Selama masa tersulit, setiap orang hanya bisa minum sepertiga air dari mok teh seperti gambar di atas ini setiap hari, itu saja. Begitu sulitnya keadaannya.
Tapi bagaimana dengan makan? Tidak jauh lebih baik. Mereka hanya bisa minum bubur dari mangkuk, dengan mangkuk seperti di bawah ini. Karena dataran tinggi bersifat hipoksia (oksigen tipis), jumlah oksigen hanya sekitar sepertiga dari jumlah oksigen di dataran. Tanpa pressure cooker, banyak hal yang tidak bisa dimasak menjadi matang. Membuat bubur adalah cara yang paling praktis, selain itu angin sering bertiup sangat  kencang, dan seringkali terdapat banyak pasir di dalam bubur.
Tidak ada cara lain, jadi Li Jue dan yang lainnya hanya bisa minum/makan bubur dengan pasir sambil mengunyahnya.
Tiga tenda seperti itulah di pangkalan industri nuklir Tiongkok saat itu. Li Jue dan tim pendahulunya tinggal di sini selama setahun, dalam kondisi seperti itu, mereka dapat menyelesaikan perencanaan awal dan tata letak pangkalan tersebut.
Pada bulan Februari tahun berikutnya, tim pembangunan infrastruktur yang terdiri lebih dari 10.000 orang menantang angin dan salju melaju ke Jinyintan, dan pembanguan dan konstruksi dimulai, akhirmya pada awal tahun 1963 proyek infrastruktur pada dasarnya selesai.
Sebagian besar peneliti ilmiah dari Biro Kesembilan Kementerian Permesinan Kedua bergegas ke Pabrik Jinyintan 221 satu demi satu untuk meluncurkan sepenuhnya penelitian bom atom.
Namun situasi internasional berubah secara dramatis pada tahun 1956.... bersambung... baca:
Kisah Lahirnya Bom Atom Pertama Tiongkok (3)
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri