Pada Oktober 2020, Laksamana Vann Bunlieng dari Angkatan Laut Kerajaan Kamboja mengonfirmasi bahwa Tiongkok berada di belakang perkembangan baru di Pangkalan AL Ream setelah berbulan-bulan membantahnya. Pada Juni 2021, Menhan Kamboja, Tea Banh, mengungkapkan bahwa Beijing membantu mengembangkan pangkalan tanpa pamrih. (28 Juli 2023)
Pada 23 Juli 2023, Pemilihan Parlemen Kamboja telah berakhir, menurut data yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Nasional Kamboja, Partai Rakyat Kamboja (Cambodian People's Party/CPP) memenangkan 120 dari 125 kursi di Majelis Nasional, dan Partai Funcinpec yang pro-Amerika hanya memenangkan 5 kursi.
Sesuai prosedur, putra sulung Hun Sen, Hong Mane, akan menjadi perdana menteri pada 29 Agustus 2023. Di momen bersejarah ini, Tiongkok langsung mengirimkan ucapan selamat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan: Sebagai tetangga dan sahabat yang baik, kami dengan hangat mengucapkan selamat kepada Kamboja yang berhasil menyelenggarakan pemilihan nasional ketujuh. Selamat kepada Partai Rakyat Kamboja karena telah memenangkan pemilihan di bawah kepemimpinan Ketua Hun Sen. Kami berharap Kamboja memiliki parlemen dan pemerintahan baru. Kami yakin Kamboja akan membuat pencapaian yang lebih besar dalam pembangunan nasional di masa depan dan membawa lebih banyak manfaat bagi rakyat dan membawa rakyat Kamboja lebih banyak berkah.
Pada tanggal 23 Juli waktu setempat, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa AS "sangat terganggu" oleh pemilihan nasional Kamboja, yang dikatakan merusak semangat konstitusi negara dan kewajiban internasional Kamboja.
Dikatakan tindakan ini telah merampas hak rakyat Kamboja untuk berbicara dan memilih ketika memutuskan masa depan negaranya. Mereka juga mengatakan bahwa "Uni Eropa, AS, dan negara-negara Barat lainnya tidak mengirimkan pemantau untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum, yang tidak memiliki kondisi yang bebas dan adil."
Kemudian AS yang merasa sebagai polisi internasional sekali lagi memainkan "kartu sanksi" dan memberlakukan pembatasan visa pada "individu yang merusak demokrasi" dan menangguhkan beberapa proyek bantuan di Kamboja
Namun pada akhir kata, ada kalimat yang mengatakan "Amerika Serikat berharap untuk terus membangun kemitraan dengan rakyat Kamboja. Mendukung mereka dalam membangun negara yang lebih sejahtera, demokratis, dan mandiri."
Namun kita semua tahu, kemarahan AS tentu saja bermula dari kegagalan kebijakannya sendiri.
Media Barat telah melaporkan "pangkalan militer luar negeri" Tiongkok akhir-akhir ini, yaitu "Pangkalan Angkatan Laut Ream di Kamboja" yang membuat AS sangat terganggu.
Media Amerika dan Inggris jelas bertindak bersama dalam kampanye opini publik ini, dan bahkan "Financial Times" Inggris yang relatif serius telah berpartisipasi.
The Financial Times mengangkat citra satelit untuk membuktikan "ambisi maritim Tiongkok", mengatakan Pangkalan Angkatan Laut Ream, akan dibangun dermaga untuk kapal induk.
Seperti kita ketahui bersama, Kamboja tidak memiliki kapal induk. The "Financial Times" juga menemukan bahwa pangkalan itu sangat mirip dalam ukuran dan desain dengan pangkalan militer Tiongkok di Djibouti. Bagaimanapun juga, itu adalah media yang serius.
Gambar yang diambil oleh BlackSky, sebuah perusahaan pencitraan komersial AS yang telah memantau konstruksi di Pangkalan Angkatan Laut Ream, menunjukkan dermaga yang hampir lengkap yang ukuran dan desainnya sangat mirip dengan dermaga yang digunakan militer luar negeri Tiongkok satu-satunya di Djibouti. (Financial Times 25 Juli 2023).
Pentagon yakin Tiongkok sedang membangun fasilitas di Kamboja untuk meningkatkan kemampuannya memproyeksikan kekuatan AL. Tiongkok dan Kamboja membantah bahwa PLA akan memiliki akses ke pangkalan tersebut.
The "Financial Times" juga mengundang para profesional untuk menganalisis. Para ahli mengatakan bahwa dermaga yang dibangun Tiongkok  panjangnya 335 meter cukup untuk berlabuh berbagai jenis kapal perang serbu termasuk kapal induk dan kapal serbu amfibi.
Mereka menyatakan, setelah kapal perang Tiongkok ditempatkan disini, maka pangkalan angkatan laut di Teluk Thailand ini akan memiliki nilai strategis yang besar jika terjadi konflik di Laut China Selatan (LTS), dan juga akan meningkatkan kemampuan tempur AL PLA di perairan strategis Selat Malaka.
Tiongkok memiliki angkatan laut yang lebih besar daripada AS tetapi tidak memiliki jaringan pangkalan internasional yang luas dan fasilitas logistik yang diperlukan untuk beroperasi sebagai angkatan laut "air biru" (lautan lepas) yang dapat berlayar ke seluruh dunia.
Akses ke pangkalan di Teluk Thailand juga akan memberikan keuntungan strategis bagi Tiongkok.
"Ada perdebatan di dalam pemerintah AS tentang apa tujuan sebenarnya yang akan dilakukan Tiongkok dengan pangkalan itu dan mengapa itu lebih baik daripada pangkalan di LTS atau Pulau Hainan," kata seorang mantan pejabat intelijen AS.
Tiongkok selama dekade terakhir telah membangun sejumlah pangkalan militer di terumbu karang dan merebut kembali tanah di LTS. Tetapi sebuah pangkalan di negara lain dapat mempersulit respons militer AS jika terjadi konflik. "Jika AS dan Tiongkok terjadi perang, AS bisa saja membom pangkalan di Laut China Selatan. Tapi dalam kasus pangkalan ini, kami akan membom wilayah Kamboja," kata mantan pejabat itu.
Dennis Wilder, mantan pakar CIA untuk masalah militer Tiongkok, mengatakan pangkalan Ream akan memiliki "nilai strategis sangat besar jika ketegangan di LTS meningkat menjadi konfrontasi militer".
"[Itu] juga akan memperluas dan meningkatkan kemampuan operasi AL PLA menuju jalur pelayaran strategis Selat Malaka -- titik pencekikan vital dalam setiap konflik dengan AS dan sekutu regionalnya," tambah Wilder.
Seorang juru bicara kedutaan besar Tiongkok di AS mengatakan Kamboja telah menyatakan bahwa konstitusinya melarang pangkalan militer asing di wilayahnya dan pembangunan itu untuk memperkuat kapasitas Kamboja. Pada bulan Maret, Tiongkok dan Kamboja mengadakan latihan angkatan laut pertama mereka di perairan teritorial Kamboja.
Tiongkok sering menanggapi kritik dengan mengatakan bahwa militer AS memiliki ratusan fasilitas militer di seluruh dunia, termasuk di Asia.
Washington baru-baru ini mencapai kesepakatan dengan Manila yang akan memberi militer AS akses ke empat pangkalan baru di Filipina. Â Lloyd Austin Juli lalu menjadi menteri pertahanan AS pertama yang melakukan perjalanan ke Papua Nugini, dalam kunjungan yang dilakukan setelah kedua negara menandatangani pakta keamanan yang akan memberi Pentagon akses ke pangkalan di negara itu.
"Sebuah pangkalan angkatan laut [di Kamboja] meningkatkan pengaruh regional Tiongkok di Asia Tenggara, menunjukkan bahwa negara berkembang dengan cepat menjadi arena persaingan militer AS-Tiongkok," kata Evan Medeiros, pakar Tiongkok di Universitas Georgetown. "Afrika dan Latin Amerika bisa menjadi yang berikutnya.
Tekanan ASÂ
Selain membangun opini publik, AS juga memberikan tekanan politik terhadap Kamboja
Sejak tahun lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Pertama AS Wendy Sherman dan pejabat tinggi lainnya menekan Kamboja untuk "tetap transparan" ketika dia tiba di Phnom Penh, tetapi Perdana Menteri Hun Sen langsung menolak dengan mengatakan: "Kamboja tidak memiliki kewajiban untuk menghilangkan keraguan. Kamboja adalah negara berdaulat. Mengapa harus bergantung pada wajah Amerika Serikat ketika membangun beberapa infrastruktur di rumahnya sendiri? Mengapa harus transparan ke Amerika Serikat?"
AS sendiri memiliki lebih dari 800 pangkalan militer besar dan kecil di seluruh dunia, dan di di sekitar Tiongkok ada 313. Apakah AS transparan terhadap Tiongkok? Apakah ada penjelasan kepada Tiongkok?
Sebelum ini AS selalu berlaku seperti polisi dunia, selalu melakukan penyelidikan menurut kehendaknya kepada negara kecil seperti Kamboja, bahkan jika perlu melakukan tindakan militer, tetapi sekarang "moralitas" dunia telah berubah dan menjadi lebih adil. Negara-negara kecil juga dapat mendapatkan sandaran dan dukungan dan berani menolak permerasan dan penindasan AS.
Kini tampaknya AS sudah tidak bisa lagi menggunakan "moralitas" dunia menuruti "moralitas" AS. AS harus bisa terbiasakan dengan adanya pangkalan militer Tiongkok di luar negeri.
Tiongkok tampaknya merasa perlu berbuat lebih banyak untuk membantu AS terbiasa dengan hal semacam ini. Â Tiongkok perlu membangun lebih banyak "terminal kontainer" dan "kebun sayur" yang mengejutkan AS. Proyek "peningkatan dan transformasi" Pangkalan AL Ream sudah hampir selesai.
Ini mengejutkan AS, tapi yang lebih mengejutkan adalah kecepatan pembangunannya. Tiongkok mengadakan upacara peletakan batu pertama dengan pihak Kamboja pada 8 Juni 2022, dan akan selesai segera setelah setahun lebih.
Saat itu, AS mengira butuh waktu sekitar tiga tahun untuk membangun pelabuhan militer tempat kapal induk bisa berlabuh, dan AS merasa masih punya banyak waktu untuk menghentikannya.
Gedung Putih memperkirakan selama tegang waktu ini bisa membuat berhasil "revolusi warna", karena perhitungan dan pengalaman AS untuk membangun kereta bawah tanah dari New York ke New Jersey butuh 7 tahun.
Pangkalan AL Ream terletak di Provinsi Sihanoukville, barat daya Kamboja, menghadap ke Teluk Siam, kurang dari 1.000 kilometer dari Selat Malaka, dan di sebelah barat adalah bagian tersempit dari Semenanjung Malaysia-Kra Isthmus. Sebelumnya adalah sebuah pelabuhan kecil yang hanya kapal seberat 2.000 ton paling besar yang bisa berlabuh di sana, dan panjangnya sangat terbatas.
Hanya kapal patroli kecil yang dapat berlabuh di sana. Setelah perang saudara Kamboja benar-benar berakhir pada tahun 1997, ekonomi perlu berkembang sepenuhnya. Saat itu Kamboja merasa tepat pada waktunya dengan perkembangan pesat ekonomi Tiongkok.
Namun masalah terbesar di Kamboja adalah pembangunan infrastruktur yang terlalu terbelakang, oleh karena itu Pelabuhan Sihanoukville bagian utara direncanakan menjadi pelabuhan komersial besar sebagai pusat pembangunan ekonomi, sedangkan di sisi lain pelabuhan kecil Ream akan diubah menjadi pangkalan angkatan laut modern untuk memperkuat kekuatan pertahanan angkatan lautnya.
Mengapa membangun pangkalan yang bisa berlabuh kapal induk? Mampu memarkir kapal induk bukan berarti kapal induk akan masuk. Ini terutama agar kapal patroli kecil bisa lebih banyak berlabuh.
Tapi mengapa tidak transparan? Pangkalan angkatan laut mana yang transparan? Apakah "Pangkalan Angkatan Laut Diego Garcia" AS di Samudra Hindia itu pernah  terbuka untuk jurnalis?
Sejak penerbangan Malaysia Airlines MH370 menghilang pada 2014 hingga kini, AS tidak mengizinkan penyelidik internasional memasuki Pangkalan Angkatan Laut Diego Garcia untuk masuk melihatnya.
Mengapa bentuknya "sangat mirip" dengan pangkalan AL PLA di Djibouti? Apa yang begitu "luar biasa" jika dibangun berdasarkan standar Tiongkok? Itu seharusnya dapat dimengerti AS menurut Tiongkok. Dengan standarisasi Tiongkok, Tiongkok akan membangun lebih banyak pangkalan di luar negeri lebih cepat. Sebagai deterance/penangkalan agar militer AS sangat menyadari pentingnya tempat ini ketika perang pecah.
Menyadari hal tersebut AS berinisiatif memberikan sejumlah bantuan kepada Kamboja.
Pada 2012, AS membantu Administrasi Kelautan Kamboja membangun gedung kecil di Ream. Fasilitas perbaikan untuk perahu karet lainnya dibangun pada tahun 2017. Kamboja negara kecil dan lemah dan hanya bisa menurut kemauan AS, jika tidak bahkan Eropa dan Australia akan datang untuk memukuli Kamboja.
Pada tahun 2018, AS mencoba menguji Hun Sen dan mengatakan akan membayar untuk meningkatkan pangkalan, tetapi Hun Sen menolak. AS merasa ada yang tidak beres dan curiga bahwa negara Asia tertentu ingin "memetik buah persik".
Pada 2019, "Wall Street Journal" menyebarkan desas-desus bahwa Tiongkok memiliki hak untuk menggunakan pangkalan Ream selama 30 tahun.
Pada September 2020, militer Kamboja menghancurkan gedung kecil Administrasi Maritim di Ream. Pada bulan November, fasilitas pemeliharaan dibongkar.
Departemen Pertahanan AS mengatakan bahwa Koamboja tidak boleh membongkar apa yang telah AS bangun, tetapi Menteri Pertahanan Kamboja Tea Banh menanggapi AS: Bangunan bobrok dan sederhana ini dapat dihancurkan kapan saja. Kamboja tidak memiliki kewajiban untuk memberi tahu AS, pada saat yang sama berhak untuk mencari kerja sama dari negara mana pun yang membantu pembangunan Kamboja.
Ini  sama saja dengan konfrontasi dengan AS.
Kamboja akan "meningkatkan" pangkalan angkatan laut Ream, tetapi tidak membutuhkan "bantuan" AS.
"The Washington Post" kemudian menerbitkan setidaknya enam artikel panjang yang menjelekkan kerja sama Tiongkok-Kamboja.
Pada tahun 2021, ketika Biden berkuasa, AS berganti jurus dalam merayu Kamboja. Biden berjanji pada KTT "ASEAN-AS" bahwa AS akan menyumbang 60 juta dolar AS untuk membantu negara-negara Asia Tenggara memerangi penangkapan ikan ilegal dan kejahatan laut.
Jika Kamboja bersedia menyerahkan Ream ke AS untuk pembangunannya, Biden juga akan memberikan bantuan tambahan.
Angkatan Laut Kamboja hanya memiliki 15 kapal patroli dan 170 kapal cepat kecil, bahkan tidak ada kapal perang dengan bobot muat lebih dari 1.000 ton.
AS, Inggris, Australia, dan Jepang seakan berbaik hati semuanya bersedia menyumbangkan kapal perang bekas ke Kamboja, tetapi Kamboja menolak untuk menerimanya. Rumor ini tampaknya dikonfirmasi seolah benar di media Barat.
Pada tahun 2021, Kamboja memutuskan untuk menyerahkan Pangkalan Angkatan Laut Ream ke Tiongkok untuk dibangun, karena Hun Sen memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap Tiongkok. Selain itu incaran AS terhadap Ream juga menjadi alasan utama tekad Kamboja.
Fokus pembangunan Kamboja bukanlah militer, tetapi jika pangkalan Ream dikendalikan oleh AS, pasti akan mempengaruhi hubungan antara Tiongkok dan Kamboja. Hun Sen adalah tokoh politik yang pragmatis. Dia tahu bahwa tidak mungkin melakukannya di saat yang sama: mengandalkan Tiongkok untuk ekonomi dan mengandalkan AS untuk militer.
Memang terdapat politisi di beberapa negara memiliki lamunan semacam ini, dan Hun Sen bukanlah politisi ingusan seperti yang diperkirakan Barat dan AS. Dia adalah orang kuat politik yang bangkit dari kematian. AS tidak dapat menakut-nakuti Hun Sen dan tidak dapat menggunakan "demokrasi dan liberalisme" untuk membodohi Hun Sen.
AS telah sampai pada titik di mana tidak ada yang bisa dilakukan. Pada tahun 2022, Ferrara, atase militer Kedutaan Besar AS di Kamboja, tampil dan mengatakan bahwa dia akan "mengunjungi" pangkalan angkatan laut Ram. Tapi Kamboja hanya mengizinkannya dia mengunjungi kafetaria, gimnasium, dan toilet yang sedang dibangun dan direnovasi.
Ferrara bersikeras untuk "berpartisipasi" di bagian inti proyek, dan Hun Sen bertanya: Apakah Anda di sini untuk berkunjung atau menyelidiki?
Kemudian AS menjadi resah dan resah hingga pangkalan hampir selesai, dan Australia juga resah.
Pada malam 7 Juni 2022, sehari sebelum pembangunan pangkalan Ream dimulai, Perdana Menteri Australia yang baru diangkat, Albanese menyebut pangkalan angkatan laut Ream "mengkhawatirkan" dan meminta Tiongkok dan Kamboja untuk meningkatkan transparansi.
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong dan Menteri Luar Negeri UE Jane melalui sambung tilpon agar Wakil PM/Menlu Prak Sokhoonn mempertimbangkan kembali masalah dasar pembangunan pangkalan AL Ream. Dengan spontan ditolak  Prak Sokhonn.
Bagi AS tidak hanya mengkhawatirkan Selat Malaka. Pangkalan Angkatan Laut Ream berjarak 1.066 kilometer dari Pangkalan Angkatan Laut Yulin di Pulau Hainan Tiongkok selatan. Empat pulau buatan sedang dibangun di LTS. Ada juga "berbintang 7" bandara internasional sedang dibangun di dekat Pangkalan Angkatan Laut Ream.
Pelabuhan militer, bandara, dan pulau buatan dikembangkan dan dibangun oleh Tianjin Youlian Investment Development Ltd.
Gedung Putih menghubungkan semua ini dan menggunakan logika hegemoniknya untuk berspekulasi tentang tujuan Tiongkok.
Pentagon percaya bahwa begitu PLA mengambil tindakan militer di Selat Taiwan, rute maritim militer AS akan terancam secara serius. Militer AS secara pasti akan kehilangan inisiatif strategisnya di wilayah tersebut, sementara komando laut PLA akan sangat diperkuat.
AS tidak ingin melihat fakta ini: kapal induk AS berada dalam jangkauan Dongfeng 26, Dongfeng 27, dan rudal anti-kapal hipersonik Eagle Strike 21 PLA di Selat Malaka, Teluk Persia, dan Samudera Hindia. Â Jika rudal-rudal Tiongkok ini tidak bisa dicegat, maka akan menjadi tragedi bagi militer AS.
Sementara ini armada laut AL PLA ada di Pangkalan Angkatan Laut Utama di Yulin, Pulau Hainan; Guangzhou; Haikou; Shantou; Mawei; Beihai; Pulau Rekalmasi di LTS; Hong Kong - Garnisun PLA Hong Kong.
Menurut laporan "Washigton Post" (6 Juni 2022), akademisi militer Tiongkok telah menegaskan bahwa pangkalan semacam itu dapat memungkinkan pengerahan pasukan militer di medan perang, dan pemantauan intelijen militer AS.
Pejabat Tiongkok mengatakan kepada "The Washington Post" bahwa teknologi stasiun darat untuk sistem satelit navigasi BeiDou terletak di bagian Tiongkok dari Pangkalan Angkatan Laut Ream. Â BeiDou adalah alternatif untuk Sistem Pemosisian Global (GPS) yang dikelola Angkatan Luar Angkasa AS yang dibuat Tiongkok, dan memiliki kemampuan untuk penggunaan dalam militer termasuk panduan untuk rudal.
Pejabat AS tidak memiliki pengetahuan langsung tentang bagaimana sistem ini digunakan.
Militer Tiongkok menggunakan layanan pemosisian dan navigasi BeiDou dengan akurasi tinggi untuk memfasilitasi pergerakan pasukan dan pengiriman amunisi yang dipandu dengan presisi, menurut laporan bulan Maret oleh Badan Intelijen Pertahanan Pentagon.
Upaya pangkalan global Tiongkok "bukan hanya tentang proyeksi kekuatan tetapi tentang pelacakan global dan aset luar angkasa," kata seorang pejabat Barat. Pangkalan AL Ream Kamboja adalah "salah satu upaya paling ambisius yang mereka upayakan hingga saat ini."
AL PLA sudah menjadi yang terbesar di dunia dengan jumlah kapal.Â
AL AS memiliki 297 kapal perang terdiri dari kapal induk, kapal perusak, kapal selam, dll. - menurut Layanan Riset Kongres, sementara Tiongkok memiliki 355 kapal perang dan diproyeksikan memiliki 460 kapal perangpada tahun 2030, menurut laporan Pentagon dua tahun lalu.
Namun, kata Andrew Erickson, direktur penelitian dari "China Maritime Studies Institute di Naval War College", "betapapun mengesankannya angka-angka itu, tanpa jaringan signifikan fasilitas luar negeri yang kuat, kemampuan mereka untuk menggunakannya akan berkurang dengan menyolok karena jarak dari Tiongkok sendiri. "
Yang Dirisaukan dan Dikhawatirkan AS
Namun sebenarnya masih ada yang membuat AS risau dan khawatir.
Menurut "Komunike Bersama Tiongkok-Kamboja" pada November 2022, kedua belah pihak telah dengan jelas mengusulkan rencana untuk menghubungkan Jalur Kereta Kamboja dengan Jalur Kereta Tiongkok-Laos-Thailand, jaringan kereta ini adalah masa depan cerah bagi Asia Tenggara.
Jika Myanmar bisa menstabilkan diri dan menegakkan ketertiban, maka Tiongkok juga akan dapat membangun outlet di Samudra Hindia.
Sedikit lebih jauh, masih banyak negara pulau kecil di Pasifik Selatan yang perlu bekerja sama dengan Tiongkok. Mereka ini sedang memandang bagaimana sikap Komboja yang meninggalkan kebijakan "ekonomi mengandalkan Tiongkok dan pertahanan mengandalkan AS".
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
https://www.ft.com/content/cec4bbb9-8e92-4fc1-85fb-ded826a735c5
https://foreignpolicy.com/2022/12/05/us-china-cambodia-ream-naval-base/
https://www.washingtonpost.com/national-security/2022/06/06/cambodia-china-navy-base-ream/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H