Pada saat bersamaan, perusahaan pun menerapkan sistem yang sejalan. Membuka pintu bagi calon pekerja baru hanya melalui platform digital.
Dengan begitu, seseorang cuma perlu mencantumkan URL akun LinkedIn-nya ketika "apply" atau mengunggah soft copy CV jika diminta.Â
Karena itu, ia sarankan kami untuk selalu memperbarui biodata LinkedIn sesuai dengan fakta yang sedang berubah dalam kehidupan profesional kami.
Benar memang, sepulang dari sana, saya selalu mengupdate informasi di akun ini. Di saat bersamaan saya amati, beberapa perusahaan Indonesia maupun asing yang berkantor di Indonesia, menerapkan sistem CV online untuk mendapatkan calon pekerja baru.
[caption caption="Bikin segera akun LinkedIn, atau, ketinggalan jaman? FOTO: business2community.com"]
2. Personal Branding
"Hampir semua profesional di Australia mencantumkan alamat akun LinkedIn-nya di Business Card (kartu nama). Sehingga seseroang yang menerima kartu nama sewaktu-waktu dapat melihat profil pemiliknya jika diperlukan," kata Dolores.
Saya tertegun. Jangankan mencantumkan alamat akun LinkedIn, membawa kartu nama saja tidak. Betapa kampungannya saya. Di Aussie kata dia, bertukar Business Card sangat berharga.
Berkembang budaya kerja di sana, setiap orang yang menerima kartu nama dari orang yang dijumpainya, ia lebih dulu luangkan waktu untuk memerhatikan informasi di kartu nama tersebut; bila perlu memujinya, baru masukkan ke saku.
Mencantumkan akun LinkedIn di kartu nama salah satu upaya personal branding, sebut Dolores, di samping mengupdate profilnya di medsos tersebut.
Jelas berbeda sekali dengan di negara berkembang seperti Indonesia, kartu nama sekedar pajangan, sebagian yang menghargainya.