Namun, masalahnya tidak berhenti di situ. Meskipun gelombang suara dapat merambat melalui air, gelombang tersebut sering kali terdistorsi saat melewati lapisan air, terutama saat terjadi perubahan suhu, kepadatan, dan kadar garam, belum lagi arus dan pusaran air laut.
Namun, South China Morning Post (SCMP) melaporkan bahwa para ilmuwan Tiongkok telah mengatasi tantangan ini setelah puluhan tahun melakukan penelitian dan pengembangan. Rangkaian sensor baru tersebut telah terbukti andal dalam mendeteksi target terbang di ketinggian rendah saat digunakan di perairan dangkal.
Meskipun ada prestasi yang mengesankan ini, tim menemukan bahwa menggunakan teknologi ini, penyebaran di perairan dalam atau pendeteksian target di ketinggian tinggi masih mustahil.
Sebelum pengembangan, tim Institut Akustik Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (Chinese Academy of Sciences' Institute of Acoustics) percaya bahwa sebagian gelombang suara yang dihasilkan oleh pesawat yang terbang rendah akan menghantam dasar laut, memantul ke permukaan laut, dan kemudian memantul kembali.
Mereka percaya, sinyal ini bahkan dapat menempuh jarak yang relatif jauh. Jika sinyal ini dapat ditangkap, sinyal tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan dan arah target udara. Ini adalah ide sederhana di atas kertas yang terbukti sangat sulit dicapai.
Masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan
Menurut SCMP, pengujian teknologi tersebut menunjukkan bahwa sinyal palsu (false signals) merupakan masalah umum, yang secara drastis akan mengurangi kegunaannya. Namun, pengujian dan penyempurnaan yang ekstensif akhirnya membuahkan hasil pada tahun 2022.
Pengujian ini mendeteksi pesawat yang berada dalam jarak 10,5 mil (17 km) dari radar laut dalam; detektor memperoleh perkiraan posisi target dalam hitungan detik, dengan margin kesalahan kurang dari 0,6 mil (1 km).
Teknologi yang sangat rahasia ini belum terungkap hingga saat ini, dan akhirnya dipublikasikan dalam sebuah makalah yang telah ditinjau sejawat di jurnal akademis "China Acta Acustica" bulan ini. Meskipun berhasil, tim tersebut menunjukkan bahwa teknologi ini memiliki beberapa kekurangan yang serius, seperti jangkauan deteksinya yang relatif pendek, yaitu kurang dari 12,4 mil (20 km).
Teknologi ini juga tidak dapat mendeteksi pesawat yang terbang tepat di atas kepala. Tim saat ini sedang berupaya mengatasi masalah ini, tetapi tidak ada informasi terkini yang diungkapkan dalam makalah tersebut.