Mohon tunggu...
Makhyan Jibril
Makhyan Jibril Mohon Tunggu... profesional -

Medical Doctor, Passionate Researcher and Writer, Enjoy dicussion and Brainstroming, Toward Future Leader, See you at the top :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Transformasi BKKBN Menjadi Kementrian Kependudukan: Antara Harapan dan Tantangan!

8 Oktober 2014   05:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:57 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Mula Berdirinya BKKBN

Pengunaan KB dimulai ketika tahun 1950-an ketika para ahli kandungan berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan merintis Bagian Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Pada tahun 1957, didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana yang dalam perkembangannya  berkembang menjadi  Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang baru diakui departemen kehakiman pada 1967. Namun, pada era ini pelayanan masih dilakukan secara terbatas mengingat PKBI, sebagai satu-satunya organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan. Pada tanggal 17 Oktober 1968  dibentuklah  Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang bertransformasi menjadi BKKBN pada masa pelita I. Pada periode ini, gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB.

Pada tahun 1992, KB mendapatkan perhatian khusus dan masuk dalam  UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993. Pada era tersebut, kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Kabinet Pembangunan VI merupakan awal mula awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian Sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan  sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN. Meskipun demikian, pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No.  52  Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN  kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi. Program pengendalian penduduk melalui Keluarga Berencana (KB) mencapai puncak keberhasilan pada tahun 1994-1995. Namun setelah reformasi, program KB berantakan, bahkan di tahun 2010 terjadi kelebihan 3 juta penduduk dari proyeksi semula.

Harapan dan Tantangan Kementrian Kependudukan di Masa Depan

Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk mencapai 249.9 juta orang. Upaya menurunkan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang ditargetkan sekitar 1.11% pada tahun 2015 belum maksimal karena pada kenyataannya saat ini LPP masih tinggi yaitu sebesar 1.49% per tahun. Sedangkan Angka Kelahiran Total/TFR yang ditargetkan 2.11% pada tahun 2015, saat ini masih tinggi yaitu 2.6%. Fenomena ini mengakibatkan ledakan jumlah penduduk yang masih belum bisa ditekan secara optimal.

Pada tahun 2014, Presiden terpilih Joko Widodo menjanjikan untuk menangani dengan khusus issu Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) dengan membentuk Kementerian Kependudukan/Kepala BKKBN. Hal ini merupakan tantangan besar yang harus dipertimbangkan dengan matang. Mengingat ada beberapa isu besar yang perlu dikawal khususnya terkait bonus demograsi Indonesia yang diprediksi mulai 2020 sampai 2030. Kondisi di saat rasio atau beban ketergantungan Indonesia berada pada posisi terendah, yakni 47. Hal ini merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara sejahtera (welfare state) dalam 30 tahun mendatang.

14126973171847506482
14126973171847506482

Potensi bonus demografi ini memiliki syarat khusus untuk tercapai, yakni apabila jumlah angkatan kerja produktif seimbang dengan kualitas sumber daya manusia serta jumlah lapangan kerja di masa depan sehingga terjadi peningkatan produktivitas secara nasional. Namun, apabila kementrian kependudukan disalahgunakan atau dipegang oleh orang yang tidak tepat. Hal ini justru berbalik menjadi ancaman. Jumlah usia produktif yang banyak namun tidak memiliki kualitas dan produktivitas justru malah menjadi beban bagi pembangunan (demographic disaster). Hal ini akan makin diperberat dengan  perkiraan jumlah warga lansia (penduduk berumur di atas 60 tahun) yang akan terus bertambah dari 18 juta pada 2010 menjadi 80 juta pada 2050 di Indonesia. Dimana data Kementerian Sosial menunjukkan, 15 persen warga lansia di Indonesia hidup telantar, tak cukup makan, kekurangan sandang, dan tak punya tempat tinggal tetap.

Kedepan, untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, Kementrian kependudukan akan menghadai berbagaii macam tantangan. Kementrian kependudukan akan berperan strategis dengan terus berkoordinasi kepada kementrian pendidikan dan kebudayaan, kementrian tenaga kerja dan transmigrasi, kementrian perdagangan dan seluruh kementrian terkait untuk menyediakan pendidikan bermutu, pekerjaan yang memadai, dan pelatihan bagi kemandirian masyarakat dan bangsa. Target yang harus dicapai meliputi berhasilnya penduduk usia muda yang meledak jumlahnya untuk mempunyai pekerjaan produktif, meningkatnya kemampuan tiap tabungan rumah tangga untuk investasi lapangan kerja produktif, terdapat investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sdm manusia agar dapat memanfaatkan momentum yang akan dating dan berhasilnya diciptakan lingkungan yang memungkinkan perempuan masuk pasar kerja.

Selanjutnya, terkait peran BKKBN itu sendiri, jangan sampai transformasi di dalam Kementrian kependudukan terlalu fokus mengejar target bonus demografi namun melupakan fungsi utama BKKBN dalam pengendalian jumlah penduduk. Hal ini bisa disiasati dengan dibentuknya departemen atau badan yang berfokus pada persoalan KB  yang berada di bawah kementerian kependudukan. Pada dasarnya peran BKKBN perlu diperkuat dengan integrasi pada Kementrian Kependudukan, namun fungsinya dikembalikan seperti semula, yakni khusus menangani keluarga berencana (KB). Hal ini penting mengingat BPS memperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 320 juta jiwa pada 2025.

Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia sempat mencapai puncak keberhasilan pada tahun 1994-1995. Namun setelah reformasi, program KB berantakan, di akhir 2010 terjadi kelebihan 3 juta penduduk dari proyeksi. Hal ini terjadi akibat berbagai macam factor, salah satunya adalah tidak relevannya paradigma kesehatan untuk mengajak masyarakat untuk mengikuti KB. Program KB pada masa mendatang idealnya bukan lagi sebuah system yang bersifat pememaksaan, melainkan focus untuk menanamkan nilai-nilai pada masyarakat tentang makna membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Kedepan, adanya peleburan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ke dalam Kementerian Kependudukan diharapkan mampu membangun program KB didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Setiap kebijakan khususnya terkait KB perlu dilakukan sinergi kebijakan antarkementerian sehingga kebijakan mampu berjalan secara sinergis dan tidak ada yang saling bertentangan. Target yang harus dicapai meliputi peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata (target merekrut  4-5 juta peserta KB baru setiap tahun), mendorong  dan membina pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), meningkatkan minimal 1% pertahun peserta KB aktif, menurunkan Unmet Need (Keinginan untuk ber KB tapi tidak terlayani) dari 8.5% saat ini, serta menurunkan tingkat putus pakai/DO penggunaan kontrasepsi.

Dengan berbagai harapan dan tantangan kedepan. Kementerian Kependudukan harus fokus menyiapkan kajian dan analisis data serta implikasi kebijakan, memantau program Kependudukan strategis dan menyiapakan berbagai kajian, analysis data serta impikasi Kebijakan  yang perlu di ambil. Hal ini sangat penting supaya  Indonesia  kedepan mampu mengejar sasaran dan target serta ketertinggalannya, agar  Indonesia bisa mendapatkan Bonus Demography setidaknya pada tahun 2025 mendatang. Peran  Kementrian BKKBN  harus mampu mengantisipasi adanya Triple Burden (jumlah Balita, Remaja, Lansia yang bertambah banyak) sehingga akan menambah besarnya  beban  ketergantungan/dependency ratio yang menghilangkan kesempatan mendapatkan bonus demografi tersebut. Oleh karena itu, Menteri Kependudukan/ Kepala BKKBN yang akan dipilih nantinya harus langsung tancap gas, bekerja, sejak hari pertama.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2006, Profil Perkembangan Pelaksanaan Program KB di Indonesia, Jakarta:BKKBN

BKKBN, 2011, Tonggak Baru KB Nasional, Jakarta: BKKBN

Haryono. 2014. Kementrian Kependudukan Dinilai Strategis. http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=2012

Ivan Hadar. 2014. Capaian MDGS Kita. http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1957

Wita. 2014. Cegah Ledakan Penduduk Dengan Perbaikan Strategi KB. http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun