Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Inflasi Hijau atau Greenflation

23 Januari 2024   14:15 Diperbarui: 23 Januari 2024   16:56 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, terdapat korelasi yang kuat antara harga logam-logam ini dan aktivitas perekonomian dunia. Namun, dampak inflasi dari lonjakan harga bahan-bahan jenis ini harus tetap diwaspadai. Hal ini hanya merupakan distorsi harga relatif, bukan kenaikan harga secara umum. Perubahan ini bergantung pada sejauh mana kenaikan harga barang-barang yang dibutuhkan untuk teknologi rendah karbon dan penyebarannya ke harga barang dan jasa lainnya.

Kedua, dunia usaha dan otoritas pemerintah harus mengarahkan penelitian terhadap proses-proses baru untuk mendekarbonisasi industri mereka. Namun, teknologi baru ini memerlukan investasi besar (terutama dalam penelitian dan pengembangan), terutama pada masa transisi. Untuk menyelesaikan transisi energi, investasi transisi energi ini diharapkan mencapai rata-rata 2% PDB global per tahun pada tahun 2050/8

Dalam jangka pendek, investasi yang lebih mahal akan meningkatkan biaya produksi tetap, dan biaya ini akan dibebankan pada harga, sehingga menimbulkan efek inflasi. Di sisi lain, sebagian dari modal yang digunakan saat ini akan dinyatakan usang ("aset terlantar") sebelum siklus hidupnya berakhir. Hal ini mirip dengan penghancuran modal dan, jika semua hal lainnya sama, merupakan guncangan pasokan negatif yang dapat menyebabkan inflasi. Namun, peningkatan produktivitas agregat dari inovasi ramah lingkungan akan menimbulkan efek disinflasi (disinflationary effect).

Dampak inflasi dari pajak karbon

Transisi ekologi juga memerlukan peran "pemberian sinyal harga": menaikkan harga produk-produk yang menimbulkan polusi untuk mengurangi penggunaannya. Dampak terhadap harga dapat bersifat langsung (melalui pajak) dan tidak langsung (melalui peraturan); istilah eksplisit-implisit juga digunakan.

Harga "eksplisit" adalah harga sebenarnya yang dibayarkan oleh pembeli. Menaikkan harga eksplisit, jika diperlukan, melibatkan pajak karbon dan pasar pembatasan emisi.

Harga "implisit" mengacu pada biaya tersembunyi untuk memperoleh suatu barang yang tidak tercermin dalam harga yang dibayarkan pada saat transaksi. Peningkatan biaya implisit dapat dicapai dengan mengatur produksi, perdagangan dan konsumsi barang. Misalnya, dengan memfasilitasi prosedur administratif untuk pemasangan panel surya oleh swasta, atau sebaliknya, dengan mempersulit ekstraksi bahan bakar fosil, negara akan menaikkan harga implisit listrik yang dihasilkan oleh panel surya tersebut.

Menaikkan harga produk-produk karbon seperti minyak atau batu bara merupakan komponen penting dalam kebijakan transisi energi untuk mengurangi permintaan terhadap produk-produk ini, asalkan alternatifnya dikembangkan pada saat yang bersamaan.

Dari opsi-opsi paling maju untuk menaikkan harga bahan bakar fosil, pajak karbon adalah yang secara teknis paling mudah untuk diterapkan. Cara kerjanya adalah dengan membebankan pajak kepada pencetusnya per ton CO2 yang dikeluarkan. Hal ini meningkatkan biaya marjinal dalam memproduksi produk karbon apa pun. Kenaikan biaya ini sebagian besar dibebankan pada harga jual barang jadi dan tercermin dalam kenaikan komponen indeks harga konsumen tersebut. Oleh karena itu, selama tarif pajak karbon meningkat, prinsip pajak karbon dan penerapannya kemungkinan besar akan bersifat inflasi

Banyak negara Eropa (Prancis, Denmark, Jerman, dll.) sudah mulai mengenakan pajak karbon (Indonesia juga melakukan upaya mengurangi emisi karbon lewa jual beli karbon. baca: https://lestari.kompas.com/read/2024/01/17/170000086/pemerintah-berupaya-kurangi-emisi-lewat-jual-beli-karbon

Menurut Intercontinental Exchange, harga per ton karbon dioksida saat ini 10 kali lebih tinggi dibandingkan saat Perjanjian Paris ditandatangani pada bulan Desember 2015. Meskipun peristiwa yang mempengaruhi pasar energi baru-baru ini berkontribusi terhadap peningkatan ini, dampak polusi pada bulan Februari 2020 sudah 2,8 kali lebih tinggi dibandingkan pada bulan Desember 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun