Selain itu, dua dataran tinggi di Shangganling sama-sama berada pada ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut, pegunungannya curam dan lebih mudah dipertahankan serta sulit diserang. Tank AS tidak bisa melaju ke sana sama sekali. Qin Jiwei berpikir jika militer AS ingin menerobos ke dataran, mereka hanya bisa mengambil jalan utama. Tidak mungkin menyerang gunung.
Menempatkan satu kompi di setiap tempat tinggi seharusnya sudah cukup. Qin Jiwei menamakan rencana pertahanannya sebagai "one-end sinking/satu bantal", dikarenakan pertahanan "one-end sinking" ini membuat Van Fleet melihat ada peluang untuk melampiaskan balas dendamnya.
Van Fleet Sr. lulus dari Akademi Militer West Point. Dia sangat suka bermain rugby ketika dia masih di sekolah. Dia adalah pemain ofensif, jadi gayanya di medan perang serupa, dia datang dengan ide yang berani, akan lebih mudah untuk berhasil jika memfokuskan serangan di daerah pegunungan seperti Shangganling daripada menggunakan taktik penyisipan pasukan bermotor konvensional.
Sun Tzu dalam Chinese Art of War mengatakan: Serang musuh secara tiba-tiba, ketika musuh tidak siap, ambilah hal yang tidak terduga.
Selama beberapa hari, Van Fleet menatap peta seperti orang kesurupan, memikirkan rencana serangan di benaknya.
Suatu hari di pertengahan September 1952, dia dengan sungguh-sungguh menyampaikan rencananya yang dibuat dengan cermat yang disebut "Operasi Showdown" kepada bos barunya, Panglima Tertinggi PBB yang baru, Clark, membuka rencana tersebut dan tiba-tiba tertarik olehnya dengan beberapa kata kunci dalam rencana ini. Hanya membutuhkan 200 orang dan dalam 5 hari untuk menaklukkan Shangganling.
Clark dan Van Fleet Sr. adalah teman sekelas di Akademi Militer West Point. Dia memahami suasana hati Van Fleet dengan sangat baik. Sebelum teman sekelas lamanya pensiun, Clark juga ingin memberi Van Fleet kesempatan untuk memenuhi keinginannya, dengan cepat  rencana itu disetujui karena alasan yang mendalam selain persahabatan antar teman sekelas.
Hasil di medan pertempuran akan selalu mempengaruhi hasil di meja perundingan, sehingga kegagalan di meja perundingan juga akan merangsang setiap pihak untuk mencari terobosan di medan perang.
Apalagi saat itu kebetulan bertepatan dengan pemilu presiden AS, antara Partai Demokrat dan Partai Republik sedang bersaing, sebelum pemilu, mereka membutuhkan kemenangan yang bisa diraihnya untuk membangun momentum pemilu presiden dalam negeri. Perang Korea tidak boleh menghalangi presiden dari Partai Demokrat.
Maka dimulailah "Opersi Showdown", Panglima Operasinya adalah Jenderal James Alward Van Fleet. Bersambung.... (akan diposting dalam 6 serie)