Gerakan Literasi, menggeliat semenjak pemerintah mengambil peran pengembangan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia (RI) Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Wujud kongkritnya melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS).Â
Sekolah, terpilih sebagai lembaga yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam menggiatkan gerakan literasi. Hal wajib yang dilakukan siswa di sekolah, sejak GLS dikenal yakni, membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai. Sumber buku disiapkan guru di sekolah, juga dibawah siswa dari rumah. Judul buku bervariasi, bisa berupa fiksi maupun non fiksi.Â
Gerakan literasi melibatkan peran aktif siswa, Kepala Sekolah, guru, orang tua, juga lingkungan. Setiap komponen ini saling mendukung dan berkolaborasi untuk menghasilkan kreasi dan inovasi, memberi warna gerakan literasi di sekolah. Adapun  kreativitas gerakan literasi di sekolah diantaranya, membaca nyaring, meresume buku, menceritakan ulang buku yang dibaca, barter buku, pembuatan Majalah Dinding Sekolah (Mading), Buletin, hingga pembentukan komunitas literasi tingkat sekolah, dan berhasil membuat buku karya siswa.
Waktu berjalan, dan gerakan literasi kian mewabah. Tidak saja di lingkungan sekolah tetapi juga dimasyarakat dengan lahirnya Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Beragam sebutan untuk TBM diantaranya, Pondok Baca, Taman Baca, Warung Baca, Bengkel Baca dan lain-lain. Tempat seperti ini, biasa dikelolah oleh siapa saja yang peduli pada gerakan literasi. Mereka menyiakan tempat, menyediaakan buku dan secara sukarela mengkreasikan kegiatan literasi bersama anak-anak.
Gerakan Literasi yang terus berkembang membentuk kemudian membentuk jejaring persahabatan, kekerabatan dan toleransi antar sesama penggerak literasi, baik secara person maupun lembaga. Lewat Pustaka bergerak, sesama penggerak saling berbagi, mengapresiasi dan menguatkan walau satu dengan yang lain, tidak saling mengenal.
Penulis sendiri merasakan kedekatan dan ikatan emosional itu bersama sekian penggiat literasi di luar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebut saja, Jhon Lobo, Fifin Julia, Hendra Gunawan, Gramedia, Indra Rinaldi, dan lain-lain.
Jhon Lobo, Inisiator Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB) yang juga seorang guru di Mojokerto, lewat perkenalan di Media Sosial (Medsos) facebook, berani mengirimkan buku bacaan untuk Anak Flores Timur melalui kami kurang lebih 4.5 ton awal 2016. Saat itulah menjadi titik star kebangkitan gerakan literasi di Kabupaten Flores Timur.Â
Program Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB) kemudian dikreasikan Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Cabang Flores Timur, merambah hingga ke seluruh sekolah pelosok di Kabupaten Flores Timur. Agupena hadir dengan ole-ole buku, membagikan buku gratis, memotivasi mereka membaca dan menulis, melakukan pendampingan jurnalistik, menulis karya sastra, membaca buku bersama, mendeklamasikan puisi, berpidato, menggambar dan mewarnai hingga menulis karyanya dalam bentuk buku.
Komitmen dan konsistensi dalam gerakan literasi yang dilakoni Agupena Flotim berbuah manis.Kini, Kabupaten Flores Timur telah dideklarasikan sebagai Kabupaten Literasi oleh Bupati Flores Timur, Antonius Hubertus Gege Hadjon, ST pada tanggal 28 November 2018, bertepatan dengan Puncak Perayaan Hari Ulang Tahun (Harlah) Agupena Pusat ke 12 yang diselenggarakan secara nasional di Kabupaten Flores Timur.