Mohon tunggu...
Makruf Solla
Makruf Solla Mohon Tunggu... profesional -

Nobody Perfect, I'm Just A Limitted Editions

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu, Malaikat Kasat Mata

6 Mei 2014   15:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:49 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13993379381805525464

[caption id="attachment_334915" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi Segiempat.com"][/caption]

***

Kasih Ibu Sepanjang Masa.

Setiap dari kita tentu pernah merasakan belai kasih sayang seorang ibu. Belai kasih yang begitu menenangkan. disaat gunda gulana memenuhi ruang rasa, disaat sedih, pelukan ibu begitu menengkan. Disaat harapan, disaat cita-cita, disaat perjuangan menuai hasil yang memuaskan, disaat kegembiraan memenuhi hari kita, sang ibu begitu mensyukurinya, sang ibu pula yang menyepi lalu khusuk memanjatkan doa pada Sang Klaliq. Dalam kondisi seperti apapun ibu menjadi sentral hati dan perasan kita. Ibu begitu berarti. Begitu tulus. Ibu segalanya bagi kita.

Kasih Ibu Tak Berpamrih

Seiring waktu berlalu, kita terlalu sering melupakan ibu. Urusan rumah tangga. Karier, popularitas, harta dan tahta tak jarang menjadikan kita alpa dan tak punya waktu untuk ibu yang kadang sendirian menjalani sisa hidupnya. Luangkan waktu untuk Ibu, berbaktilah kepadanya, selagi ia masih bersamamu di dunia ini. Jika sang ibu telah memenuhi panggilan Sang Khaliq, sungguh rasa sesal dihati begitu membekas. Sungguh. Anda tidak dapat membalas kebaikan sang ibu, sebab ibu begitu ikhlas, begitu tulus pada kita anak-anaknya.

Ibu Malaikat Kasat Mata.

kata yang paling dirindukan untuk diucap bibir bagi orang yang sudah ditinggal sosok sang ibu adalah, Mama. Jarang sudah kata itu saya ucapkan, kadang tetes air bening memenuhi dua mata hanya karena mengucap kata itu. disana rindu, disana harapan, disana suka, disana duka, disana kebaggaan, disana perlindungan.Dipangkuan sang Ibu. Sungguh saya ingin mendekati ibu, mencium punggung tangan itu, mengusap kaki itu.

***

Pulau Buton, 6 Mei 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun