Implementasi K 13 dimulai sejak tahun ajaran 2014-15. Entah kenapa kebijakan penjual buku teks yang semula bebas diubah menjadi terbatas di awal tahun ajaran 2015-16.
Bila buku teks K13 disebut  ilegal karena dijual pedagang buku lapak bukan penerbit pemenang tender. Padahal  buku K 13 termasuk BSE dan naskahnya bisa di-download bebas di website Kemendikbud.
Buku teks K 13 legal, bila penjual buku itu penerbit pemenang tender. Pembeliannya harus via online karena dianggap semua masyarakat sudah melek internet dan jaringannya di seluruh Indonesia  lancar. Dan, pembayaran buku pun via transfer bank.  Harga buku ditetapkan ada dua;  harga online dan HET dengan lima zona wilayah. Sampai saat ini belum ada penjelasan dari Kemendikbud implementasi harga online dan HET. Dengan HET apakah buku bisa dijual bebas seperti BSE KTSP?
Apakah  implementasi penjual buku teks terbatas dan online itu terealisasi baik? Tidak. Faktanya, buku sering terlambat tiba di sekolah. Itu  karena editing naskah terlambat belum lagi tender lelang juga molor seperti saat ini.  Belum lagi proses pembelian online sampai buku tiba di sekolah menimbulkan masalah tersendiri.
Pada  era BSE KTSP tidak ada lelang dan tidak ada pembelian online. Harga pun sudah dikontrol dengan HET.  Buku pun mudah didapatkan  masyarakat di pasaran. Dan, tidak ada kriminalisasi.
Bila pembelian buku teks pelajaran dihambat dengan birokrasi; harus tender, penjual terbatas, dan online, ini semua harus diubah. Â Karena keinginan masyarakat hanya satu bebas membeli buku teks pelajaran tanpa ada kriminalisasi di dalamnya. Indonesia Wake Up!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H