Konflik Palestina-Israel telah dimulai lagi selama lebih dari seminggu, dan tidak ada pihak yang berniat untuk berhenti. Konflik terus berlanjut, dan korban jiwa semakin banyak. Namun bersyukur telah terjadi gencatan senjata yang tampaknya rapuh sejak Jumat kemarin antara Hamas dan Isreal.
Bersyukur tidak ada laporan pelanggaran perjanjian gencatan senjata yang dimulai berlaku pada hari Jumat lalu, untuk mengakhiri kekerasan selama hampir dua minggu (11 hari). Namun masih ada bentrokan kecil terjadi antara polisi Israel dan warga Palestina di luar Masjid Aqsa di Yerusalem. Menurut berita terakhir.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlangsung cepat selama hari pertama hingga Sabtu pagi di Timur Tengah, sementara penduduk di seluruh Gaza mulai menilai untuk pertama kalinya skala kerusakan yang ditimbulkan oleh putaran terakhir konflik.
Pada hari Jumat (21 Mei 2021), pekerjaan penyelamatan masih berlangsung beberapa jam setelah gencatan senjata diberlakukan pada pukul 2 pagi. Para pekerja yang menggali terowongan Hamas yang tampaknya hancur menemukan lima mayat dan menarik sekitar 10 orang yang selamat dari puing-puing.
Pejabat di Gaza mengatakan bahwa sekitar 1.000 unit perumahan di seluruh jalur pantai telah hancur dan lima menara tempat tinggal runtuh, bersama dengan jumlah bisnis yang belum terhitung jumlahnya.
Menghadapi situasi ini, AS yang di masa lalu sangat berpengaruh kini tidak mengatakan apa-apa, tampak tidak berdaya. Bahkan setelah konflik dimulai, Israel langsung meminta kepada AS untuk tidak ikut campur. Hegemon dunia kini telah menjadi penonton untuk isu global sensitif.
Melalui konflik Palestina-Israel kali ini, banyak pengamat dapat memastikan kembali bahwa hegemoni global absolut AS sudah tidak ada lagi.Â
Kapan konfirmasi hal tersebut terakhir? Ada yang mengatakan itu dapat silihat pada waktu dialog strategis tingkat tinggi antara Tiongkok dan AS dua bulan lalu di Anchorage Alaska.Â
Baca:
Menyimak Isi Dialog Tingkat Tinggi Tiongkok-AS, Yang Jiechi-Wang Yi dan Blinken-Sullivan Â
Di satu sisi, ketika AS tidak mampu menahan Tiongkok, di sisi lain, menghadapi AS dan sekutunya, Tiongkok langsung menantangnya.
Oleh karena itu, terlepas dari apakah AS mengakui bahwa AS bukan lagi hegemoni absolut, hanya dapat dikatakan bahwa mereka masih memiliki derajat hegemoni tertentu. Bisa itu dikatakan sebagai simpul yang sangat penting bagi konflik Palestina-Israel. Kenapa?
Karena ketika AS tidak dapat berbuat apa-apa tentang konflik Palestina-Israel, Tiongkok memanfaatkan kesempatan yang sedang menjabat sebagai presiden bergilir Dewan Keamanan PBB untuk menerobos berbagai rintangan dari AS dan secara aktif memprakarsai dan mengadakan pertemuan terbuka. Pertemuan Dewan Keamanan tentang konflik Palestina-Israel.
Ini adalah hasil pertemuan baru-baru ini yang dipimpin oleh Anggota Dewan Negara dan Menlu Tiongkok Wang Yi. Wang Yi menekankan bahwa Tiongkok adalah teman tulus rakyat Palestina.Â
Dalam situasi saat ini, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengajukan "usulan empat poin" Tiongkok dalam menyelesaikan masalah Palestina di tahun 2017, yang bahkan lebih penting lagi, makna yang lebih realistis.
Sejak menjabat sebagai presiden bergilir Dewan Keamanan PBB, Tiongkok telah menjadikan penanganan ketegangan saat ini di Timur Tengah sebagai prioritas utama dan telah mendorong Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan masalah Palestina berkali-kali.
Tiongkok tampaknya akan terus meningkatkan upaya untuk mempromosikan pembicaraan damai dan memenuhi tugas-tugas Dewan Keamanan yang sarat dan mencekik.
Tiongkok mengulangi undangannya kepada tokoh-tokoh pencinta damai dari Palestina dan Israel untuk datang ke Tiongkok, dan menyambut perwakilan Palestina dan Israel untuk bernegosiasi untuk mengadakan pembicaraan langsung di Tiongkok.
Kantor berita resmi Tiongkok Xinhua melaporkan kata-kata dari Menlu Wang Yi yang sangat menarik dan menjanjikan yang tercermin dalam empat aspek:
Pertama, masalah kunjungan langsung Tiongkok ke Palestina dan Israel adalah inti dari masalah global. Wang Yi mengatakan bahwa Penasihat Negara dan Menteri Luar Negeri Tiongkok mengatakan bahwa masalah Palestina selalu menjadi inti dari masalah Timur Tengah, dan Timur Tengah tidak stabil dan dunia tidak tenang.
Oleh karena itu, isu Palestina-Israel secara obyektif menjadi inti dari stabilitas global, karena isu Palestina-Israel merupakan inti dari stabilitas global, maka pertimbangan stabilitas global harus mengedepankan solusi yang komprehensif, adil dan langgeng.
Masalah Palestina adalah kunci untuk mencapai perdamaian abadi dan keamanan umum di Timur Tengah, bahkan stabilitas global secara obyektif, karena masalah Palestina-Israel di masa lalu terlalu sensitif, tidak ada negara yang berani menyebutkannya.
Dan sekarang Tiongkok membimbing dunia dengan bersih, mengarah pada masalah inti global ini. Sangat penting secara strategis bagi Tiongkok untuk berbicara tentang masalah Palestina-Israel, karena AS berharap dapat menggerakkan sumber daya global dan sekutu untuk mengepung Tiongkok. Sekarang serangan balik Tiongkok terhadap masalah Palestina-Israel dapat digambarkan sebagai langkah yang cerdas. Oleh sebagain pengamat.
AS jelas pasif terhadap penangaan seperti itu, karena realitas dalam masalah Palestina-Israel AS sudah terlihat di luar kendali.
Kedua, Tiongkok langsung menunjuk ke inti permasalahan saat ini, artinya hanya dalam waktu satu minggu, jumlah korban tewas di kedua belah pihak sudah melebihi 200, dan jumlah korban luka sduah satu hingga dua ribuan. Jika terus bertambah, krisis kemanusiaan yang sangat serius akan terjadi. Korban tewas akan meningkat pesat, dan kemungkinan akan menyebar ke jangkauan yang lebih luas.
Jika situasi perang semakin meluas, harga minyak internasional akan melambung tinggi, ketidakstabilan regional akan meningkat, hal itu secara serius akan menghambat pemulihan ekonomi global, dan itu akan membawa bencana bagi perang global melawan pandemi. Dalam hal ini, AS dapat tidak melakukan apa-apa atau bahkan menunjukkan inti masalahnya, menghadapi Israel Biden terlihat tertatih-tatih lamban.
Ketiga, Tiongkok secara langsung menunjuk ke dua negara kunci, Israel dan AS, Israel telah mengblokade Gaza yang menyebabkan bencana kemanusiaan bagi Palestina.
Dengan Israel memblokade Gaza pasti akan menjadikan Palestina mejadi pengungsi, memaksa mereka untuk meninggalkan kampung halamnannya, sehingga Israel dapat merebut wilayah ini untuk dikembangkan sendiri.
Oleh karena itu, Tiongkok secara langsung mendesak Israel untuk memenuhi kewajiban perjanjian internasionalnya dan segera mencabut blokade Gaza.Â
Di saat yang sama, Tiongkok mengimbau masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Palestina, sekaligus menekankan peran PBB sebagai koordinator.
Tekanan ini sangat cerdik, karena berdiri di atas komando moral yang tinggi, dan Tiongkok berseru bahwa semua negara akan merenungkan konotasi dan perhitungan mereka sendiri.
Kemudian, jika Israel terus memblokade Gaza, itu akan ditentang oleh negara-negara di seluruh dunia. Mengenai AS, Tiongkok menyebutkan bahwa "karena halangan suatu negara, Dewan Keamanan belum mengeluarkan suara bulat." Semua orang tahu siapa yang menghalanginya.
Pada saat yang sama, Tiongkok menyerukan kepada AS untuk mengambil tanggung jawab dan mengambil sikap yang adil untuk mendukung tindakan Dewan Keamanan guna meredakan situasi. Jelas, Tiongkok telah secara langsung menunjukkan tidak bertanggung jawabnya AS.
Keempat, Tiongkok menekankan bahwa "solusi dua negara" adalah solusi fundamental untuk masalah Palestina-Israel. Israel menentang "solusi dua negara" karena alasan yang sederhana. Dia memikirkan aneksasi yang aman atas Palestina.
Jika dengan "solusi dua negara" berarti bahwa Israel tidak hanya tidak dapat memperluas lebih jauh wilayah yang dikuasainya saat ini, tetapi juga harus rela mengembalikan sebagiannya ke Palestina, bagaimana mungkin pemerintah Israel bersedia menerima "solusi dua negara"?
Jadi, apakah AS mendukung "solusi dua negara"? Setidaknya di permukaan itu mendukung, tetapi belum tentu dalam tindakan, terutama jika dilihat pemerintahan Trump sama sekali tidak menyetujui "solusi dua negara".
Oleh karena itu, Trump langsung membongkar kerangka perdamaian Palestina-Israel yang semula dipimpin oleh AS. Namun, dari sisi kepentingan nasional AS, solusi dua negara adalah untuk kepentingan AS, karena akan menyelamatkan AS dari investasi. terlalu banyak sumber daya dalam masalah Palestina-Israel.
Namun, dari perspektif komunitas internasional, "solusi dua negara" adalah satu-satunya solusi. Saat ini, setidaknya ada 137 negara di dunia yang mengakui Palestina, yang lebih penting, penyelesaian masalah Palestina-Israel tidak dapat didasarkan pada kematian Palestina, dan 13,5 juta orang Palestina tidak dapat dibiarkan tanpa ruang untuk bertahan hidup.
Dalam keadaan seperti itu, Tiongkok sekali lagi menunjukkan bahwa "solusi dua negara" adalah jalan keluar yang fundamental.
Jadi, apakah Israel benar-benar setuju dengan itu? Tentu saja, dia tidak setuju dengan itu sekarang.
Jangan dikata berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan memindahkan Yerusalem sebagai ibukota Israel, itu sudah berarti memiliki kedaulatan dan kemerdekaan penuh atas wilayah yang sebelum 1967, yang berarti Isreal jelas sudah tidak akan menerima "solusi dua negara".
Dalam hal ini, tentu saja usulan Tiongkok berdasarkan perbatasan tahun 1967 adalah yang paling masuk akal dan realistis. Tapi tentu saja sangat sulit bagi Israel untuk menyerahkan kembali begitu banyak wilayah yang sudah mereka rebut, sehingga meskipun Tiongkok mengusulkan kepada Israel, sulit untuk menyetujuinya. Lalu mengapa mengusulkannya?
Karena ini satu-satunya cara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Tiongkok berkewajiban pembawa keadilan. Jika semua pihak belum setuju, tidak apa-apa bisa berbicara perlahan. Ada cara dan alasan untuk tidak membicarakannya, dan setiap negara memiliki cara tidak membicarakan sendiri.
Tentu saja, Tiongkok juga punya cara untuk melindungi kepentingan nasionalnya sendiri. Oleh karena itu, Tiongkok tidak pernah berpikir bahwa siapa pun yang tidak ingin membicarakannya akan melakukannya. Tiongkok masih akan berpegang pada proposisinya sendiri.
Pada saat yang sama, semua pihak akan mempromosikan kekuatan Tiongkok berdasarkan proposisinya. Semua orang bisa menimbangnya. Banyak pihak yang mempertanyakan: Bisakah Tiongkok menyelesaikan masalah Palestina-Israel?
Ini benar-benar memalukan Tiongkok ditanyakan, karena tidak ada cara untuk menjawabnya. Apalagi ini juga masalah Tiongkok juga dan seluruh dunia. Bagaimana Tiongkok bisa menggunakan penggaruhnya untuk mengatakan bahwa Tiongkok bisa menyelesaikannya? Masalah ini terus terang terlalu besar. AS telah mengerjakannya selama lebih dari 70 tahun dan belum dapat menyelesaikannya tetapi kini telah kehilangan kendali.
Bagaimana mungkin AS sebagai hegemon selama ini tidak berfungsi, dan pada gilirannya meminta Tiongkok untuk menyelesaikannya? Tapi jika tidak bisa menyelesaikannya dengan baik, apakah persoalannya sudah selesai? Tentu saja belum.
Karena selama masalah Palestina-Israel belum terselesaikan, dunia akan terus gelisah, dan seluruh dunia akan menderita. Dalam keadaan seperti itu, AS tidak dapat menyelesaikannya. Tentu saja, Tiongkok, sebagai negara besar yang bertanggung jawab, tidak boleh membiarkannya dan tidak membimbing mencari solusinya. Iut adalah logikanya.
Proposisi, garis, dan metode Tiongkok secara bertahap dikedepankan. Begitulah tampaknya cara dan sikap Tiongkok untuk menyelesaikan masalah ini. Tiongkok akan mengambil satu langkah pada suatu waktu yang tepat.
Namun, harus digarisbawahi bahwa tidak ada bencana kemanusiaan skala besar yang dapat harus diselesaikan, kapan pun harus dapat diselesaikan, dan harus menjadi kepentingan bersama semua pihak, karena jika gagal skala konflik akan memperluas ke seluruh regional.
Oleh karena itu, bisa atau tidaknya rekonsiliasi Palestina-Israel dipromosikan, tidak tergantung pada Tiongkok. Tetapi Tiongkok tampaknya merasa memiliki tanggung jawab untuk memimpin sebagai negara besar.Â
Selama semua pihak bersedia mengikuti jalan pemikiran Tiongkok. Maka pasti akan terselesaikan pada akhirnya, apalagi jika AS tidak lagi menjadi hegemoni global, maka masalah Palestina-Israel akan dapat diselesaikan dengan lebih cepat.
Tentu saja, bagi Tiongkok, Timur Tengah semula merupakan titik pendukung dari pusat internal hegemoni global, dan isu Palestina-Israel menjadi intinya. Dalam keadaan ini, menjadi titik strategis AS untuk menjadikan keadaan bergolak.
Sebagai strategi Tiongkok untuk serangan balik pada AS dalam membendung kebangkitan Tiongkok, Tiongkok juga merasa sangat baik menggunakan masalah Palestina-Israel untuk menangkal masalah tersebut. Jadi dalam konteks ini jangan tanya Tiongkok apakah dapat menyelesaikan masalah Palestina-Israel.
Itu bukan untuk Tiongkok saja, tetapi proses penyelesaian masalah Palestina-Israel adalah proses kebangkitan Tiongkok dalam posisi strategis kekuatan besar, dan proses tindakan balasan Tiongkok terhadap tekanan dan pembendungan AS terhadap Tiongkok. Dan itu dianggap baik bagi Tiongkok.
Apa yang sedang dilakukan Tiongkok, perlu dipahami bahwa mereka harus mendapatkan hasil satu demi satu, dan mengambil langkah selanjutnya berdasarkan hasil ini. Hanya dengan memahami hal ini kita barulah dapat memahami Tiongkok, Â nilai dan kepenting apa mereka mengambil keputusan untuk terlibat penyelesaian ini.
Tapi bagaimana pun kita semua berharap keadaan Timur Tengah bisa cepat menjadi damai, rakyat disana sudah lama mengharapkannya dan juga umat manusia yang cinta damai dan ketenangan .......
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
https://www.nytimes.com/live/2021/05/21/world/israel-hamas-news
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-57205968
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H