Bagaimana AS dan Barat menggunakan komoditi pangan sebagai senjata menguasai dunia dan "menjajah" negara berkembang secara senyap tersamar? Bagi AS dan Barat bagaimana untuk bisa mengkontrol atau menguasai suatu negara, terutama negara dunia ketiga yang sedang berkembang, apakah dengan finasial, politik, atau kekuatan senjata? Tapi tampaknya yang paling efektif adalah dengan mengkontrol pangan.
Disini akan diulas tentang periode serangan pangan untuk kedelai yang kedua kepada Tiongkok, dalam tulisan ini akan dibahas mulai dari tahun 1994 yang dilakukan AS dan Barat dalam serangan pengontrolan pangan pokok paling berbahaya terhadap Tiongkok yang cukup seru.Â
Pada akhir cerita ini ada sesuatu yang kita mungkin tidak menyangka dan bahkan bisa mengejutkan.
Mungkin kisah ini bisa memberi suatu pembelajaran bagi kita sebagai negara yang sedang berkembangan, dimana kebutuhan dan pertahanan pangan (sembako) akan sangat penting untuk ketenangan dan kesejahteraan bagi rakyat kita dan perlu diwaspadai sangat mungkin dijadikan senjata oleh Barat dan AS untuk menguasai kita.
Mari kita mulai dengan apa yang disebutkan bantuan oleh AS.
Program bantuan pangan AS dimulai pada tahun 1954 sebagai sarana untuk membuang surplus pertanian (bijian terutama berupa kedelai, gandum) domestik AS yang mahal.
 Pada tahun itu, Kongres mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Bantuan Perdagangan Pertanian, yang dikenal sebagai Hukum Publik 480. PL 480 yang memungkinkan "negara-negara sahabat" (negara sedang berkembang dan dunia ketiga) yang mengalami defisit pangan untuk membeli komoditas pertanian AS dengan mata uang lokal, sehingga menghemat cadangan devisa dan mengurangi surplus biji-bijian AS.
Di bawah PL 480, komoditas pertanian senilai hampir US$35 miliar telah dikirim ke luar negeri AS sejak 1955-1987an. Setengahnya adalah gandum dan tepung terigu. Selama akhir 1950-an dan awal 1960-an, nilai PL 480 mencapai sepertiga dari total ekspor pertanian AS.Â
Pada tahun 1987, bantuan pangan merupakan kurang dari lima persen dari semua ekspor pertanian. Kurang dari empat juta metrik ton produk gandum setiap tahun saat itu dikirim di bawah program ini, dibandingkan dengan puncaknya 15 juta metrik ton pada awal 1960-an.