Mohon tunggu...
Makhyan Jibril
Makhyan Jibril Mohon Tunggu... profesional -

Medical Doctor, Passionate Researcher and Writer, Enjoy dicussion and Brainstroming, Toward Future Leader, See you at the top :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dari Budaya Sampai Genetika di Krakow, Polandia

5 November 2012   14:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:56 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dari Budaya Sampai Genetika di Krakow, Polandia

Makhyan Jibril A

Penelitian Genetika

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa impian besar para insan inteketual masa kini yakni berhasil untuk ke luar negeri tuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Bersyukur sekali di akhir masa studi untuk meraih gelar sarjana kerdokteran, saya masih diberi kesempatan untuk bisa melaksanakan penelitian di Eropa, tepatnya di Krakow, Polandia. Tidak banyak mungkin yang mengenal Krakow sebelumnya, karena kota ini tidak lebih sering di ekspos pada media dibandingkan dengan Paris, Roma, Berlin, Amsterdam dan kota besar lainnya. Meskipun demikian, keindahan dari Krakow tidak kalah dari kota kota-kota tersebut. Dijuluki sebagai ‘’The  Capital of Central Europe Culture’’, Krakow memiliki berjuta cerita bersejarah mengingat kota ini juga pernah menjadi ibukota Polandia di abad ke 15 sebelum dipindah ke Warzsawa. Dengan wavel castle sebagai icon kota, setiap hari terdapat ribuan turis khususnya dari Eropa yang berkunjung dan berkeliaran di sekitar Rynek Glowny dan Old Town. Perlu diketahui bahwa Old Town Krakow merupakan kota tua yang ‘’sebenarnya’’, karena bangunannya secara eksterior masih asli dari abad 18. Padahal di kota lain, seperti di Warzsawa, old town merupakan replica yang dibangun sekitar tahun 1970 mengingat hamper semua bangunan telah hancur pada perang dunia kedua.

Prokocim Spitalz, begitulah nama rumah sakit tempat aku bekerja. Rumah sakit bersejarah yang merupakan hasil kerjasama dari Polandia dan USA. Meski rumah sakit ini dikhususkan untuk pasien anak-anak. Ternyata rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit terbaik yang mampu mengkolaborasikan kemampuan klinis dokter dengan kemampuan riset biomedik. Tak heran untuk melamar pekerjaan sebagai dokter di rumah sakit ini anda harus bersaing dengan ribuan dokter lainnya. Fasilitas untuk penelitian didalamnya pun juga tidak boleh diremehkan. Bahkan bisa dikatakan bahwa fasilitas penelitian di rumah sakit ini, melebihi lab sentral LSIH UB. Pada kesempatan ini saya berkesempatan untuk bisa melaksanakan penelitian di Departement of Transplantology Jaggelonian University. Bersama 4 tutor yakni Ela, Paul, Maciek dan Tomek, kita semua melaksanakan berbagai macam hal yang sebelumnya belum pernah aku lakukan di Indonesia, yakni teknologi rekombinan dan preparasi induced Pluripotent Stem Cell.

Tidak dapat dipungkiri bahwa  kemajuan zaman menuntut manusia untuk selalu berkarya demi mencipatakan kemaslahatan bersama. Begitu pula dengan riset, bisa dikatakan bahwa sekarang merupakan era genetika molekuler, penelitian bidang ini sangat diminati di berbagai belahan dunia. Bahkan bisa dikatakan bahwa jurnal jurnal dengan impact factor yang tinggi cenderung menuntut peneliti untuk melakukan penelitian pada level genetika molekuler. Karenanya, mendapatkan kesempatan untuk bisa meneliti disi merupakan suatu kebahagiaan tersendiri.

Pertama tama saya akan menceritakan terkait teknologi enzim restriksi dan isolasi DNA. Dalam rangka isolasi suatu gen yang terdapat dalam sebuah construct yang sudah jadi, diperlukan suatu pendekatan yakni dengan menggunakan enzim restriksi. Enzim restriksi akan berperan untuk memotong DNA sirkuler pada titik titik tertentu yang sesuai sehingga DNA tidak menjadi sirkuler lagi dan dapat di isolasi sekuens spesifik yang kita inginkan. Enzim restriksi sendiri memiliki banyak tipe dan site reaksi, sehingga kita dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan.

Dengan model konstruk seperti demikian, maka untuk mengisolasi gen serulean CFP dibutuhkan enzim restriksi bernama BamHI dan BclII. Dalam hal ini enzim tersbut akan bekerja untuk menghasilkan dua potong gen, yakni dengan 4000bp dan 500 bp. Untuk mengkonfirmasi apakah enzim restriksi telah bekerja dengan sempurna, digunakan metode elektroforesis horizontal dengan label ethidium bromide yang nantinya akan membuat gel hasil elektroforesis berpendar. Selanjutnya dengan pemberian DNA ladder, maka kita bisa membandingkan dan memperkirakan panjang basepair dari DNA hasil digesti enzim. Pada kondisi tersbut, kita bisa mengisolasi secara spesifik gen yang panjang basepairnya yang kita inginkan. Kami berhasil mengisolasi gen yang kami inginkan dengan memotong gel yang berisi sekuens basepair DNA yang terpanjang. Gel yang berbahan dari xxx ini perlu dilembekkan dengan waterbath dengan suhu 55° C untuk selanjutnya dilakukan reaksi PCR dengan primer forward dan reverse yang sesuai untuk ceruleanCFP. Hal ini dilakukan untuk

mengamplifikasi jumlah DNA spesifik pada sekuens tersebut, sehingga didapatkan jumlah DNA yang mencukupi untuk digunakan dalam reaksi rekombinan.


Mesin Imaging hasil Elektroforesis

Pada dasarnya, prinsip PCR ialah dengan cara denaturasi dari DNA sehingga DNA menjadi single strand pada suhu 90°,selanjutnya Primer forward dan reverse akan bekerja bersama DNA polymerase untuk sintesis DNA baru dengan bahan dNTP (Paket nukleotida yang dibutuhkan untuk membentuk DNA,  terdiri dari AUGC) pada suhu 60°. reaksi diakhiri dengan menurunkan suhu secara cepat menjadi 4°C untuk menghentikan reaksi.

Pada kesempatan ini, kita juga berkesampatan untuk menyaksikan reaksi rekombinan GFP-P2A-SNAIL. Salah satu proses rekombinan yang unik karena disini digabungkan 3 sekuens DNA yang memiliki fungsinya masing-masing. GFP merupakan protein label yang sering digunakan untuk mengevaluasi eksrpresi dari protein yang dipasangkan dengannya melalui mikroskop fluoresens. P2A merupakan suatu protein yang mampu di digesti oleh enzim yang diproduki ER sehingga nantinya GFP akan terpisah dengan SNAIL. Sedangkan SNAIL sendiri merupakan salah satu factor transkripsi yang berperan dalam pathogenesis kanker.

Dalam konstruksi GFP-P2A-SNAIL. Dilakukan berbagai macam tahapan. Diawali dengan kombinasi sekuens antara GFP dengan sekuens P2A. sekuens ini dibuat sedemikian sehingga memiliki 5’ sticky end pada sekuens GFP dengan flanking region AttB, sdangkan P2A memiliki 3’sticky end dengan Multisite. Pada penelitian ini juga dibandingkan antara penggunaan promotor CMV dengan Ubiquitin. Setelah sel ditransfeksikan kepada kultur sel kanker otot, sel diamati dengan mikroskop fluoresens. Dapat diamati bahwa sel yang ditransfeksikan dengan GFP,GFP-SNAIL,maupun GFP-P2A-SNAIL mengalami peningkatan intensitas warna hijau yang dihasilkan. Pada kasus ini dibandingkan antara GFP-P2A-SNAIL yang menggunakan promotor ubiquitin dengan CMV dan didapatkan bahwa CMV memiliki kemampuan promotor yang lebih kuat ditandai dengan tingginya intensitas fluoresensi sel.


Mesin Sequencing berbasis Mono Laser Detection

Untuk memastikan apakah memang terjadi peningkatan mRNA dari masing masing gen yang dikonstruksi. Maka dilakukan reaksi RT-PCR yang bertujuan untuk mengukur fluoresensi DNA  yang terbentuk setelah dilakukan reaksi PCR berkali kali. Proses ini nantinya akan merekam jumlah total DNA yang dihasilkan dari primer yang sesuai dengan reaksi, pada kesempatan ini kita mengevaluasi ekspresi factor transkripsi SNAIL. Didapatkan bahwa factor transkripsi SNAIL mengalami peningkatan yang signifikan pada kelompok promotor CMV, maupun pada vector yang dibentuk dengan P2A maupun tanpa P2A. hal ini membuktikan bahwa factor CMV ialah promotor yang poten, sekaligus pemberian P2A tidak akan menurunkan ekspresi SNAIL. Dengan demikian, P2A mampu menjadi kandidat pemisah protein target dengan GFP pasca transkripsi.

Foto Bersama Chief lab dan Teman riset satu Lab.

KRAKOW secara kultural

Uni Eropa menjadi salah satu kawasan yang cukup maju di berbagai macam bidang. Tak lain hal ini juga berkorelasi dengan adanya kerajaan terbesar yakni Kerajaan Inggris dan Romawi di masa lalu. Selain itu, era revolui industri yang menyebar di Eropa pada abad 19 membuat negara-negara disini mengalami kemajuan drastic secara ekonomi.

Terlepas dari pembelajaran di bidang penelitian, sangat disyukuri juga bisa belajar dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitar sini. Salah satu efek kultural yang akan sangat signifikan perbedaanya dengan Indonesia ialah masalah transportasi. Di Polandia, sejak abad 19. Tram menjadi kendaraan umum yang paling utama dalam menunjang mobilitas penduduknya. Sampai saat ini, tram tetap  menjadi pilihan utama disamping busway. Pada dasarnya, prinsip kejujuran dijunjung tinggi dalam transportasi ini. Bayangkan, bis dan tram tersebut tidak ada kernetnya. Anda hanya akan menemui mesin penjual tiket di dalam dan alat validasi tiket tersbut dan anda harus melakukannya sendiri. Tiket akan tersedia dalam hitungan jarak travel anda, mulai dari 15 menit, sejam, dua jam, tiket seharian penuh. Enaknya tiket tersebut bisa kita gunakan baik untuk tram maupun bis, sehingga sangat terasa praktisnya. Apabila anda merencanakan untuk tinggal di Krakow selama minimal sebulan, anda bisa mendapatkan tiket perjalanan sepuasnya dengan harga sekitar 50 zloty (150.000 rupiah) untuk pelajar.

Penggunaan tram dan bis untuk mengelilingi kota sangatlah mudah. Berbekal aplikasi jakdojade.pl untuk iPhone maupun android anda akan mampu mengelilingi kota hanya dengan menyebutkan nama halte pemberangakatan dan pemberhentian. Dengan jadwal keberangkatan yang biasanya tiap  5-10 menit sekali, menunggu kendaraan umum tidaklah membosankan. Selain itu, dengan aturan bahwa penumpang harus turun di halte. Penumpang tidak bisa se-enaknya memberhentikan bis atau tram seenaknya sehingga kemacetan bisa dihindari dan ketepatan jadwal kedatangan tram maupun bis tetap dapat dipertahankan.

Krakow sebagai Capital of Central European Culture memiliki berbagai macam jenis bangunan yang khas dan hanya ditemui di daerah sini. Kebanyakan bangunan memang dipertahankan dari zaman pertengahan sehingga originalitasnya masih terjaga. Tak heran, setiap harinya ada puluhan ribu turis yang berkunjung di daerah ini. Lokasi wisata

yang dikunjungi yakni mulai dari Kastil Wavel, Rynek Glowny, Puluhan Museum maupun wisata alam di Zakopane.


Wavel Castle                                                                Ojcow Castle

Kebiasaan Orang Polandia

Saya datang ke Polandia bukan sebagai turis, jadi mau nggak mau harus berinteraksi dengan orang Polandia. Dan terus terang masa-masa awal saya tinggal di Polandia tidak ngebetahin. Dengan penampilan saya yang jelas-jelas orang Asia dan tidak bisa berbahasa lokal, jelas saya terlihat beda dan ujung-ujungnya jadi bingung sendiri harus gimana. Ini dia kesan-kesan saya tentang orang Polandia:

1. Duuh.. mahal banget senyumnya!

Ini kesan pertama yang paling kelihatan. Sayangnya ini kesan yang buruk buat pendatang seperti saya. Tahu sendiri kan orang Indonesia itu ramah-ramah, apalagi sama orang asing. Sedangkan di Polandia, hhh.. hampir semua orang Polandia itu bermuka serius dan pelit senyum! Bahkan pelayan toko atau restaurant pun, meskipun mereka melayani permintaan kita dengan baik, tetap tanpa tersenyum. Wah, jadi orang Polandia tidak ramah ya? Kalau dibandingkan orang Indonesia, ya memang jauh dari ramah. Apalagi kalau kita bertanya yang agak bodoh, misalnya saya mengulangi pertanyaan yang sama (karena ingin yakin atau karena belum jelas), hampir pasti tuh saya dapat jawaban pendek agak jutek disertai muka yang seakan-akan bilang “kan sudah saya jelaskan tadi”. Hhh… bete juga.

Setelah agak lama tinggal di sini dan setelah banyak mendengar pengalaman teman-teman saya termasuk yang berasal dari negara lain, ya memang begitulah karakter orang


Polandia kalau belum kenal. Tidak ramah, tidak banyak basa-basi, tidak terlalu peduli dengan pendatang, dan memang susah senyum. Apakah ini karena pengaruh perjalanan panjang nan kelam bangsa Polandia: dipartisi selama 123 tahun, dihancurkan saat Perang Dunia II, diisolasi selama puluhan tahun atas nama komunisme? Bisa jadi, tetapi bangsa Indonesia juga sengsara di bawah penjajahan selama 3.5 abad + 3.5 tahun, nyatanya kita masih bisa tersenyum tuh.

Mengenai hal “pelit senyum” ini, ada orang Polandia yang menanggapi: mereka tidak merasa perlu tersenyum kalau memang tidak ada yang perlu disenyumi. Orang yang baik dalam hidup ini, menurut pandangan mereka, adalah orang yang serius, sedangkan orang yang banyak senyum adalah orang yang tidak serius. Jadi kalau kamu terlalu banyak senyum, mereka anggap kamu tidak serius, bodoh, atau bahkan sedang mabuk. Oww… no wonder we have such a culture shock here!  Pantesan di sini ada joke: untuk bisa bikin orang Polandia tersenyum dan menari bebas, kamu harus undang mereka ke pesta dan tunggu mereka mabuk dulu

2.  Kalau sudah kenal baik, wah.. jadi baik banget!

Yang nomor 1 tadi adalah karakter orang Polandia kalau bukan teman. Jadi berlaku untuk orang-orang yang akan kamu temui di bank, kantor pos, toko, restaurant, dll. Tetapi kalau kamu sudah make a good friendship dengan mereka, wow.. terlihat sekali perbedaannya. They will invite you to their place, cook food for you, ask you to join drinking with them, have a long chat with you dan tentunya jauh lebih ramah bahkan humoris. Jadi buat orang Polandia, treatment ke teman vs pelanggan itu berbeda sekali! Yang namanya consumer satisfaction buat orang Polandia itu ternyata tidak perlu melibatkan keramahtamahan, yang lebih penting adalah barang atau jasa tersedia sesuai yang diinginkan pelanggan. Konsep yang berbeda dengan di Indonesia kan? Kalau ditilik dari sejarah Polandia, kabarnya ini dipengaruhi dengan tradisi pelayanan publik yang super payah di masa  komunisme dulu. Pada masa itu, mana perlu pelayan merebut hati


pelanggan, yang ada pelanggannya yang berebutan ingin mendapatkan komoditas yang sangat terbatas.

Jadi begitulah. Kalau kamu punya teman orang Polandia dan dia baik banget, jangan pikir semua orang Polandia juga ramah seperti temanmu itu. Begitu juga kalau kamu datang ke Polandia dan ngelihat orang-orang Polandia kok pada serius dan kaku banget, gambaran itu akan berubah kalau mereka sudah jadi teman baik kamu.

3. Ternyata banyak juga yang tidak pede berbahasa Inggris

Sebelum datang ke Polandia, saya dengan lugunya berpikir kalau akan banyak orang Polandia yang bisa berbahasa Inggris. Bukankah Polandia sudah masuk Uni Eropa, bukankah Polandia termasuk negara Eropa yang cukup maju perekonomiannya? Ah, ternyata dalam hal satu ini, Polandia tidak beda jauh dengan Indonesia. Maksud saya, if you work in business, of course you’ll meet many Polish  colleagues who speaks English – just like most businessmen in Jakarta are able to speaks English. Tetapi kalau di tempat-tempat biasa: di pasar, kantor pos, apotek, dan di berbagai toko, susah benar mencari yang bisa bahasa Inggris. Bahkan resepsionis dan dokter di rumah sakit juga sering tidak bisa berbahasa Inggris.

Kemiripan lain: di tempat-tempat yang biasa seperti ini (maksud saya, bukan di RS atau Bank internasional yang punya banyak expatriates sebagai pelanggan mereka), kalau ada yang bisa berbahasa Inggris, seringnya tidak pede dengan bahasa Inggris mereka. Jadi mereka berbicara bahasa Inggris dengan kosa kata yang sederhana, diselingi dengan bahasa lokal bahkan bahasa isyarat, dan meminta kita bicara bahasa Inggris tidak terlalu cepat. Mirip kan dengan situasi di Indonesia?

4.  Selamat bertemu Babka, nenek penyayang yang super cerewet

Saya tidak tahu persis data statistiknya, tetapi Polandia jelas-jelas mempunyai komposisi demografi yang berbeda dengan Indonesia. Indonesia, seperti yang kita ketahui, punya piramida penduduk berbentuk segitiga: anak-anak dan remaja jauh lebih banyak daripada lansia. Well, di Polandia, cukup dengan melihat lingkungan sekitar, kita bisa menebak jumlah orang tua seimbang atau bahkan lebih banyak daripada anak mudanya.

Yang seru adalah nini-nini Polandia ini, dalam bahasa Polandianya disebut babcia atau babka. Para babka ini senang sekali dengan anak-anak kecil, saya sering lihat kalau mereka ajak ngobrol anak kecil (anak kecilnya sedang lewat atau duduk di sebelah mereka), memuji, bahkan kasih mereka permen. Tetapi kalau sama anak-anak muda di bus, wah.. galak, bo! Beberapa kali saya lihat mereka dengan teganya memarahi anak muda yang tidak mau memberi tempat duduk untuk mereka atau untuk anak kecil di bus. Kita nggak perlu ngerti bahasa Polandia deh untuk tahu si nenek itu sedang ngomel-ngomel. Jadi untuk yang masih muda, terutama laki-laki, mendingan langsung berdiri deh dan kasih tempat dudukmu kalau lihat ada babka yang masuk bus.

Nini-nini ini juga banyak yang berprofesi jadi pedagang kaki lima, biasanya berjualan bunga atau pakaian. Saya sering lihat mereka di area pasar rakyat. Kalau memang ingin beli jualan mereka, sebaiknya beli saja jangan pakai tawar-tawar. Selain kasihan, sangat mungkin kamu akan diocehin panjang lebar sama mereka kalau coba menawar. Ocehannya bukan marah-marah lho, tapi menjelaskan panjang lebar kenapa mereka kasih harga sebesar itu dan kaitannya dengan perjuangan kehidupan mereka, yang ujung-ujungnya membuat kamu merasa bersalah karena berani minta pengurangan harga kepada orang tua yang sudah sulit hidupnya

5. Birokrasinya ternyata 11-12 dengan Indonesia

Yang satu ini emang bikin geleng-geleng kepala. Dalam hal pelayanan jasa, ternyata Polandia juga hobi berbirokrasi alias tidak efisien waktu dan tenaga. Yang namanya mengurus surat-surat di kantor pemerintahan mereka ternyata memakan waktu lama. Yang namanya membuka rekening bank, apalagi untuk orang asing, ternyata banyak banget persyaratannya.

Yang paling menakjubkan, urusan reparasi rumah ternyata luaama banget pengerjaannya. Urutannya bisa seperti ini: kedatangan pertama, tukangnya datang ke rumah cuma untuk observasi dan mungkin juga ukur-ukur sedikit. Kedatangan kedua, mulai bongkar-bongkar sepetak kecil. Kedatangan ketiga, bongkar-bongkar bidang lainnya. Kedatangan keempat, baru memulai dengan material baru. Kedatangan kelima, proses finishing. Dan akhirnya baru benar-benar selesai pada kedatangan keenam. Dan itu hanya

untuk pekerjaan yang ukurannya hanya sebidang tembok. Tukangnya juga umumnya hanya mau bekerja sesuai work order hari itu. Jadi kalau hari itu pesanan tugasnya hanya memperbaiki lantai kamar mandi ya mereka tidak mau diminta mengecek keran juga, misalnya. Beda banget dengan di Indonesia.

Kalau inefisiensi biaya, paling terasa di urusan membeli mebel atau furniture. Perasaan di Indonesia, kalau kita beli furnitur itu sudah termasuk biaya rakit/biaya pasang dan tambah sedikit biaya untuk ongkos kirim. Di sini jatuhnya jadi costly banget: ongkos kirimnya lumayan mahal dan masih tambah biaya rakit lagi yang nilainya juga signifikan. Lho? Padahal di sini umumnya furnitur (lemari, meja, tempat tidur, dll) dijual dalam bentuk masih lembaran-lembaran papannya saja, jadi masih harus dirakit lagi sesampainya di tempat tujuan. Pantesan di sini jadi banyak yang terpaksa pintar merakit mebel

Ya itulah sedikit gambaran tentang sifat-sifat orang Polandia dari pengalaman saya. Kalau ada pengalaman yang berbeda, silakan di-sharing ya. Intinya sih, di manapun kita berada, ya mau nggak mau kita harus berusaha beradaptasi dan memahami kondisi lokal. Jadi catatan ini sama sekali tidak bermaksud menjelek-jelekkan orang Polandia lho, tapi hanya sekedar gambaran dari apa yang saya temui selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun