Menumbuhgkan Tunas Toleransi: Merajut Moderasi Beragama Lewat Kurikulum PAI Yang Berpusat Pada Peserta Didik
Oleh: Alfianaja Maulana Ardika
Di tengah keragaman budaya dan agama yang mewarnai Indonesia, menumbuhkan tunas toleransi menjadi sebuah kebutuhan yang tak terelakkan. Salah satu pilar penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang harmonis dan damai adalah melalui pendidikan agama. Namun, kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang selama ini diterapkan di sekolah-sekolah masih dirasa kurang optimal dalam menanamkan nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama. Di tengah gempuran arus informasi dan globalisasi, Indonesia, dengan kekayaan budayanya yang memesona, dihadapkan pada tantangan krusial: menjaga toleransi dan moderasi beragama. Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai salah satu pilar penting dalam pembentukan karakter bangsa, memiliki peran sentral dalam menumbuhkan tunas toleransi dan merajut moderasi beragama.
Kurikulum PAI yang kaku dan berfokus pada hafalan belaka tak jarang melahirkan generasi muda yang kurang memahami esensi agama dan mudah terjebak dalam pemahaman sempit. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu ekstremisme dan intoleransi, yang pada akhirnya dapat menggerus keharmonisan bangsa.
Kurikulum PAI yang selama ini diterapkan, dengan pendekatan tradisional yang berfokus pada hafalan dan indoktrinasi, dirasa kurang optimal dalam merespon tantangan zaman. Lahirlah paradigma baru: Kurikulum PAI Berpusat pada Peserta Didik. Pendekatan ini bagaikan pisau bermata dua, mengantarkan generasi muda pada pemahaman agama yang mendalam dan toleransi yang tertanam kuat.
Mengapa Kurikulum PAI Berpusat pada Peserta Didik Diperlukan?
- Membangun Pemahaman Agama yang Komprehensif: Melewati batas hafalan, kurikulum ini menggali makna dan konteks agama secara menyeluruh, menghindarkan misinterpretasi dan pemahaman sempit yang berpotensi melahirkan ekstremisme.
- Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis: Siswa didorong untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi terkait agama, membebaskan mereka dari pemikiran yang kaku dan mudah terpengaruh ideologi ekstrem.
- Mempromosikan Dialog Antarumat Beragama: Interaksi dan dialog antarumat beragama menjadi kunci untuk membangun rasa saling menghormati dan toleransi terhadap perbedaan.
- Memperkuat Nilai-nilai Empati dan Kemanusiaan: Menumbuhkan rasa empati dan memahami penderitaan orang lain, terlepas dari keyakinan agamanya, menjadi pondasi penting untuk membangun kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah paradigma baru dalam kurikulum PAI yang mengedepankan peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Pendekatan ini menekankan pada pengembangan critical thinking, dialog, dan empati, sehingga tercipta ruang bagi siswa untuk menggali makna agama secara lebih mendalam dan membangun pemahaman yang toleran.
Penerapan kurikulum PAI yang berpusat pada peserta didik membutuhkan komitmen bersama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, guru, hingga orang tua. Dengan kerja sama yang solid, diharapkan tunas toleransi dan moderasi beragama dapat tumbuh subur di kalangan generasi muda, menjembatani perbedaan dan mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang lebih damai dan harmonis.
Berikut beberapa manfaat yang diharapkan dari penerapan kurikulum PAI yang berpusat pada peserta didik:
- Meningkatkan pemahaman siswa tentang agama dan nilai-nilai toleransi.
- Membangun rasa hormat dan toleransi terhadap perbedaan.
- Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis.
- Meningkatkan empati dan kepedulian terhadap sesama.
- Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Mari bersama-sama wujudkan kurikulum PAI yang berpusat pada peserta didik, demi menumbuhkan tunas toleransi dan merajut moderasi beragama di bumi pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H