, beli laptop, beli buku sebagai bahan bacaan, alat praktek, membiayai sebuah  penelitian, berlangganan media informasi cetak, mengakses internet dan biaya lain dalam  proses peningkatan profesionalisme dan kompetensi guru.

Sayang, penambahan penghasilan guru dan dosen  belum memberikan korelasi yang positif dalam meningkatkan  profesionalisme dan kompetensi guru. 

Jarang (di daerah) kita menemukan guru  yang sudah disertifikasi memiliki fasilitas-fasilitas ilmiah  pendukung kerja, sebagai  salah satu indikasi guru profesional. Pendapatan tambahan yang diperoleh, belum dimaksimalkan secara efektif dan efisien.

Kondisi hari ini, demikian. Di sana sini, kita masih mendengar, melihat dan menemukan keluhan -- keluhan soal kesehjateraannya. Seolah, gaji pokok, tunjangan sertifikasi dan tunjangan -- tunjangan lainnya, belum mampu menunjang aktivitas dan kerja guru menjadi guru yang profesional dan berkompoten.

Baca juga: Ulama Tidak Butuh Sertifikasi Lagi

Yang diharapkan sebenarnya adalah, guru yang  mendapatkan tambahan penghasilan, pada pribadinya terdapat perubahan -- perubahan kinerga yang signifikan dalam upaya mendongkrak kualitas pendidikan. 

Padanya, lahir gagasan-gagasan baru, karya  yang baru, metode pembelajaran yang unggul,  dan tentunya,  bisa juga guru bersangkutan dapat menjadi tutor terhadap guru lain untuk banyak hal berdasarkan basic ilmu yang dimilikinya.

Tak hanya itu, kita akan menemukan adanya  perbedaan wawasan pengetahuan, dan pengalaman antara guru yang sudah disertifikasi dengan guru yang belum disertifikasi. Harus ada  hal-hal baru yang diberikan oleh guru-guru  yang telah disertifikasi, sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban guru terhadap pemerintah.

Ada faktor penyebab yang menimbulkan  kesenjangan antara penghasilan yang diterima dengan aut put dari menerima penghasilan tambahan tersebut. 

Faktor yang paling  dominan adalah, datang dari guru itu sendiri. Guru nampaknya, belum memahami secara baik apa manfaat tunjangan sertifikasi. 

Baca juga: Ingin Menjadi Welder Berkompeten, Ikuti Sertifikasi Ini

Untuk apa uang penghasilan tambahan yang diberikan ini dimanfaatkan? oleh kebanyakan guru belum memahaminya. Asas manfaatnya, masih jauh panggangan dari api.

Kondisi ini bisa jadi fatal,  karena prilaku boros akan dilakoni oleh guru. Apalagi, tidak ada orang atau lembaga manapun yang melakukan audit kepada masing-masing guru dalam pemanfaatan  uang sertifikasi.

Faktor lain yang masih bertalian erat adalah,  keterbatasan pemahaman guru akan konsep atau maksud dari " peningkatan profesionalisme guru". 

Kata profesionalisme guru perlu ada penjabaran. Dan masing -- masing memiliki alat ukur yang jelas, sehingga hasil simpulan dari sebuah penilaian bisa diketahui. 

Jika tidak maka, akan ditemukan, guru yang sebelum menerima tunjangan sertifikasi dan sesudah menerima tunjangan sertifikasi adalah sama. Tidak ada perubahan yang signifikan.

Tujuan luhur negara memberi penghasilan tambahan kepada guru, hari ini, belum mendapat balasan yang sepadan. Masih ada masalah. Guru penerima tunjangan sertifikasi kebanyakan, belum menjadi guru yang profesional.

Perlu adanya solusi atau jalan keluar. Pertama Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengukur kualitas  suatu program. Kualitas sebuah program semakin tinggi apabilah kriteria kriteria keberhasilan itu nampak, dan sebaliknya. 

Perlu diukur  tingkat profesionalisme dan kompetensi  seorang guru  sebelum dan sesudah menerima tunjangan sertifikasi. evaluasi memudahkan penemuan sebuah masalah untuk dicarikan jalan keluarnya. Evaluasi dimulai dari tingkat pusat hingga ke daerah.

Kedua perlu adanya regulasi yang jelas. Penjabaran akan standar -- standar  seorang guru yang profesional dan penjabaran akan kebutuhan-kebutuhan guru yang terkategori ilmiah dan layak diadakan sesuai dengan ketentuan menggunakan tunjangan sertifikasi guru perlu dilakukan. 

Hal ini penting untuk menegur guru, mengintropeksi dirinya, agar  kedepannya dapat memenuhi kebutuhan -- kebutuhan berdasarkan prioritas- prioritas belanja sesuai dengan batasan-batasan penggunaan uang sertifikasi, dalam meningkatkan profesionalitas guru.

Saat  evaluasi sudah rutin dan berjalan bagus, serta standar -- standar  untuk pengenaan kriteria guru profesional diperhatikan betul.

Maka, bukan tidak mungkin, pada suatu waktu nanti, perbedaan nilai nominal tunjangan sertifikasi tak lagi dilihat dari pangkat ruang dan golongan,  melainkan dari tingkatan perkembangan kompetensi dan profesionalisme guru berdasarkan standar -- standar yang ditetapkan.

Ketiga, Budaya malu harus ada pada guru penerima tunjangan sertifikasi. Tak menyebutkan satu persatu, namun realita guru belum memiliki budaya malu saat  selisih atau tidak tepat sasaran  menggunakan atau memanfaatkan tunjangan sertifikasi  guru tersebut. 

Uang sertifikasi digunakan untuk bangun rumah, hadapi pesta, belanja kebutuhan yang konsumtif, biayai sekolah anak, dan pemenuhan kebutuhan lainnya, adalah akumulasi dari prilaku yang tidak tepat dalam memanfaatkan uang sertifikasi.

Kondisi yang ada,  kontradiktif dengan tujuan esensial dari program sertifikasi yang diberikan oleh negara kepada guru dan dosen. Di titik ini, negara perlu melakukan evaluasi. 

Tidak untuk menghilangkan tunjangan sertifikasi guru, namun sebagai penertiban, agar tujuan dasar pemberian tambahan penghasilan ini bisa tercapai. Yakni, guru sejahtera dan berkompoten.

Guru harus merancang, apa harapan -- harapan atau hasil yang dapat diperoleh dari pemanfaatan uang sertifikasi. Disetiap realisasi uang sertifikasi, perlu ada planing membeli buku bacaan. 

Jika tidak memiliki laptop, bisa dibeli. Berlanganan majalah dan koran, aktif mengakses internet, terlibat dalam organisasi pendidikan dan ilmiah lainya, dll.

Jika rutin menyisihkan  uang untuk membeli kebutuhan -- kebutuhan pendukung  kerja, dalam kurun waktu dua atau tiga tahun, masing -- masing guru baik di desa maupun kota di rumahnya akan kita temukan perpustakaan mini, media tempat mengupdate diri dan kemampuannya.

Dan Kalau guru serius, dalam waktu yang tak lama, di media- media cetak baik koran maupun majalah, mulai bertengger tulisan-tulisan guru hasil dari menekuni bidang tugasnya, yang didukung oleh fasilitas hasil memanfaatkan uang sertifikasi tadi. Akan ada pemandangan kompetisi ilmiah antara guru yang satu dengan yang lain. 

Semua berlomba lomba berkarya meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya hasil dari pemanfaatan penghasilan tambahannya tersebut. Semoga!

(Maksimus Masan Kian/Sekretaris Umum PGRI Cabang Kabupaten Flores Timur, NTT)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun