Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelusuri Nenek Moyang Etnis Hui di Tiongkok yang Mayoritas Muslim

6 Agustus 2024   10:37 Diperbarui: 6 Agustus 2024   10:38 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Tiongkok secara resmi diakui ada 56 etnis, dan etnis Han menjadi mayoritas, yang lain menjadi minoritas. Diantaranya etnis Hui yang paling banyak tersebar. Meskipun etnis Hui sebagian besar tinggal di Daerah Otonomi Ningxia Hui, masih banyak pemukiman Hui di seluruh negeri Tiongkok.

Dalam sejarah bagaimana kelompok etnis Hui muncul? Sejak dibukanya Jalur Sutra/Silk Road pada Dinasti Han Barat (tahun 202 SM- tahun 8 Masehi), khususnya pada Dinasti Sui (tahun 581-618) dan Tang (tahun 618-907), "perdagangan pedagang Hu"* telah mencapai kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejumlah besar karavan Arab, Persia, dan Muslim datang melalui Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim. Melakukan bisnis di Tiongkok.

* "Hu" adalah nama yang digunakan orang-orang dari Wilayah Barat Tiongkok pada masa Dinasti Wei, Jin, Selatan, dan Utara. Tentu saja, para pedagang yang melintasi gurun dari Wilayah Barat ke Dataran Tengah disebut "Shang Hu" atau "Pedagang Hu". Faktanya, para pedagang Hu memainkan peran penting dalam Jalur Sutra yang menghubungkan pertukaran budaya Timur dan Barat kuno. Baca:

Jalur Sutra Maritim Kuno - Ajang Pertukaran Budaya

https://www.kompasiana.com/makenyok/58466f4dbc937341048b4574/jalur-sutra-maritim-kuno-ajang-pertukaran-budaya?page=2&page_images=1

Silk Road, nama yang indah dan penuh warna. Namun jalan dengan nama indah ini penuh bahaya dan kegelapan. Terpaan angin dan pasir, lingkungan dan perjalanan yang panjang dan keras, serta sering munculnya pencuri/begal yang tiada henti membuat perjalanan melintasi Jalur Sutra menjadi tidak menentu. Namun, semua bahaya yang panjang dan tidak dapat diduga, tetap tidak dapat menghentikan keinginan Pedagang Hu untuk pergi ke Dataran Tengah (Tiongkok daratan) untuk mendulang emas (mencari cuan).

Sumber: sohu.com
Sumber: sohu.com

Pertukaran ekonomi dan perdagangan menyebabkan banyak pengusaha muslim berimigrasi ke Tiongkok. Saat itu, perjalanan pulang pergi dari Arab ke Tiongkok memakan waktu sekitar dua tahun. Saat itu, masyarakat menyebut fenomena pengusaha asing yang tinggal di Tiongkok tanpa kembali ke negara asalnya lagi disebut "Zhu Tang atau tinggal di negara Tang dinasti"

Ribuan Muslim tinggal di tempat-tempat pelabuhan penting seperti Chang'an, Guangzhou, Yangzhou, dan Pulau Nanhai. Pemukiman pedagang semacam ini disebut "Fanfang"*. Di pemukinan ini ada panti jompo, pasar, kuburan, dan masjid, di Fanfang ini ada seorang pemimpin yang dipilih oleh masyarakat ini yang disebut Fanzhang.

* Fanfang merupakan tempat berkumpul dan tempat tinggal ekspatriat asing (terutama Muslim) di Tiongkok pada masa Dinasti Tang dan Song. Fanfang diakui oleh pemerintah dan ditetapkan sebagai pelabuhan perdagangan luar negeri penting di sepanjang pantai, seperti Guangzhou, Quanzhou, Hangzhou dan lainnya tempat. Pada abad ke-9M, kawasan pemukiman asing bernama Fanfang dibentuk di selatan Guangzhou dan Jalan Guangta di tepi utara Sungai Mutiara. Quanzhou Fanfang berada di selatan kota, dan Hangzhou Fanfang berada di timur kota di Gerbang Qingtai.

Karena perhatian dan dorongan aktif dari Dinasti Song, momentum para pedagang Arab dan Persia yang datang ke Tiongkok untuk berdagang terus membanjir. Jumlah umat Islam yang menetap di Tiongkok semakin hari semakin meningkat mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu. Beberapa dari mereka membawa istri-istrinya disebut "Pusaman/Bodhisattva"* atau wanita Muslim. (* Pusaman/Bodhisattva adalah karya Wen Tingyun seorang penulis pada Dinasti Tang). Ada juga  dari mereka yang menikahi wanita Han di Tiongkok, dan anak-anak mereka yang lahir di Tiongkok disebut "Fanke" atau "pribumi blasteran".

Pada tahun 1114 di Dinasti Song Utara, terdapat banyak Fanke yang telah tinggal di Tiongkok selama lebih dari satu generasi. Oleh karena itu, Dinasti Song Utara juga secara khusus mengeluarkan "Hukum Warisan Fanke Generasi Kelima" untuk menyelesaikan masalah pembagian warisan mereka di Tiongkok.

Meskipun demikian, para Fanke ini selalu dianggap sebagai ekspatriat asing, dan urusan politik serta agama semuanya ditangani oleh Fanzhang.

Melalui perdagangan, umat Islam yang datang ke Dinasti Tang untuk hidup lama ini ada yang memperkirakan adalah asal muasalnya etnis Hui di Tiongkok. Setelah Pemberontakan An Lushan pecah (Tahun 755-763)*, negara Khalifah dan negara-negara Wilayah Barat Tiongkok lainnya (sekutu Tang) mengirimkan pasukan untuk menangani pemberontakan tersebut, dan kemudian semuanya terselesaikan pemberontan di Dinasti Tang ini.

*Pemberontakan An Lushan adalah perang saudara di Tiongkok yang berlangsung dari tahun 755 hingga 763, sekitar pertengahan Dinasti Tang (618--907). Pemberontakan ini dimulai sebagai pemberontakan komando (militer) yang berupaya menggulingkan dan menggantikan pemerintahan Tang dengan dinasti Yan. Para pemberontak berhasil merebut ibu kota kekaisaran Chang'an setelah kaisar melarikan diri ke Sichuan, namun akhirnya menyerah pada perpecahan internal dan serangan balik oleh Tang dan sekutunya. Pemberontakan ini berlangsung selama masa pemerintahan tiga kaisar Tang: Xuanzong, Suzong, dan Daizong.

Menurut Kitab sejarah "Zizhi Tongjian"*, pada tahun kedua pemerintahan Kaisar Suzong (tahun 757) di Xi'an, tentara sekutu Tang dari Beiting dan Bahanna menyerang hingga ke Liangshan dan kemudian ke Fengxiang (daerah barat laut Tiongkok).

* Zizhi Tongjian adalah sebuah kronikel yang diterbitkan pada masa dinasti Song Utara yang memberikan catatan sejarah Tiongkok dari tahun 403 SM hingga 959 M, mencakup 16 dinasti dan mencakup hampir 1400 tahun. Teks utama disusun menjadi 294 gulungan, masing-masing setara dengan satu bab --- berjumlah sekitar 3 juta karakter Mandarin (Hanzi).

Saat itu, sebagian besar wilayah Asia Tengah seperti Bahanna masuk Islam di bawah kekuasaan Kerajaan Khalifah, sehingga sebagian besar tentara dari Wilayah Barat tersebut beragama Islam.

Setelah berhasil memadamkan pemberontakan An Lushan ini, para prajurit ini mungkin merasa nyaman dengan kebajikan dan kekayaan Dinasti Tang. Banyak dari mereka menetap di negara Dinasti Tang, dengan mayoritas tinggal di Shaanxi dan Gansu.

Pasukan Arab dikirim ke Tiongkok untuk membantu Dinasti Tang memadamkan Pemberontakan An Lushan,  mereka memberikan kontribusi besar terhadap pemulihan ibu kota timur dan barat, akhirnya mereka seluruhnya menetap di Chang'an (Xi'an).

Konon untuk memenuhi kebutuhan hidup keagamaannya, kaisar Dinasti Tang membangun sebuah masjid.

Sumber: en.wikipedia.org
Sumber: en.wikipedia.org

Sejak tahun 1219, Jenghis Khan mulai menyerbu wilayah barat, dan pada tahun 1252, Kaisar Hulegu Khan menyatukan pasukannya untuk menaklukkan wilayah barat, menghancurkan Iran, dan merebut Bagdad (Irak). Pada tahun 1260, dinasti Abbasiyah generasi ke-37 dihancurkan oleh Hulegu Khan.

Kemudian Guo Khan (1217-1277) memperintahkan untuk melanjutkan perjalanan ke arah barat sejauh 3.000 li (+/-1500 km) hingga Ka'bah (Mekah, Arab Saudi) dan menaklukan 185 kota.

Kemudian dia melakukan perjalanan ke barat menuju Mesir dan garnisunnya tiba di sini. Para bangsawan Mongolia berturut-turut menaklukkan berbagai negara dan bangsa yang menganut Islam di sebelah barat Pegunungan Pamir dan di sebelah timur Laut Hitam.

Dengan kemenangan setiap perang, sejumlah besar kelompok etnis Asia Tengah, Persia dan Arab berbondong-bondong terpaksa bermigrasi ke Tiongkok. Diantaranya adalah para perwira tentara, penembak (meriam), pengrajin, rakyat jelata miskin, tapi ada juga beberapa akademisi dan kaum elit.

Dalam Pertempuran Samarkand pada tahun 1220 saja, Jenghis Khan menangkap lebih dari 30.000 pengrajin dan personel militer. Sersan/perwira dan penembak tersebut dimasukkan ke dalam "Tentara Berkuda/Tanma Red Army" dan berpartisipasi dalam perang Kubilai Khan untuk menyatukan Tiongkok.

Misalnya, Kublai Khan, pendiri Dinasti Yuan, melancarkan serangan besar-besaran terhadap Dinasti Song setelah ia naik takhta. Di Xiangyang, Pancheng dengan gigih dilawan oleh tentara Song dan ia tidak mampu menaklukkan kota tersebut selama lima tahun. Kemudian, tentara dan penembak meriam dari Alauddin Khaji dan Ismail (Persia) dikerahkan ke pertempuan ini.

Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap medan, sebuah meriam besar ditempatkan di sudut tenggara Kota Xiangyang. Ketika ditembakkan, suaranya mengguncang langit dan bumi. Akibatnya, satu tembakan menghantam menara karang Kota Xiangyang. Suaranya seperti guntur dan mengguncang kota, banyak jenderal dan Song lari meninggalkan kota dan menyerah.

Jenderal Song Lu Wenhuan tahu bahwa dia kalah, jadi dia menyerah. Pertempuran Xiangpan yang berlangsung selama lima tahun berakhir dengan deru artileri Huihui. Kemudian, dalam pertempuran yang menentukan tentara Yuan, artileri Huihui menjadi hebat pada tahun 1273, Kublai Khan, pendiri Dinasti Yuan, memerintahkan agar "Tentara Berkuda/Tanma Red Army" diizinkan bergabung dengan masyarakat di mana pun mereka berada, dan mengorganisir masyarakat dan menyatu dengan mereka.

Sejak saat itu, sejumlah besar tentara Muslim bertani di bawah pendirian komune dan memperoleh status sebagai petani biasa. Tentu saja, beberapa tentara Muslim masih menjalani kehidupan sebagai tentara dan petani, yang disebut rumah tangga "Tuenxu/garnisun penjaga perbatasan".  

Penduduk "Tunxu/garnisun (milisi)" terdiri dari orang-orang yang hidup berkelompok, orang-orang yang tergabung dalam komunitas tersebut juga dapat hidup berkelompok, atau dapat hidup bersama dengan suku lain yang kemudian disebut "Hui Huiying (Markas Hui)".

Maka terbentuklah "Desa garnisun/Huihui Ying",  mereka ini ditempatkan di berbagai tempat di Tiongkok, sehingga mustahil bagi mereka untuk bisa berkumpul di satu tempat atau satu kota atau satu wilayah, sehingga menyebar di seluruh negeri Tiongkok dan tidak terkonsentrasi di suatu tempat atau wilayah.

Dari utara ke selatan, dari pedalaman hingga perbatasan, dari pedesaan hingga kota, umat Islam telah menetap di mana-mana, dan masjid telah dibangun di mana-mana. Terlebih lagi, hanya sejak Dinasti Yuan, umat Islam yang menetap ini tidak lagi diperlakukan sebagai ekspatriat, dan status politik mereka juga sangat tinggi, nomor dua setelah bangsa Mongol, lebih tinggi dari bangsa Han dan orang dari Selatan, mereka disebut "orang Semu/ Semuren"* untuk membedakan mereka dari bangsa Mongolia, Han, dan Uyghur.

Semu adalah nama sebuah kasta yang didirikan oleh Dinasti Yuan. 31 kategori Semu mengacu pada orang-orang yang datang dari Asia Tengah dan Barat. Mereka datang untuk mengabdi pada Dinasti Yuan dengan memberikan hak pilih kepada penguasa Kasta Mongol. Kasta Semu bukanlah sebuah kelompok etnis yang berdiri sendiri dan homogen, melainkan salah satu dari empat kasta dinasti Yuan: bangsa Mongol, Semu (atau Semuren), "Han" (Hanren/orang Han dalam bahasa Mandarin, seluruh rakyat dari bekas dinasti Jin, Kerajaan Dali, dan Korea) dan orang Selatan (Nanren dalam bahasa Mandarin, atau semua warga bekas dinasti Song Selatan; terkadang disebut Manzi).

Di antara suku Semu terdapat suku Turpan Uyghur Buddha, suku Tangut, dan suku Kristen Nestorian, suku Ongud; suku bangsa Turki Muslim di Asia Tengah termasuk kaum Khwarazmiyah dan Karakhaniyah; suku Arab, Yahudi, Kristen, dan kelompok kecil lainnya di Asia Barat.

Orang Semu mengacu pada berbagai ras, suatu klasifikasi ras subjek pada Dinasti Yuan.

Pada masa pemerintahan Dinasti Yuan, terdapat banyak wilayah berbeda di wilayah tempat tinggal ras asing dari berbagai ras. Secara garis besar, siapa pun yang bukan anggota Mongolia, Han, atau Selatan adalah anggota masyarakat Semu.

Gambar di bawah ini adalah: diagram skema kelas sosial Dinasti Yuan: Mongolia, Semu, Han, dan Selatan.

Sumber: ehanlin.com.tw
Sumber: ehanlin.com.tw

Dokumen resmi Dinasti Yuan menyebut umat Islam yang datang dari timur ini sebagai "Hui Hui". Seiring berjalannya waktu, umat Islam yang datang dari timur dari berbagai ras, etnis, dan kebangsaan menjadi sama karena kesamaan pengalaman mereka sebagai hadiah dari para bangsawan Mongolia, dan karena mereka menganut agama yang sama yaitu Islam, maka mereka dengan senang hati di beri gelar "Hui Hui".

Akibatnya, sebuah etnis baru terbentuk di tanah Tiongkok pada Dinasti Yuan, yaitu  kelompok etnis Hui, yang sekarang menjadi kelompok etnis Hui. Alasan mengapa orang Hui saat ini tidak jauh berbeda dengan orang Han adalah karena percampuran darah yang terjadi kemudian, karena awalnya tentara Hui Hui berpindah ke berbagai tempat sehingga mengakibatkan persebarannya tersebar di berbagai tempat.

Berbeda dengan orang Uighur, mereka tidak tinggal bersama di daerah yang terkonsentrasi, sehingga orang Hui yang terpencar-pencar terus kawin campur dengan orang Han. Kini bahwa sebagian besar orang Hui oleh orang Tiongkok sering dikatakan lebih putih dibandingkan orang Han. Hal ini karena darah mereka berasal dari Eropa Timur dan Asia Tengah. Bagaimanapun, orang Hui kini telah menjadi bagian dari bangsa Tiongkok.

Etnis Hui Mongolia adalah kelompok etnis yang relatif unik di Tiongkok (kelompok etnis non-Dongxiang dan Baoan masih menggunakan nama kelompok etnis Mongolia dalam nama mereka). Mereka tinggal di yurt (kemah Mongol), mengenakan jubah Mongolia, dan berbicara bahasa Mongolia.

Namun, mereka berbeda dari agama kebanyakan orang Mongolia, yang agama dan kepercayaan pada Lamaisme (Budha Tantrayana/Tantrik). Tapi mereka bergama dan percaya pada Islam, mereka tidak membaca Lama Sutra, tetapi membaca Al' Quran.

Pada masyarakat Tiongkok lama, pemerintah daerah mendaftarkan mereka sebagai distrik. Berbeda dengan orang Mongolia lainnya, jelas tercatat sebagai "Mongolia Hui".

Sekarang mereka tersebar di Hanwula, Aolunbulage, Bayanmuren, Usutu, Zongbieli, Bayinhot dan Sumu lainnya (yaitu unit administratif tingkat kotapraja) di bagian timur laut Alashan Banner di Mongolia Dalam.

Di Hezhen juga ada populasi sekitar 10.000 jiwa, di antaranya terdapat juga sejumlah kecil Muslim Mongolia di Kota Bayannur.

Menurut Kitab "Masa Lalu Alashan/Alashan Wangshi", selama lebih dari dua ratus tahun sejarah Dinasti Qing, umat Islam yang datang ke Alashan dari seluruh negeri dan membaur dengan orang-orang Mongolia bergaul satu sama lain untuk waktu yang lama dan berintegrasi ke dalamnya, membentuk Muslim Mongolia saat ini.

Sumber: @Zhenzhenglishi
Sumber: @Zhenzhenglishi

Namun ada dua peristiwa penting dalam sejarah yang lebih jauh: Yang pertama adalah Ananda, cucu Kublai Khan, pendiri Dinasti Yuan, dan putra Manggesa dari Raja Anxi. Pada tahun 1280, ia diangkat menjadi Raja Anxi dan memerintah tanah Tangut/Dang Xiang (sekarang Ningxia, Gansu, Shaanxi, dan tempat lainnya).

Menurut "Koleksi Sejarah/Shiji" Rashid al-Din: Ananda dibesarkan oleh keluarga Muslim sejak ia masih kecil, Iman Musuman (Muslim) telah terkonsolidasi di dalam hatinya dan tidak dapat digoyahkan, sehingga di kampnya mendirikanmembangun masjid dan sering membaca Al Quran dan bersembayang/sholat.

Sebagian besar dari 150.000 tentaranya juga percaya pada Islam. Pada saat yang sama, karena dia ditempatkan di Ningxia saat itu, banyak orang Mongolia, Han, Tibet, dan anggota Partai di yurisdiksinya juga masuk Islam secara massal dan menjadi Muslim.

Saat ini, sebagian besar nenek moyang orang Hui di Ningxia, Gansu, dan Qinghai di wilayah barat laut Tiongkok masuk Islam (sudah menjadi Muslimat) sejak pada era ini. Nenek moyang mereka adalah orang Mongolia, Hans, dll. Dari suku asli Tiongkok.

Peristiwa ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah kebangsaan Hui, yang meletakkan dasar bagi terbentuknya badan utama kebangsaan Hui di wilayah barat laut.

Yang kedua adalah Tughlugh Timur Khan Mongolia (cucu generasi ke-7 Genghis Khan) lebih awal dari Ananda, telah memerintah wilayah barat Tiongkok (sekarang wilayah Xinjiang) dan merupakan bangsawan Mongolia pertama yang sudah beragama Islam.

Dia secara resmi menyatakan keyakinannya pada Islam sekitar tahun 1354, memotong rambut panjangnya, dan melakukan sunat. Kemudian, dia meneajak para pangeran dan menterinya untuk masuk Islam dan memerintahkan rakyatnya untuk pindah agama menjadi Islam, barangsiapa yang tidak mematui dapat dihukum mati .

Pada saat itu, sekitar 160.000 orang Mongolia secara kolektif bersumpah untuk masuk Islam. Sebagian besar keturunan orang-orang ini bergabung ke dalam negara Uighur saat ini, namun mereka juga memiliki asal usul tertentu dengan orang Hui saat ini.

Sumber Google map
Sumber Google map

Yang disebut Hui Tibet mengacu pada Tibet Hui-hui. Ada sekitar tiga jenis orang yang bisa menjadi "Hui Tibet" di Tiongkok: pertama, Muslim Tibet yang tinggal di Lhasa dan tempat lain di Tibet, kedua, Muslim Tibet yang tinggal di Kaligang*; wilayah Hualong, Qinghai; Jumlah Muslim Tibet di Qingnan, Yunnan, Gannan dan wilayah Tibet lainnya tidak terlalu besar.

Saat ini, dalam hal komposisi etnis, beberapa orang Hui Tibet telah diubah menjadi Hui, dan beberapa orang Hui Tibet telah mengubah nama keluarga mereka menjadi Ma (Mohammad). Metode produksinya atau pencahariannya sebagian besar adalah bertani dan beternak.

Bagian dari konversi kepercayaan dan agama ini mungkin juga terjadi pada Dinasti Qing. Ambil contoh daerah Hualong di Qinghai. Ada legenda lokal bahwa pada tahun 1756, pendiri Huasi Menhuan, Maleakhi, kembali dari ziarah ke Mekah. dan menetap di Xunhua, Qinghai, Hualong (daerah Geng Kali)  sambil menyebarkan agama.

Kelompok etnis yang tinggal di wilayah Kaligang Kabupaten Otonomi Hualong Hui, Provinsi Qinghai. "Kaligang" adalah nama sebuah gunung dalam bahasa Tibet, terletak di barat daya Daerah Otonomi Hualong Hui, Provinsi Qinghai, merupakan daerah pegunungan yang terdiri dari Gunung Gajia, Gunung Gawu, Gunung Luman, Gunung Gajiaang dan gunung lainnya yang tersebar di sini.  

Ada tiga kota administratif: Dehenglong, Shalianbao dan Ashnu. Daerah Kaligang adalah rumah bagi kelompok etnis khusus yang berbicara dengan dialek Amdo Tibet, memiliki adat istiadat hidup yang mirip dengan orang Tibet, namun taat beragama Islam.

Masyarakat Kaligang adalah produk penyesuaian budaya dan integrasi di wilayah multi-etnis, dan merupakan daerah yang sangat beragam juga merupakan perubahan budaya.

Daerah tempat tinggal masyarakat Kaligang merupakan koridor etnis di bagian barat Tiongkok dimana berbagai kelompok etnis hidup bersama, berbagai budaya hidup berdampingan, dan berbagai keyakinan agama hidup berdampingan. Kawasan yang sangat khas ini belum banyak diteliti secara mendalam oleh sedikit orang.

Ada cerita, pada suatu hari, Ma Laichi juga dikenal sebagai Abu 'l-Futh Ma Laichi* (1681 -- 1766), adalah seorang guru sufi Tiongkok yang membawakan gerakan Khufiyya ke Tiongkok dan menciptakan Huasi Menhuan yaitu tarekat Naqsybandi paling awal dan terpenting dalam sejarah Muslim Tiongkok, ketika itu datang ke Sungai Kuning di Kabupaten Hualong untuk bersiap menyeberangi sungai. Kebetulan masyarakat Tibet di daerah tersebut sedang menyambut Buddha Hidup (Living Buddha) untuk berdoa meminta hujan, dan melarang Ma Laichi naik perahu untuk menyeberangi Sungai Kuning.

Namun Ma Laichi terpaksa menunangi kuda menyeberang sungai, tapi tanpa kesulitan sama sekali, kuda dapat menyeberang seolah-lah seperti berjalan di tanah datar. Melihat peristiwa ini para penganut Buddha Hidup yang sedang berdoa meminta hujan tercengan, dan meminta Ma Laichi untuk mendoakan mendatangkan hujan.

Dengan cerita ini kita dapat membayangkan dengan jelas masalahnya.

Sumber: en.wikipedia.org
Sumber: en.wikipedia.org

*Abu 'l-Futh Ma Laichi, dari Keluarga Muslim dengan latar belakang militer. Kakeknya, Ma Congshan, adalah seorang jenderal di bawah dinasti Ming; ayahnya, Ma Jiujun, lulus ujian kekaisaran di jalur militer di bawah pemerintahan Qing, tetapi bukannya bergabung dengan dinas pemerintah, ia malah menghasilkan banyak uang dalam bisnis. Rumahnya berada di Hezhou (sekarang disebut Linxia), salah satu pusat Muslim utama di Gansu.

Meskipun belakangan mereka yang bergabung dengan suku Hui di kemudian hari karena masuk Islam belum tentu mengalami apa yang disebut "era bilingual" akibat adanya pergantian etnis, apalagi bahasa yang digunakan oleh orang Han yang bergabung dengan suku Hui adalah "monolingual" yaitu Mandarin (Han'yu).

Sumber: bbc.com
Sumber: bbc.com

Bahasa apa yang digunakan oleh "orang Huihui" atau "orang Semu" awal? Menurut catatan sejarah, ada 31 jenis "orang Semu", yang sebagian besar terbagi menjadi orang ras kuning dan orang ras kulit putih, antara lain Geluolu, Kipchak, Asov (Ossetia), Kangli, dan Kuli Lu, Alhun, Helujie, Huolithorn, Salige, Michisi, Pengli, Cooliding, Guichi, Xilalu, Tuluhua, dan yang termasuk dalam ras kuning antara lain Tangwu (Dangxiang) dan Wuba (Tuva), Tubot (Tubo), Tulu Bajie, Yonggu jahat (Wanggu), Ciqiji, Chiqiji, dll.

Ada juga ras campuran kuning dan putih, yang berasal dari ras kulit putih atau ras campuran kuning dan putih. Di antara kelompok-kelompok ini, sangat sedikit orang Arab yang secara sepihak mengatakan bahwa orang Hui adalah keturunannya orang Arab, namun tidak dapat dipungkiri bahwa orang Hui dan orang Arab masih memiliki beberapa perbedaan yang sangat kompleks.

Sumber: k.sina.cn+locpg.gov.cn
Sumber: k.sina.cn+locpg.gov.cn

Orang/etnis Hui sebagian besar terdiri dari orang Arab, Persia, dan Asia Tengah. Setelah berintegrasi ke dalam orang Han dalam jumlah besar, keturunan orang-orang ini juga menyerap budaya orang Mongolia, Uyghur, dan kelompok etnis lainnya, mka jika mengatakan bahwa orang Hui adalah keturunan Arab, banyak yang berpendapat itu tidak tepat.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

https://www.sohu.com/a/285188994_99912564

https://zh.wikipedia.org/zh-hant/%E8%95%83%E5%9D%8A

https://baike.baidu.com/item/%E8%8F%A9%E8%90%A8%E8%9B%AE/22361196

https://en.wikipedia.org/wiki/An_Lushan_rebellion

https://baike.baidu.com/item/%E5%8D%A1%E5%8A%9B%E5%B2%97%E4%BA%BA/3304233

https://en.wikipedia.org/wiki/Ma_Laichi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun