Uniknya, kejadian seperti ini hanya ada di Indonesia. Keberadaan buku teks pelajaran sangat sulit diperoleh di pasaran. Itu karena penjualnya pun dibatasi; hanya pemenang tender. Untuk membelinya pun harus melalui daring atau onlinealih alih untuk reduksi pungli.
Bila ada pedagang buku (tentu bukan pemenang tender) yang menjual buku teks di pasaran dipastikan dirazia polisi. Padahal yang dijual mereka buku teks pelajaran yang bertujuan mencerdaskan anak bangsa bukan buku Jokowi Undercover. Ini semua fakta dan sudah terjadi di lapangan.
Para pedagang dianggap menjual buku teks tanpa hak karena melanggar UU Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Di cover belakang buku tertulis “Barang Milik Negara, Tidak Diperdagangkan Bebas.”
Padahal uang untuk membeli HAKI buku teks tersebut oleh Puskurbuk dari para penulis buku berasal dari uang pajak. Uang pajak tentunya uang dari masyarakat termasuk dari pedagang kecil buku. Sekilas sepertinya sungguh sulit dan kejam memperoleh pelayanan pendidikan di negeri ini.
Apakah ini semua sesuai konstitusi UUD 1945; negara menjamin kebebasan penduduknya memperoleh pendidikan layak? Memperoleh buku teks saja sulit karena penjualnya dirazia polisi. Apakah ada kebebasan dan kelayakan? Silakan ditelaah sendiri.
Kemendikbud melalui Puskurbuk, Badan Standar Nasional Pendidikan(BSNP), dan LKPP (para stake holder ketersediaan buku teks) harus mengakhiri drama menggelikan penyediaan dan distribusi buku teks di Indonesia ini. Kembalikan sistem atau mekanisme distribusi buku teks pelajaran ke pasar bebas seperti distribusi BSE (Buku Sekolah Elektronik) KTSP era Mendiknas Bambang Sudibyo. Tidak ada pembatasan bagi penjual buku teks. Karena kata pembatasan hanya berlaku di era Orde Baru.
Tidak ada pedagang buku teks dirazia polisi karena naskah buku BSE KTSP bebas di-download di website Kemendiknas dan dijual. Harga buku juga murah karena sesuai harga eceran tertinggi (HET) sesuai SK Mendiknas. Masyarakat pun bisa memperoleh buku teks di toko buku baik besar maupun kecil dengan mudah.
Bagaimana alur kemunculan buku teks BSE KTSP saat itu? Puskurbuk membeli naskah buku dari pemenang lomba penulisan buku teks. Lomba ini sendiri biasanya digelar setahun sekali. Naskah buku teks yang menang sebelumnya sudah diteliti standarisasinya oleh BSNP.
Satu naskah BSE KTSP saat itu dibeli hak ciptanya nilainya sekitar Rp. 100 juta oleh Puskurbuk. Selanjutnya buku diedit dan di-lay out. Soft file buku dalam bentuk pdf selanjutnya di-upload di website Kemendiknas. Buku bisa dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) ditentukan melalui SK Mendiknas.
Maka buku teks tersebut bisa di-download masyarakat termasuk guru, wali murid, para penerbit besar maupun kecil, dan pedagang lapak buku untuk digandakan. Penerbit bisa menjual buku tersebut sesuai HET Kemendiknas tanpa lelang dan tender. Pembelanjaan buku oleh sekolah juga dengan dana BOS. Saat itu dominasi buku teks sekolah mahal tumbang.
DULU BEBAS, KINI TERBATAS