Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pasca Perang Korea Memicu Pengembangan Alutsista Tiongkok (1)

27 Juli 2023   13:36 Diperbarui: 27 Juli 2023   13:44 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 27 Juli hari ini, Tiongkok akan mengadakan memperingatan 70 tahun kemenangan Perang Melawan Agresi AS dan Pengiriman Bantuan Pasukan Sukarelawan ke Korea. Perang ini terjadi lebih dari 70 tahun yang lalu disebut pertempuran pembangunan bangsa.                                                     

Meskipun saat itu kekuatan nasional Tiongkok lemah, Pasukan Relawan Tiongkok menunjukkan kemauan baja, dan semangat kemauan baja ini terus dipelihara dalam pembangunan nasional Tiongkok.

Dalam memperingati 70 tahun Kemenangan Perang untuk Melawan Agresi AS dan Pasukan Relawan Membantu Korea telah memicu kemandirian industri militer Tiongkok hingga kini.

73 tahun yang lalu, sehari setelah pecahnya Perang Korea pada 25 Juni 1950, Armada Ketujuh AS memasuki Selat Taiwan untuk menghalangi reunifikasi Tiongkok darat atas tanah airnya.

Militer AS mengabaikan peringatan serius Tiongkok dan melintasi garis paralel lintang utara ke-38 derajat terus merangsek ke perbatasan antara Tiongkok dan Korea Utara.  Mao Zedong kepala negara Tiongkok saat itu memutuskan untuk "bertempur dengan satu pukulan untuk menghindari seratus serangan." .

Maka pasukan relawan Tiongkok melakukan serangan besar untuk Pyongyang (ibukota Korut) dalam 40 hari, kemudian menyerang Seoul dalam 70 hari dengan kekuatan yang menggelegar.

Dunia terkejut, setelah lima pertempuran besar, Tiongkok bersikeras menggempur balik pasukan negara adidaya AS yang bersenjatakan alutsista modern dan kuat untuk mundur dari Sungai Yalu (perbatasan dengan Tiongkok) kembali kebelakang garis lintang utara 38 derajat (ynag menjadi garis perbatasan Korut-Korsel sekarang).

Akhirnya, "Perjanjian Gencatan Senjata Korea" ditandatangani di Panmunjom pada tanggal 27 Juli 1953.

73 tahun yang lalu, kesenjangan kekuatan militer antara Tiongkok dan AS terlalu besar, pada tahun 1950 produksi baja AS adalah 877,72 juta ton, sedangkan Tiongkok hanya 600.000 ton, yaitu 146 kali lipat dari Tiongkok.

Setiap resimen di AS memiliki kompi tank dengan sekitar 20 unit tank, dan setiap divisi memiliki lebih dari 140 unit tank.

Sedang, kekuatan utama Tentara Relawan Tiongkok, Korps Kesembilan, tiga corp tentara, dan dua belas divisi,  yang tediri sekitar 150.000 orang sama sekali tidak memiliki satu tank pun.

Militer AS memegang supremasi udara di medan perang, tetapi para prajurit Tentara Relawan Tiongkok tidak takut pada musuh. Dengan jiwa siap  pengorbanan yang kuat, telah menunjukkan prestise militer dan nasionalisme mereka, dan menyadari pertempuran ini akan menentukan dunia. Sebagai imbalan atas perdamaian dan pembangunan selama lebih dari 70 tahun untuk Tiongkok Baru (RRT) sekarang.

Dan kebangkitan Tiongkok secara menyeuluruh sekarang tidak terlepas dari pengaruh pengalaman perang ini. Beberapa pasukan relawan ini juga pernah menggemparkan dalam Perang Melawan Agresi AS ini. 

Baik Tiongkok maupun AS kepada kedua belah pihak telah mendapat inspirasi, apa itu berupa kehendak dan jiwa baja, demikian juga militer AS telah memberitahu para pasukan relawan apa itu arti  industri baja. Kedua belah pihak terkejut satu sama lain.

Tentu saja, industri baja di sini mengacu pada kekuatan militer yang diwakili oleh baja. Kemauan keras para sukarelawan dengan cepat berubah menjadi kekuatan pendorong yang kuat untuk pengembangan industri militer Tiongkok.

Setelah upaya tak henti-hentinya selama beberapa dekade, industri militer Tiongkok telah mencapai lompatan perkembangan yang mengejutkan.

Ada analis dan pengamat yang mengingat secara singkat bahwa tahun 1950-an adalah tahap pertama dari proses ini, khususnya masa pengenalan dan peniruan.

Seperti yang kita ketahui bersama, karena alasan sejarah, Tiongkok pernah telah  mengalami tahapan senjata termal dan mekanisasi. Pada tahun 1950, Tiongkok hanya dapat memproduksi beberapa senjata ringan seperti pistol, senapan, senapan mesin, dan mortir.

Semua yang dibayar rakyat Tiongkok dalam kemenangan Perang Melawan Agresi AS dan Membantu Korea juga mengejutkan Uni Soviet. Sebagai sekutu sosialis, Uni Soviet memutuskan untuk membantu Tiongkok dalam membangun 156 proyek berskala besar.

Sepertiganya adalah proyek industri militer, termasuk banyak transfer teknologi. Dengan mengasimilasi peralatan dan teknologi gaya Soviet, Tiongkok memproduksi serangkaian senjata yang dimulai dengan senapan otomatis Tipe 56, jet tempur J-5, tank Tipe 59, dan perlengkapan lainnya, dan pelajaran mekanisasi kaitannya dengan ini.

Tahap kedua adalah dari tahun 1960-an hingga 1970-an, ditandai dengan penelitian dan pengembangan independen. Karena memburuknya hubungan Tiongkok-Soviet, Uni Soviet menarik para ahli, dan semua proyek kerja sama terputus. Pada saat yang sama, negara-negara Barat terus memblokade Tiongkok.

Dalam situasi demikian Tiongkok tidak memiliki cara lain untuk mengembangkan industri militernya, selain mengembangkan secara mandiri dan mandiri atas dasar teknologi Soviet yang diperolehnya.

Selama periode ini, bagi rakyat Tiongkok yang paling membanggakan adalah keberhasilan membuat "dua bom dan satu satelit". Bom atom berhasil diledakkan pada tahun 1964, bom hidrogen berhasil diledakkan pada tahun 1967, dan satelit bumi buatan domestik pertama berhasil diluncurkan pada tahun 1970.

Selain itu, sejak tahun 1964, Tiongkok telah memulai konstruksi lini ketiga skala besar, dan membangun sistem industri militer besar-besaran untuk wilayah tengah dan barat Tiongkok.

Tahap ketiga kira-kira berlangsung dari akhir tahun 1970-an hingga akhir tahun 1990-an, ditandai dengan pengenalan dan transformasi.

Dengan kemajuan reformasi dan keterbukaan, Tiongkok menyadari kesenjangan yang besar dengan tingkat kemajuan internasional (terutama Barat dan AS), dan pernah mempertimbangkan untuk membeli persenjataan modern Barat dalam jumlah besar, tetapi segera Tiongkok menemukan bahwa negara-negara Barat masih menganggap Tiongkok sebagai negara yang berbeda.

Selain itu tidak hanya produknya saja yang mahal, tetapi persyaratan transfer teknologi juga sangat ketat.

Cadangan devisa Tiongkok pada awal 1980-an hanya kurang lebih 2 miliar dolar AS, dan jika peralatan dan alutsista dalam negeri yang awalnya dipengaruhi oleh Uni Soviet harus diganti dengan seri Eropa dan Amerika akan mahal, lebih-lebih harga yang harus dibayar bahkan lebih tak tertahankan bagi Tiongkok.

Oleh karena itu, Tiongkok akhirnya memutuskan untuk menuntut penelitian dan pengembangan independen. Pada saat yang sama, Tiongkok juga menggunakan kebijakan terbuka untuk mengimpor sejumlah kecil teknologi canggih dan senjata canggih, serta meningkatkan beberapa peralatan Tiongkok.

Seperti mengimpor teknologi avionik asing, transformasi teknologi tempur J-7, pengenalan teknologi sistem pengendalian tembakan untuk mengubah tank Type 59, dll.

Pada tahun 1999, peringatan 50 tahun parade Hari Nasional di Lapangan Tiananmen kita melihat banyak senjata yang dikembangkan secara mandiri oleh Tiongkok, seperti rudal balistik Dongfeng-31, tank tempur utama Type 99, dan rudal anti-tank Red Arrow 9.

Seiring dengan pembentukan ekonomi pasar sosialis, departemen industri militer Tiongkok telah direstrukturisasi satu demi satu industri militer menjadi perusahaan, dan BUMN telah didirikan oleh industri-industri ini.

Pada akhir abad ke-20, Tiongkok secara umum telah dapat mempersempit kesenjangan dengan tingkat kemajuan internasional (Barat dan AS), tetapi masih jauh di belakang tingkat kelas satu dunia.

Awal abad baru ini, perkembangan industri militer Tiongkok telah memasuki tahap baru, ditandai dengan lompatan perkembangan yang dipimpin oleh inovasi teknologi.

Dengan peningkatan investasi nasional yang signifikan, Tiongkok telah mengasah pedangnya selama beberapa dekade, dan sekarang telah mengumpulkan banyak uang. Hampir setiap tahun, ada terobosan besar dalam teknologi militer, dan perkembangan lompatan ke era baru ini semakin dipercepat.

Di bidang-bidang yang sebelumnya tertinggal, kini bisa mencapai level kelas dunia. Sehingga ada beberapa orang bercanda bahwa AS bertanggung jawab untuk membayangkan perencanaan, sementara Tiongkok bertanggung jawab untuk mewujudkannya terlebih dahulu.

Ini berlaku untuk rudal balistik Dongfeng-21, rudal balistik Dongfeng-26, drone Attack-11, ketapel elektromagnetik, kendaraan tempur amfibi Tipe 05, dan peluru kendali Thunderbolt 15.

Terobosan-terobosan besar yang sangat dibanggakan rakyat Tiongkok, termasuk jet tempur generasi kelima yang diwakili jet tempur siluman J-20, kini telah dikerahkan dalam jumlah besar.

Berita terbaru adalah bahwa mesin turbofan WS-15 domestik Tiongkok telah mulai melengkapi J-20, yang merupakan terobosan besar yang akan mengubah aturan pertempuran udara.

Rudal hipersonik Dongfeng-17 juga telah dikerahkan di satuan pasukan, rudal ini sangat sulit untuk dicegat oleh sistem anti-rudal apa pun.

Ada juga kapal perusak besar Type 055, yang sejauh ini merupakan kapal perusak paling kuat di dunia, dengan persenjataan utamanya adalah rudal yang dibawanya dalam 112 sel (tabung) sistem peluncuran vertikal (VLS/vertical launching system), 64 sel di depan dan 48 sel di belakang, rudal balistik anti kapal yang dapat membunuh kapal musuh dengan satu kali tembakan. Dilengkapi dengan radar array bertahap dual-band, kemampuan siluman dan kesadaran situasional yang kuat.

Dilaporkan YJ-21, rudal tersebut dapat ditampung di sel peluncuran vertikal kapal yang saat ini menggunakan rudal YJ-18 dan YJ-100 untuk peran anti kapal dan serangan darat serta tiga jenis rudal untuk pertahanan udara.

Pada kesempatan peringatan 70 tahun kemenangan Perang Melawan Agresi AS dalam Membantu Korea, tampaknya Tiongkok mengenang para martir tentara sukarelawan yang mengorbankan hidup mereka untuk negara. Semangat pengorbanan mereka telah menginspirasi banyak pekerja militer Tiongkok untuk mengatasi tantangan yang tak terbayangkan untuk membangun negara.  Dan rakyat Tiongkok akan selalu mengingat prestasi besar jiwa kepahlawanan mereka. Bersambung.....

Pasca Perang Korea Memicu Pengembangan Alutsista Tiongkok (2)

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

https://militarywatchmagazine.com/article/china-s-type-055-destroyer-tests-new-hypersonic-ballistic-missile-designed-to-one-shot-kill-enemy-warships

https://thediplomat.com/2016/05/china-upgrades-older-warships-with-new-missile-systems/

https://www.zhihu.com/topic/20621386/intro

https://law.fudan.edu.cn/e7/03/c27154a321283/page.htm

https://www.yangtse.com/zncontent/923151.html

https://www.historynet.com/shot-major-davis/

https://www.life.com/history/korean-war-photos-david-douglas-duncan/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun