Tepco menyaring air limbah Fukushima melalui Sistem Pemrosesan Cairan Lanjutan (ALPS/ Advanced Liquid Processing System), yang mengurangi sebagian besar zat radioaktif hingga mencapai standar keamanan yang dapat diterima, selain tritium dan karbon-14.
Tritium dan karbon-14 masing-masing merupakan bentuk radioaktif dari hidrogen dan karbon, dan sulit dipisahkan dari air. Mereka banyak terdapat di lingkungan alam, air dan bahkan pada manusia, karena mereka terbentuk di atmosfer bumi dan dapat memasuki siklus air.
Keduanya memancarkan tingkat radiasi yang sangat rendah, namun dapat menimbulkan risiko jika dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Air yang disaring melewati pengolahan lain, dan kemudian diencerkan dengan air laut untuk mengurangi konsentrasi zat yang tersisa, sebelum dilepaskan ke laut melalui terowongan bawah tanah sepanjang 1 km. Tepco akan memantau radioaktivitas air yang diproses pada berbagai tahap serta air laut di lokasi pembuangan.
Sistem katup darurat akan memastikan tidak ada air limbah murni yang keluar secara tidak sengaja, kata Tepco, dan stafnya juga dapat mematikan pembuangan secara manual dengan cepat jika terjadi tsunami atau gempa bumi.
Pemerintah Jepang mengatakan tingkat akhir tritium -- sekitar 1.500 becquerel per liter, ini jauh lebih aman daripada tingkat yang disyaratkan oleh regulator untuk pembuangan limbah nuklir, atau oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk air minum. Tepco mengatakan tingkat karbon-14 juga akan memenuhi standar.
Tepco dan pemerintah Jepang telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa air yang dibuang hanya menimbulkan sedikit risiko bagi manusia dan kehidupan laut.
Banyak ilmuwan juga mendukung rencana tersebut.
Mark Foreman, pakar kimia nuklir di Universitas Teknologi Chalmers di Swedia, mengatakan air tidak akan membuat laut menjadi lebih radioaktif dibandingkan sebelumnya.
Dia mengatakan dampak dosis radiasi tahunan yang dibuang ke laut lebih rendah dibandingkan rontgen gigi atau mammogram -- bahkan bagi mereka yang banyak makan makanan laut.
"Air limbah yang dilepaskan akan menjadi setetes air di lautan, baik dari segi volume maupun radioaktivitas. Tidak ada bukti bahwa radioisotop tingkat sangat rendah ini berdampak buruk bagi kesehatan," kata pakar patologi molekuler Gerry Thomas.