Mohon tunggu...
Tri Makno
Tri Makno Mohon Tunggu... profesional -

laki-laki yang mencoba tidak ingkar janji

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Sontoloyo

23 Januari 2014   11:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangat menarik menyimak dua pandangan seniman Radhar Panca Dhahana di Sugeng Sarjadi Forum TVRI dan Sujiwo Tedjo yang menggap Demokrasi itu klenik. Kenyataanya demokrasi tidak menjawab tantangan kemajuan. Demokrasi menjadi pesta huru-hara media masa mengemas masalah, bahkan sekarang lebih cenderung lebih menjadi infotaiment politik. Berita politik bergeser dari perebutan CARA mencapai kesejahteraan bersama tapi menjadi liputan jatuh bangun aktor-aktor politik, apa yang produktif dari itu?

Bahkan Amerika yang bisa disebut sebagai model demokrasipun gagal menempatkan pandangan yang obyektif pada konflik Israil-Palestina. Demokrasi liberal, siapa yang kuat dia yang menang sangat mudah dibajak entah dengan kekuatan media yang membangun opini, atau intelejen dengan manipulasi pemilu ataupun dengan kekuatan modal membeli suara rakyat. Ruhut Sitompul selalu mengagungkan Suara Rakyat Suara Tuhan dan secara yuridis formal jelas mereka anggota DPR adalah pilihan rakyat, artinya merekalah suara Tuhan, namun bukankah suara rakyat itu dinamis ? dan lebih suara rakyat juga bisa bahkan sangat bisa dimanipulasi? (maaf mas johan budi, saya sepakat dengan desmon, suara anda seperti suara sudomo dulu).

Kedua seniman diatas tentu bisa diperdebatkan kapasitasnya, tapi paling tidak bagi saya, mereka mewakili nurani bersih. Ditambah kapasitas intelektual mereka, kedua tokoh itu bisa mewakili suara kebenaran. Seniman mempunyai tingkat rasa yang halus, mampu melihat sesuatu yang biasa kita leihat dengan cara lain yang lebih pas, lebih mengena (Maaf kaum agamawan, kadang kalian tejbak pada perebutan kekuasaan, suara anda kali ini saya tempatkan dibawah suara seniman).

Mas Radhar dengan tepat menengahkan teori pemerintahan plato. Wakil rakyat bukan mereka yang dipilih rakyat tapi mereka yang mempu, berkeahlian mewakili suara rakyat. Para pendiri bangsa telah sangat bijaksana menyikapi hal itu dengan menempatkan utusan dan golongan sebagai anggota MPR. Majelis tertinggi rakyat.

Menentukan kapasitas seseorang itulah yang sulit. ORDE BARU memanfaatkan itu dengan memilih anggota MPR dari orang-orang yang bisa dikendalikan. Bangsa ini akhirnya curiga dan frustasi dengan memotong habis keanggotaan utusan golongan dan kursi kekuasaan. Menempatkan rakyat yang sangat mudah dimanipulasi sebagi sumber kebijakan, dan melupakan falsafah dasar PANCASILA yang pada sila ke empat menyebutkan KERAKYATAN YANG DIPIMPIIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN PERMUSYARAWATAN PERWAKILAN. Makna perwakilan ini musti direduksi dengan tepat lewat dengan utusan golongan yang ahli di MPR.

Ramai di media terakhir dengan berita angel elga. Partai Politik dan rakyat yang Frustasi sangat mungkin mengirim wakil yang tidak berkemamuan, ada apa yang  bisa kita lakukan? Contoh mudah seperti diungkapkan JOKOWI, Jakarta telah penuh dengan perencanaan. Tata ruang yang dibuat oleh ahli, diperdebatkan dan di teliti dari berbagai aspek, namun jika peilihan rakyat pada pemimpinya mengabaikan tetek bengek rencana para ahli, kita bisa apa?

Faisal Basri menulis dengan gusar politik minerba. Namun media lebih asyik dengan berita infotaimen politik dan kita bisa apa?

jika masalah diberikan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancuranya. nyatanya rakyat tidak cukup kuat membendung povokasi politik uang dan intimidadi untuk memilih wakilnya yang AHLI.

mencoba menunaikan janji,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun