Tak bisa dipungkiri, Tiongkok merupakan kubu pertama dalam penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19 di dunia, karena merupakan mitra dan kerja sama, maka harus menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, kebijakan preferensial tertentu pasti akan diberikan kepada mitra. Ini termasuk prioritas pembelian atau penyediaan sejumlah bantuan setelah vaksin berhasil.
Indonesia menerima 1,2 juta dosis vaksin dari perusahaan farmasi Tiongkok, Sinovac, yang memicu diskusi besar di jejaring sosial Weibo, di mana topik tersebut ditonton 120 juta kali (Desember 2020). Berita utama dari outlet media Tiongkok menyoroti rasa terima kasih Presiden Indonesia Joko Widodo, dan diskusi dari pengguna internet Tiongkok bernuansa patriotik, dengan banyak yang mengatakan pengiriman tersebut mengukuhkan Tiongkok sebagai pemain yang bertanggung jawab memimpin upaya global untuk memerangi pandemi.
Indonesia telah menjadi salah satu tempat pengujian terpenting untuk vaksin Covid-19 Tiongkok di luar negeri, dan berita utama Desember 2020 menggambarkan upaya Tiongkok untuk memulihkan posisinya melalui apa yang disebut "diplomasi vaksin". Meskipun Tiongkok belum menyetujui vaksin apa pun untuk digunakan secara luas di dalam negeri, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan awal tahun ini bahwa program vaksin Covid-19 akan menjadi "barang publik global" untuk memastikan negara-negara berkembang dapat mengakses dan membeli obat-obatan tersebut.
Kedua. Apakah bantuan vaksinTiongkok kepada luar negeri akan merugikan Tiongkok?Â
Dalam segi Politis. Menurut laporan terbaru oleh Menlu Tiongkok Wang Yi sebagai pejabat ring satu Tiongkok yang bertanggung jawab atas distribusi vaksin yang adil, Tiongkok telah bergabung dengan "Rencana Implementasi Vaksin Covid-19" dari WHO.
Dan berjanji akan memberikan 10 juta dosis vaksin batch pertama, vaksin ini jelas akan berhubungan dengan negara berkembang. Pada saat yang sama, Tiongkok telah memberikan bantuan vaksin gratis kepada 69 negara berkembang yang sangat membutuhkan.
Bersamaan dengan itu, vaksin juga disumbangkan kepada penjaga perdamaian dari berbagai negara. Tiongkok juga bersedia bekerja sama dengan Komite Olimpiade Internasional untuk memberikan vaksin kepada para atlet yang bersiap untuk mengikuti Olimpiade. Ketika negara-negara maju Barat masih memperdebatkan vaksin, Tiongkok sudah mewujudkan dengan tindakan.
Tindakan di atas dengan sendirinya mendapat simpati sebagian besar negara-negara di dunia, sehingga bagaimanapun Tiongkok memperoleh keberuntungan dari tindakan keadilan. Sehingga pada perdebatan konfrontasi di PBB Baru-baru ini menurut Kantor Berita Xinhua, pada pertemuan ke-46 Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang diadakan di Jenewa pada 6 Maret 2021, perwakilan dari Belarusia berpidato menyuarakan bersama atas nama 70 negara, menekankan bahwa urusan Hong Kong adalah urusan dalam negeri Tiongkok dan tidak boleh diganggu oleh Dunia luar. Meskipun AS dan Barat mencoba untuk menekan Tiongkok, tapi Tiongkok tetap berpelukan dengan hangat dan berteman kepada banyak negara untuk membantu vaksin kepada mereka.
Meskipun tidak dapat dikatakan bahwa semua itu berkat vaksin, ini adalah hasil dari komitmen jangka panjang Tiongkok untuk "community with a shared future for mankind/ komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia."
Dalam segi ekonomi, di sini setiap orang harus memahami sebuah konsep: vaksin Covid-19 bukanlah produk yang dapat menghasilkan keuntungan permanen, di satu sisi vaksin bukanlah produk konsumen yang dapat digunakan kembali. Saat ini, selama vaksin menghasilkan antibodi, tidak perlu lagi melakukan vaksinasi.
Di sisi lain, Tiongkok bukan satu-satunya negara di dunia yang memiliki vaksin Covid-19, tetapi juga ada vaksin dari Inggris, AS, Rusia dan Jerman serta India, yang bertanggung jawab atas produksinya. Hanya saja sementara ini vaksin mereka mungkin memiliki lebih banyak efek samping dan tingkat produksi yang lebih lambat.