Tetapi, bagi negara-negara dengan anggaran militer terbatas dan ingin ingin membeli jet tempur pencegat udara, mereka hanya dapat memilih pesawat tempur menengah, Â jika mereka tidak mampu atau bahkan menggunakan pesawat tempur berat bermesin ganda, karena akselerasi dan biaya oeperasionalnya yang rendah, jadi J-10C masih memiliki pasar luar negeri yang besar.
Jet tempur Rafale Prancis bisa dijual dengan laris akhir-kahir ini. Selain karena performa dari pesawat tempur itu sendiri, juga terkait langsung dengan pengaruh politik dan diplomatik Prancis. Secara khusus, banyak negara yang membeli Rafale yang loyal sebagai pengguna jet tempur Prancis sebelumnya, jadi bagi mereka adalah normal untuk terus memilih Rafale.
Oleh karena itu selain kinerja jet tempur J-10CE, kemampuan diplomatiknya juga sangat terkait dengan penjualan. Jika tidak, bagaimana mungkin J-10CE bisa mendapatkan pembeli seperti Pakistan, Iran, Venezuela dan negara-negara lain dalam dua tahun terakhir ini.
Pada awal 2018, Indonesia sudah berniat membeli jet tempur Su-35S buatan Rusia, tetapi menurut beberapa sumber karena adanya intervensi AS yang mengacaukan situasi dan membuat kerja sama ini tidak mungkin dilakukan.
Pasar pembelian senjata internasional selalu bergejolak, dan hubungan internasional memiliki dampak yang sangat penting pada penandatanganan kontrak. Selain perlu mempertimbangkan kinerja dan harga peralatan, hubungan eksternal juga menjadi faktor penting utama (politis).
Ini juga yang menjadi alasan utama mengapa jet tempur J-10C Tiongkok kalah pemasaran dari jet tempur "Rafale". Jet tempur "Rafale" dibuat sangat awal dan memiliki lebih banyak waktu untuk dijual daripada jet tempur J-10C.
Tampaknya untuk menemukan titik keseimbangan sendiri dalam permainan kekuatan besar, sudah menjadi praktek yang konsisten dipertimbangkan di Asia Tenggara. Jadi tidak mengherankan jika Indonesia akan mengabaikan atau menolak promosi alutsista dari Rusia atau Tiongkok.
Indonesia memilih Rafale Prancis tidak terlepas dari faktor ekonomi dan diplomatik menjadi pilihan yang terbaik.
Jet tempur "Rafale" telah menjadi produk bintang di pasar pembelian senjata internasional dalam beberapa tahun terakhir, tetapi sebelumnya juga mengalami periode sepi pembeli dan dilema hingga tahun 2015.
Tapi keadaan berubah setelah Mesir membeli 24 jet tempur Rafale dari Prancis pada tahun 2013-2017 dengan opsi 12 jet berikutnya.