Sebenarnya, pembangunan jalur kereta api Tiongkok-Myanmar bukanlah niat sepihak Myanmar atau Tiongkok saja. Kerja sama antara Tiongkok dan Myanmar sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya, namun terhalang oleh rongrongan kekuatan Barat.
Pada November 2018 Tiongkok dan perwakilan negara dari Myanmar menandatangani perjanjian kerangka kerja "Proyek Pelabuhan Laut Dalam Kyaukphyu" di Kementerian Perdagangan Myanmar, di mana pihak Tiongkok merupakan pemegang saham utama dengan 70%, dan saham sisanya oleh pihak Myanmar.
Tepat ketika pekerjaan antara Tiongkok dan Myanmar akan berjalan sesuai kesepakatan, ternyata skala proyek yang dilakukan dirubah jauh lebih kecil dari rencana semula.
Karena pada rencana semula direncanakan akan dibangun sekitar 10 tambatan, namun pada kenyataannya kemudian diperkecil menjadi hanya 2 tambatan di bagian ujung pelabuhan, dan investasi awal juga dikurangi dari semula 7,3 miliar dollar AS menjadi 1,3 miliar dollar AS.
Jadi mengapa hingga terjadi perubahan kejadian seperti itu? Belakangan, dari sebuah laporan di media asing, diperoleh kabar yang menjelaskan bahwa peristiwa di balik ini tentang alasan mengapa terjadi perubahan dan penyesuaian besar di pihak Myanmar ada terkait langsung dengan pengaruh dan provokasi AS.
Dalam laporan ini, menurut kata-kata seorang pejabat Amerika, AS mengirim orang ke "proyek percontohan" di Myanmar. Setelah mereka melihat isi perjanjian yang ditandatangani antara Tiongkok dan Myanmar, mereka mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah dalam isi perjanjian ini. Dikatakan ada kondisi perdagangan yang tidak menguntungkan bagi Myanmar, dan mereka berjanji untuk membantu Myanmar bernegosiasi dengan Tiongkok, untuk memperjuangkan kepentingan yang lebih baik bagi Myanmar dalam kerjasama Tiongkok-Myanmar.
Namun nyatanya, jelas ini tidak benar dengan menarik kesimpulan seperti itu, karena Tiongkok dan Myanmar telah menandatangani perjanjian dengan standar yang berbeda. AS hanya melihat menurut standar negara-negara maju di masa lalu, dan tentu saja akan memiliki persepsi yang berbeda dari proyek Tiongkok dan Myanmar ini.
Namun, standar tersebut mungkin tidak sesuai untuk Myanmar yang masih dalam tahap perkembangan. Meskipun campur tangan AS ini telah berdampak tertentu pada pelaksanaan proyek jalur kereta api Tiongkok-Myanmar ini, dan bahkan proses proyek telah ditunda lagi beberapa kali. Tapi setelah berjalannya waktu pemerintah Myanmar akhirnya melihat dengan jelas dari maksud AS yang sebenarnya, akhirnya menjadi cemas sendiri. Apa yang membuat mereka menjadi cemas?
Sebenarnya, ada banyak alasan di balik ini. Sejak tahun 2006, Tiongkok telah berkali-kali menyumbangkan dan menjual lokomotif diesel ke Myanmar, dan memberikan transfer teknologi yang sesuai untuk membangun gerbong barang dan penumpang, memberikan pelatihan dan bantuan teknis kepada karyawan dan insinyur/teknisi Myanmar. Pihak Myanmar telah menyelesaikan peningkatan bengkel pembuatan gerbong-gerbong ini.
Bahkan pada pertengahan tahun 2009, Tiongkok telah  menyumbang ke Myanmar 20 gerbong penumpang dan 200 gerbong barang  dan 5 unit lokomotif diesel.