Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontroversi HAM di Barat dan AS Terlihat dalam Pandemi Covid-19

8 Maret 2021   14:53 Diperbarui: 8 Maret 2021   15:54 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.guancha.cn

Meneruskan postingan penulis yang lalu tentang HAM, perlu kiranya juga kita melihat bagaimana kenyataan HAM di AS dan Barat. Baca:

Perbincangan Tentang Apa Itu HAM?

Dan merebaknya Pandemi Covid-19 telah membuka mata orang-orang dunia bagaimana sistem polilik suatu negara bekerja dalam melindungi HAM rakyatnya.

Pada tahun lalu (2020) di AS meletus demonstrasi besar-besaran menentang diskriminasi rasial yang melanda seluruh AS. Kemudian slogan yang diteriakkan oleh orang-orang saat itu adalah "Black Lives Matter (Kehidupan orang kulit hitam juga kehidupan)".

Sehingga ada pengamat dan analis luar yang berpandangan, dengan meletusnya pandemi Covid-19 kali ini, dimana rakyat AS telah mengalami jumlah orang yang terpapar dan meninggal akibat pandemi menjadi yang terbesar di dunia. Maka rakyat negara ini patut meneriakkan slogan "American Lives Matter/Kehidupan Orang Amerika Juga Kehidupan)".

Bahkan jika karena berbagai alasan mereka tidak dapat mengucapkan slogan seperti itu, patutlah kita dari dunia luar dapat meneriakkan untuk mereka "American Lives Matter/Kehidupan Orang Amerika Juga Kehidupan)".

Namun otoritas AS yang mengabaikan HAM yang paling dasar, yaitu hak untuk hidup, masih memiliki "keberanian" untuk mengkritik  negara luar di dunia atas pelanggaran HAM.

Bahkan pada Hari HAM Sedunia tahun lalu 10 Desember, di AS beberapa hari itu telah terjadi kematian karena terpapar Covid-19 dalam satu hari mencapai sekitar 3000an orang.

Pada hari itu juga telah terjadi di Tiongkok Kedubes AS di Beijing dalam Weibo (semacam twitter) menyeruhkan kepada rakyat Tiongkok untuk "berani berdiri dan bangkit untuk melakukan protes secara damai".

Maka jurubicara Kemenlu Tiongkok Hua Chunying mengatakan pada konferensi pers reguler keesokan harinya bahwa apa yang dilakukan AS untuk masalah HAM memungkinkan dunia untuk melihat apa yang disebut "HAM munafik AS seperti di texbook".

Sumber: guanca.cn
Sumber: guanca.cn
Alasan orang Tiongkok cukup sederhana. Karena saat ini, jika mereka tinggal hidup di Tiongkok, rasa amannya 100 kali lipat dari AS dan Inggris Raya. Maksudnya rasa aman terbebas dari terpapar Covid-19 atau dari kematian akibat Covid-19. 

Orang Tiongkok menganggap sistem dan keberhasilan model tata kelola Tiongkok lebih unggul dari Barat dan AS.

Jika di dilihat per 11 Januari 2021, jumlah kematian absolut akibat pandemi Covid-19 di AS adalah 80 kali lipat dari Tiongkok, sedang penduduk Tiongkok 4,2 kali lipat dari AS.

Oleh karena itu, dalam kenyataannya, Tiongkok bebas dari rasa aman per kapita karena meninggal akibat Covid-19 secara matematis harusnya lebih aman 337 kali dari AS. Jika dihitung dengan terhindar dari terpaparnya Covid-19, persepsi keamanan per kapita Tiongkok seharusnya adalah  993 kali lipat dari AS.

Maka para pakar memperhitungkan, jika pencegahan dan pengendalian pandemi di negara bagian AS selama periode ini masih penuh celah seperti sekarang, diperkirakan jumlah kumulatif kematian bisa mencapai 770.000.

Tantangan vaksinasi di AS saat ini tampaknya tidak kalah dengan tantang yang terjadi dengan mewajibkan menggunakan masker, sekitar 30-40% orang AS tidak pernah percaya pada vaksin. Masih banyak orang AS yang menyebarkan isu berbagai klaim tentang vaksin.

Misalnya vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Tiongkok dan Rusia untuk menyebarkan komunisme, vaksin tersebut akan mengedit kembali sistem kekebalan manusia, dll.

Ini mengingatkan banyak pakar dunia luar bahwa AS sekarang memasuki masa yang disebut "era pasca-kebenaran." Sekitar setengah dari populasi tidak percaya pada pemerintah, dan sebagian besar orang tidak percaya pada sains atau institusi ilmiah yang berwibawa. Alhasil, semuanya dijadikan politis. Kalau diubah, semua jadi kontroversi. Jadi AS memang sedang mengalami "musim dingin tergelap"

Menurut laporan "Capitol Hill" AS, direktur CDC Pusat Pencegahan, Pengendalian, dan Pencegahan Epidemi AS bernama Redfield. Pada 9 Desember (2020), dia berkata: "Kita (AS) saat ini berada pada tahap dimana negara setiap hari dengan jumlah kematian akibat pneumonia korona baru (Covid-19),  dalam 60 hari hingga 90 hari ke depan, dan tiga setengah bulan ke depan dapat melebihi dari kematian insiden '911' atau 'Pearl Harbor'".

Jadi jumlah korban tewas akibat insiden "Pearl Harbor" adalah 2.400 orang, dan korban tewas akibat "911" adalah 2.900 orang. Dengan demikian, jumlah kematian dalam satu hari di AS pada tanggal 9 Desember (2020) adalah 3.054, catatan terbaru dalam sejarah.

Jadi, meskipun media Amerika berlomba untuk melaporkan hari ini bahwa vaksin Covid-19 pertama yang dikembangkan oleh Pabrik Farmasi Pfizer Inc. AS telah secara resmi disetujui untuk digunakan, Redfield masih percaya bahwa tidak akan ada pasokan vaksin dalam  jumlah besar dari dosis ini dalam beberapa bulan ke depan..

Artinya untuk jangka waktu yang cukup lama di masa depan ini, AS masih akan menghadapi tantangan berat dalam pencegahan dan pengendalian pandemi, apa yang dikatakannya saat vaksinasi dimulai minggu ini pada bulan Desember tidak akan berdampak pada 60 hari ke depan.

Di AS baru-baru ini, telah sering terjadi laporan tentang sejumlah besar kekacauan vaksinasi, dan pemerintah federal serta pemerintah daerah tidak memiliki pengaturan secara keseluruhan.

Pemerintah federal hanya bertanggung jawab atas pengangkutan/pengiriman vaksin, dan tugas yang lebih berat dalam mendistribusikan vaksinasi diserahkan kepada pemerintah daerah. Namun, institusi medis di berbagai bagian AS, terutama di tingkat negara bagian, sudah kelebihan beban, dan ada kekurangan staf medis yang serius. Perawatan medis, perawatan, dan distribusi, inokulasi atau vaksinasi, mereka benar-benar tidak berdaya.

Penyimpanan vaksin juga menjadi masalah. Kebanyakan virus vaksin harus disimpan pada suhu ultra-rendah minus 75 derajat. Banyak rumah sakit kecil sama sekali tidak memiliki lemari es bersuhu sangat rendah. Apalagi tenaga yang bisa mendapatkan izin vaksinasi juga relatif terbatas.

Oleh karena itu, kita telah melihat laporan bahwa banyak orang telah melakukan ratusan panggilan telepon untuk membuat janji temu dan tidak ada yang menjawabnya, menunggu dalam antrean selama enam atau tujuh jam tanpa mendapatkan vaksinasi. Jadi pada akhir tahun lalu, saat Natal, orang Amerika bepergian dalam kisaran tersebut.

Selain itu, pada bulan Januari tahun ini, dampak dari demo di Gedung Capitol Washington, dll., Insiden pertemuan berskala besar, menurut pengamat, telah memperburuk penyebaran pandemi.

Berbicara tentang "American Lives Matter", kita bisa menyebutkan beberapa situasi yang baru-baru ini diungkapkan oleh media AS. Menurut laporan Jaringan Berita "Politico" AS (2020) pada 16 Desember, pemerintahan Trump pernah menunjuk Konsultan kedokteran Paul Alexander. 

Dia bekerja di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (Department of Health and Human Services / HHS) di AS. Dia biasa merekomendasikan strategi "herd immunity"(kekebalan kelomok) dalam bentuk tertulis dan email. Dia secara terus terang  semoga rakyat terpapar Covid-19.

Kemudian email internal yang diperoleh media ini dari DPR (AS) menunjukkan bahwa Alexander telah berulang kali mendesak pejabat kesehatan untuk mengadopsi pendekatan "herd immunity" terhadap virus Covid-19, yang memungkinkan jutaan orang AS tertular virus tersebut. 

Pada 4 Juli ( 2020) Pada hari Minggu, dia menulis kepada banyak pejabat senior Departemen Kesehatan AS. Dia menuliskan bahwa tidak ada cara lain. Kita perlu membangun herd community. Ini hanya untuk mengekspos kelompok-kelompok yang tidak berisiko tinggi terhadap virus. 

Dia sangat percaya bahwa bagi bayi, anak-anak, remaja, dewasa muda, orang paruh baya tanpa gejala apapun, dll, resiko penularan mereka sangat rendah, atau bahkan mendekati nol.

Jadi dia berkata bahwa mereka menggunakannya untuk menumbuhkan semacam herd immunity, dengan harapan mereka akan tertular. Laporan tersebut secara khusus menyebutkan bahwa sebelum 24 Juli (2020) ini, Alexander secara gamblang menulis kepada kepada Food and Komisaris Administrasi Narkoba Stephen Hahn, Caputo dan delapan pejabat senior lainnya. 

Caputo kemudian meminta Alexander untuk meneliti gagasan itu, menurut email yang diperoleh oleh subkomite terpilih Komite Pengawas DPR tentang virus corona, seorang pejabat senior dari FDA mengatakan bahwa untuk mendapatkan kekebalan alami, perlu ada paparan alami. Cara terbaik  untuk membiarkan virus ini masuk ke tubuh anak-anak dan remaja pada waktunya untuk terinfeksi.

Alexander adalah wakil tertinggi Caputo, yang secara pribadi dilantik oleh Presiden Donald Trump pada bulan April untuk memimpin upaya komunikasi departemen kesehatan. Para pejabat mengatakan kepada POLITICO bahwa mereka percaya bahwa ketika Alexander membuat rekomendasi, dia mendapat dukungan dari Gedung Putih.

Namun pada 27 Juli (2020) Redfield menerima email darinya yang mengatakan bahwa perguruan tinggi harus dibuka agar virus dapat terus menyebar. Dia mengatakan bahwa kaum muda yang sehat, remaja, anak-anak, dan remaja diperlukan agar mereka cepat tertular pada dirinya sendiri, menyebarkan virus, dan menumbuhkan kekebalan kelompok.

Kemudian untuk mencegah virus menyebar lebih banyak, maka setelah pengungkapan informasi ini timbullah keributan. Seorang juru bicara Departemen Kesehatan AS segera tampil dan mengatakan bahwa email Alexander sama sekali tidak berdampak pada strategi departemen mana pun untuk pencegahan dan pengendalian pandemi. Juru bicara juga mengatakan bahwa Alexander telah dipecat.

Tetapi sekarang kita bisa melihat laporan bahwa Alexander diberhentikan pada September (2020), tetapi pada September (2020), segala sesuatu di AS sudah tidak terkendalikan.

Seperti kita ketahui Inggris adalah yang pertama yang mengemukakan penggunaan "herd immunity " untuk mengatasi pandemi. Pada 13 Maret tahun lalu, Sir Valance, kepala penasihat ilmiah pemerintah Inggris, mengatakan bahwa salah satu strategi Pemerintah Inggris mengendalikan penyebaran penyakit itu adalah agar mendapatkan cukup banyak orang untuk mendapatkan kekebalan adalah untuk mendapatkan apa yang disebut "herd immunity". Akibatnya, pernyataannya menimbulkan kegemparan di opini publik.

Tiga hari kemudian, tim penanggulangan COVID-19 di Imperial College di Inggris mengeluarkan laporan. Laporan ini mengatakan bahwa jika pemerintah Inggris mengadopsi metode "herd immunity", dapat menyebabkan ratusan ribu kematian, dan . sistem kesehatan akan menjadi tak tertahankan selama periode ini.

Laporan ini juga secara khusus menyebutkan bahwa jika Inggris mengambil tindakan efektif untuk mencapai "herd immunity", dikhawatirkan 81% penduduk Inggris akan tertular, yang akan mengakibatkan sedikitnya 510.000 kematian.

Laporan tersebut merekomendasikan agar pemerintah Inggris mengadopsi pendekatan Tiongkok untuk membendung virus, alih-alih mengadopsi apa yang disebut "herd immuity".

Kemudian lebih dari 500 ilmuwan di dunia juga menulis surat untuk secara tegas menolak "herd immunity", dengan mengatakan bahwa itu melanggar moralitas manusia (HAM) dan tidak ada bukti ilmiah, yang merupakan praktik biadab.

Pada akhirnya, Inggris harus meninggalkan "herd immunity" dan mulai melakukan pencegahan dan pengendalian pandemi yang sedikit lebih serius. Tapi sekarang ini membuktikan bahwa Inggris terlambat melakukannya.

Jadi herd immunity sebenarnya adalah logika Darwinisme sosial, yang berarti bahwa virus Covid-19 dibiarkan menyebar dan menyebar secara lokal, sehingga yang tua,  lemah, sakitan dan cacat termusnahkan dan mati.

Belum ada preseden dalam sejarah manusia untuk memperoleh herd immunity melalui infeksi alami, maka seorang artis muda Tiongkok Wu He Qilin menciptakan sebuah ilustrasi yang mengungkapkan bahwa apa yang disebut "herd immunity" setara dengan "pembantaian yang disetujui negara". 

Latar belakang dari gambar yang disajikan oleh kata-katanya adalah Colosseum di Roma kuno dan Lincoln Memorial di kedua sisinya. Obelisk di depan aula dikelilingi oleh properti milik pemilik budak dan bangsawan. 

Di tribun tengah adalah penguasa tertinggi Amerika Serikat. Di kedua sisinya adalah anggota Aliansi Lima Mata. Komandan memimpin dengan tangan dan jempol ke bawah. Menyetujui pembantaian di Colosseum dengan mengenakan baju besi Romawi kuno. Para algojo yang memakai helm paruh dokter dan memegang senjata berformat mengejar dan membunuh para lansia dengan pakaian pasien rumah sakit.

Sumber: www.guancha.cn
Sumber: www.guancha.cn
Jadi usulan "herd immunity" sungguh menjijikan yang abai tentang apa yang mereka kumandangkan tentang HAM selama ini.

Belum lama ini, ada juga berita bahwa strain virulen (B1.1.317 Variant) yang muncul pada pandemi Covid-19 di Inggris 70% yang lebih ganas. Yang menyebabkan lebih dari 300 ribu orang London "kabur" dan jumlah orang yang terpapar di AS meningkat lebih dari 200 ribu. 

Menurut berita bahwa varian virus ini sudah mulai menyebar di Inggris pada September (2020), sehingga seharusnya sudah menyebar ke AS sejak lama. Dan kini telah dikabarkan juga telah mulai menyebar di Indonesia.

Negara-negara di seluruh dunia telah mulai memblokir Inggris, dan media Inggris menggambarkan negara mereka sebagai "orang pesakitan di Eropa"; Pakar AS menyebutkan pencegahan dan pengendalian pandemi AS seperti "negara dunia ketiga." Mereka mempertanyakan, mengapa pandemi ini membuat negara-negara Barat seperti AS dan Inggris tampak begitu memalukan?

Pada 21 Desember 2020, Martin Jacque seorang pakar terkenal Inggris memposting 8 tweet dalam satu hari, mengatakan dengan sangat jelas bahwa "Barat telah gagal." 

Dia tidak memiliki banyak kata di Twitter, tapi itu menunjukkan inti dari masalah Barat. Dia mengatakan bahwa Inggris hampir sepenuhnya "menutup kota" untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan. 

Eropa telah menutup perbatasannya dengan Inggris, dan situasi pandemi di Eropa masih memburuk; lebih dari 300.000 orang di AS telah meninggal karena Covid-19. Situasi di dunia Barat semakin parah. Semua ini menunjukkan bahwa Barat telah gagal.

Kapan Barat benar-benar menyadari bahwa pandemi ini adalah krisis sosial yang komprehensif, krisis ekonomi, dan krisis pemerintahan di Barat? Dapat dikatakan bahwa Martin Jacques mengajukan pertanyaan yang sangat dalam dan tajam. 

Dia percaya bahwa selama tidak ada vaksin, Barat hanya bisa mengakui kegagalan, alih-alih mencoba mengendalikan pandemi meski tidak ada vaksin, tetapi tidak seperti yang dilakukan negara-negara di Asia Timur.

Kemudian, dia menganalisis alasan kegagalan Barat. Di permukaan, dunia Barat lebih berpikiran terbuka, tetapi pada kenyataannya sangat sempit. Dari sudut pandang dia sebagai orang Inggris, dia percaya bahwa negara dan masyarakat Asia Timur telah mengatasi pandemi, dan negara serta masyarakat Barat tidak berani mengakui hal ini. 

Apalagi terkait dengan keberhasilan Tiongkok dan kekalahan Barat, negara-negara Barat telah mati-matian berusaha menyembunyikan fakta mendasar ini. Dia mengatakan bahwa jika Barat benar-benar berpikiran terbuka, mereka harus belajar dari Asia Timur dan Tiongkok.

Tetapi masalahnya adalah semakin banyak pencegahan dan pengendalian pandemi yang gagal, dan semakin buruk yang dilakukan Barat, semakin mereka "menutup mata" dan menolak untuk mengakui fakta, semakin lemah keingintahuan mereka tentang Asia Timur. Oleh karena itu, pandemi ini telah mengungkap karakteristik banyak orang Barat yang "keras kepala, konservatif, dan tertutup".

Dari sudut pandang orang Inggris, dia percaya bahwa negara-negara Asia Timur dan masyarakat Asia Timur telah dapat mengatasi pandemi tersebut, sedangkan negara-negara Barat dan masyarakat Barat bahkan tidak berani mengakui keberhasilan negara-negara Asia Timur dan masyarakat Asia Timur, terutama keberhasilannya Tiongkok dan kekalahan Negara Barat,  selalu berusaha menyembunyikan fakta dasar ini.

Martin Jacques juga mengatakan bahwa Barat telah dikalahkan oleh virus, dan mereka harus belajar menghadapi kenyataan ini. Dia percaya bahwa ada beberapa alasan keberhasilan negara-negara Asia Timur: yang pertama adalah pemerintah yang cakap dan berpandangan jauh ke depan; yang kedua adalah kepercayaan rakyat pada pemerintah dan otoritas; yang ketiga adalah kohesi sosial dan rasa tanggung jawab, bukan keegoisan dan individualisme. Sia-sia bagi negara-negara Barat untuk mengaitkan penderitaan mereka dengan nasib buruk dan bencana yang tidak terduga.

Pencegahan dan pengendalian pandemi di masyarakat Barat kini tampaknya mulai kehilangan arah, mereka belum mampu berkonsentrasi memerangi pandemi, belum mampu berpikir strategis, dan belum mampu menunjukkan kepemimpinan. 

Disiplin yang longgar dan ketidakpatuhan terhadap nilai-nilai sosial umum dalam masyarakat Barat juga merupakan masalah serius. Tampaknya Martin Jacques benar-benar menunjukkan inti masalahnya, termasuk kesombongan, prasangka, dan ketidaktahuan atas peradaban Asia Timur.

Seorang ahli Rusia tentang Tiongkok, Yuri Tavrovsky. Dia juga menulis sebuah artikel, mengatakan: "Saya pikir Tiongkok telah memilih strategi yang tepat sejak awal, dan Tiongkok telah mengusulkan 'mengutamakan keselamatan dan kesehatan hidup rakyat'. Ini membuat orang berpikir tentang hal ini. Pertanyaan: Mungkin masyarakat Tiongkok memang begitu. masyarakat paling manusiawi di dunia, dan Rusia tidak memahaminya di masa lalu. 

Kepedulian terhadap kehidupan manusia ini telah membantu Tiongkok, bukan Amerika, Rusia, atau semua orang. Pada tahun 2020 niat mengalahkan virus Covid-19 yang merenggut banyak nyawa. Kata-kata mereka cukup tulus." Selanjutnya dia mengatakan: "Masyarakat Tiongkok mungkin memang masyarakat paling manusiawi di dunia, karena Tiongkok mengutamakan kehidupan manusia." sebagai seorang ahli tentang Tiongkok, dia menyadari kebenaran ini.

Maka ada pengamat yang mengatakan semakin banyak orang akan melihat bahwa melalui perbandingan internasional pencegahan dan pengendalian pandemi kali ini, budaya Tiongkok dipandang yang paling berorientasi pada manusia, dan juga yang paling berbudaya manusiawi. 

Banyak orang kini juga telah menyadari kebenaran melalui pencegahan dan pengendalian pandemi kali ini. Misalnya, negara-negara Barat yang semula meneriakkan HAM dan "nilai-nilai universal" setiap hari tidak memiliki konsep "kehidupan manusia itu vital" seperti yang dipahami semua orang di Tiongkok dan Asia Timur, dan mereka tidak setuju dengan nilai "kehidupan manusia di atas. semuanya ".

Menerima HAM untuk hidup adalah HAM yang paling dasar. Kita tidak tahu bahwa harus ada keseimbangan tertentu antara kebebasan dan disiplin diri, jika tidak, masyarakat modern tidak akan berfungsi secara normal.

Untuk orang-orang di Tiongkok dan seluruh dunia, apakah ada pendidikan HAM yang lebih baik daripada pencegahan dan pengendalian pandemi ini? Negara-negara Barat tampaknya justru tidak menghormati hak untuk hidup, sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk mengajarkan HAM kepada dunia.

Ketika Barat mempromosikan budaya HAM ke negara lain, seringkali berpindah dari konsep satu ke konsep yang lain, tetapi di negaranya sendiri, HAM mereka umumnya sangat spesifik dan memiliki ketentuan hukum, dan yang penyangkal dianggap bukan HAM, seperti hak untuk hidup. Tampaknya sebagian besar negara Barat sekarang menentang hukuman mati, dan ini juga diatur oleh ketentuan hukum, tetapi itu tidak ada yang lain.

Misalnya dalam Perang Irak AS telah membuat 100 ribuan warga sipil terbunuh, ini adalah pelanggaran serius terhadap hak hidup rakyat. Tapi ini bukan HAM dalam hukum mereka, dan tidak melanggar ketentuan hukum apapun. Ini perang, mereka dalam keadaan perang, tidak sengaja terluka atau semacamnya (bukan pelanggaran HAM). 

Jadi ini sangat munafik. Maka banyak pakar dengan kebangkitan dunia non-Barat dan Tiongkok, mereka ini harus membicarakan dengan jelas, dan perlu untuk bisa membuatnya jelas.

Inilah yang menjadi pertanyaan, mengapa Barat termasuk negara-negara seperti AS, telah menentukan hak untuk hidup dalam ruang lingkup sekecil itu, tanpa melihat bahwa hak seseorang untuk bertahan hidup adalah yang terpenting?

Pertanyaan ini melibatkan faktor yang sangat penting dalam pandangan Barat, yaitu memformalkan dan memprogram banyak konsep. Sistem Barat akan menetapkan hak untuk hidup atau berbagai hak lainnya sebagai standar yang sangat spesifik dan legal, karena ini sangat mudah dioperasikan. 

Selama aturan ditetapkan dan semua permainan dimainkan sesuai dengan prosedur hukum, pada akhirnya hal itu bergantung pada apakah kita memiliki sumber daya, kemampuan untuk menyewa pengacara terbaik, dan kemampuan untuk menjalankan proses politik ini. 

Jika kita memiliki kemampuan ini, supremasi hukum adalah surgamu. Jadi ada "kebijaksanaan" politik yang sangat dalam di balik pendekatan ini, dan mereka menggunakan pendekatan ini untuk mencapai aturan.

Di satu sisi, harus kita akui bahwa konsep-konsep tersebut mengandung unsur modern dan progresif, sehingga memang akan menjadi daya tarik masyarakat di daerah lain. 

Selain itu, apakah konsep-konsep ini dipromosikan di dalam atau di luar negeri, ada manfaat di baliknya, yang berarti bahwa beberapa orang selalu dapat memperoleh manfaat darinya, dan mereka akan rela mengikutinya. 

Tetapi ketika hegemoni Barat mulai menurun, minat semacam ini akan hilang, dan paradoks logis yang menghadapi konsep-konsep ini sendiri akan semakin muncul. Meskipun ada pandemi yang begitu parah di Barat, banyak orang belum tersadar.

Karena krisisnya belum benar-benar menyentuh gaya hidup dan minat bertahan hidupnya. Ketika hari itu tiba, masyarakat Barat pasti akan menerobos batasan nilai seperti itu.

Sehingga akan timbul ketidak mengertian dari kita, dengan begitu banyak orang di Barat yang telah kehilangan nyawa mereka karena Covid-19, dan begitu banyak hak untuk hidup telah diabaikan sepenuhnya Mengapa tampaknya rakyat jelata terlihat tidak cemas?

Persoalannya bisa dilihat jika kita pernah tinggal di AS, kita akan segera terbiasa dengan pengaturan kelembagaan atau kata-katanya yang lengkap. Ambil contoh "masyarakat hukum" mereka yang paling dasar.

Bukan saja pandemi Covid-19 yang menjadi ancaman yang paling menyusahkan, ada lagi perosalan yang paling serius bagi kehidupan di AS adalah kepemilikan senjata. 

Ketika kita tinggal di AS, kita akan langsung tahu bahwa keselamatan adalah tanggung jawab kita sendiri. Misalnya, kita tidak dapat memasuki pekarangan orang lain dengan santai tanpa izin pemilik. Ada daerah-daerah tertentu yang kita tidak dapat pergi ke lingkungan itu, dan kita jangan pergi ke tempat itu di malam hari...

Pemerintah telah menjelaskan kepada kita. Kita harus memperhatikan keselamatan kita sendiri. Dalam pandemi Covid-19 ini, jika kita merasa memiliki situasi apa pun, kita harus tahu pergi ke mana seharusnya, dan pemerintahan daerah lain akan mengabaikannya. Tanggung jawabnya sangat terbatas, pada dasarnya kita harus bertanggung jawab untuk itu sendiri.

Di sisi lain, karena kita di Timur sangat mementingkan hak untuk hidup, kita harus melakukan banyak hal, dan tanggung jawab kita tidak terbatas, Dari sini kita bisa melihat perbedaan tata kelola antara Timur dan Barat.

Ketika berbicara tentang HAM, setiap orang harusnya memiliki pengakuan yang secara obyektif, sistem atau filosofi seperti apa yang dipilih suatu negara adalah pilihannya sendiri. 

Namun, mengapa beberapa negara secara khusus bersedia memperlakukan HAM sebagai kartu politik, dan sering menggunakannya di panggung internasional atau acara-acara diplomatik untuk menahan dan mengkritik negara lain?

Perkembangan teori HAM dunia sebenarnya didominasi oleh Barat. Secara umum memiliki beberapa generasi: generasi pertama adalah hak sipil dan politik, generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial dan budaya, dan generasi ketiga adalah kesehatan lingkungan dan hak lainnya.

Ini adalah proses perkembangan dan evolusi alami, tetapi hingga saat ini, AS pada dasarnya hanya mengakui hak-hak politik dan sipil, dan telah menempatkannya pada apa yang disebut posisi supremasi.

Negara-negara Eropa pada dasarnya telah menerima hak ekonomi, sosial, dan budaya, tetapi AS tetap tidak menerimanya. Misalnya, setiap orang memiliki asuransi kesehatan sebagai hak sosial, tetapi AS tidak memilikinya. Dengan cara ini, AS adalah yang paling munafik. Menurut para pengamat dan peneliti.

AS adalah yang paling sedikit berpartisipasi dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Universal di antara negara-negara besar Barat, dan bahkan tidak berpartisipasi dalam Konvensi Hak Perempuan dan Konvensi Hak Anak.

Jadi mengapa AS mempromosikan hak politik, hak sipil, kebebasan berbicara, kebebasan berserikat, dan hak lainnya? Hanya ingin mengacaukan negara lain. Mereka berharap negara seperti Tiongkok dan Indonesia akan membentuk setidaknya seribu partai politik dan kemudian mendukung salah satunya. Dulu seperti Uni Soviet dan Eropa Timur, hanya mendukung salah satu faksi saja.

Selama yang didukung tidak berkuasa, maka AS akan mengatakan karena negara tersebut bukan negara demokratis. Maka AS akan gunakan pengawas HAM untuk memantau pemilu negara tersebut. Tapi pada akhrinya melakukan campur tangan secara komprehensif. 

Ujung-ujungnya, AS bisa memaksimalkan keuntungannya. Terlihat dari runtuhnya Uni Soviet dan runtuhnya Eropa Timur yang pada akhirnya aset mereka tersapu oleh perusahaan-perusahaan AS, Wall Street, dan Barat. (Mungkin kita masih ingat ketika krismon 1998 di Indonesia, bagaimana Barat bermanuver disini).   

Barat dan AS serng kali mengguna isu  HAM sebagai kartu untuk dimainkan, di belakangnya ada sesuatu yang didorong oleh minat yang kuat untuk suatu tujuan. Ada kepentingan yang sangat beragam di balik HAM.

Misalnya, ketika kapitalisme baru muncul, apa yang paling mereka butuhkan ketika memiliki modal dan berbisnis? Ini adalah pasar tanpa hambatan, diikuti oleh aturan ekonomi pasar, hubungan kontraktual, dan ruang pasar yang stabil dan damai. Untuk mewujudkan hal tersebut, kaum borjuasi awal menciptakan berbagai wacana tentang hak. Mereka menggunakan sistem hukum untuk menggantikan berbagai sistem tradisional atau politik, dan kemudian dapat menjalankan kebebasan pasar tanpa hambatan.

Namun setelah P.D. II, kekuatan kapitalis Barat menghadapi banyak masalah, seperti Perang Dingin dengan Uni Soviet. Untuk terlibat dalam persaingan damai seperti Perang Dingin, orang Barat telah menggunakan beberapa kartu seperti HAM. Faktanya, mereka sebagian besar seperti menghancurkan "cangkang" negara lain, yaitu tatanan politiknya, dan kemudian mengubah mereka menjadi biadab, menggunakan konsep "Hukum Romawi". adalah "tanah tak bertuan", sehingga mereka bisa masuk tanpa hambatan.

Pada dasarnya menyasar beberapa jenis negara, salah satunya adalah negara-negara besar seperti Tiongkok dan Rusia, kebangkitan negara-negara tersebut dapat membahayakan hegemoni mereka. Selain itu, jika kita melihat lebih dekat pada titik-titik tata letaknya, kita akan menemukan bahwa titik-titik tersebut umumnya merupakan titik-titik geopolitik yang sangat penting, seperti Afghanistan dan Suriah.

Jika mereka telah berhasil mengontrol suatu negara, berarti sudah dapat mengontrol suatu kawasan. Jika tidak bisa dikendalikan, biarkan kacau dan jangan bisa berkembang. Dan selama disitu kacau, mereka memiliki cara dan peluang untuk mendapatkan sumber daya.

Setelah menjadi kekacauan, keuntungan terbesar setidaknya mereka bisa menjual senjata.

Politik Indenditas di Barat dan AS

Di atas kita telah membicarakan tentang mendekonstruksi wacana Barat. Di permukaan, "politik identitas" tampaknya dapat menjelaskan beberapa masalah, tetapi pada kenyataannya Eropa dan AS, terutama yang terakhir, telah menjadi semakin terdiferensiasi, semakin mandiri, dan kemudian tidak ada sinergi yang dapat terbentuk. dan dalam masyarakat telah muncul Krisis gender.

Kita berbicara tentang pembebasan perempuan. Kita perlu lebih menekankan hal ini karena itu sebenarnya dapat menerapkan kesetaraan gender dengan lebih baik. Orang Barat masih menuntut tentang hak-hak perempuan, untuk menperoleh gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama dengan pria.

Di negara-negara Barat, setidaknya tiga tahun lalu, atau bahkan sejauh ini, tidak ada negara yang mencapai upah yang setara bagi pria dan wanita untuk pekerjaan yang setara. Swedia, Norwegia, dan Denmark belum mencapainya, dan AS serta Jepang bahkan tertinggal jauh.

Pertama-tama kita harus memahami "politik identitas" yang terdapat di Barat dan AS. Itu diperlukan dalam masyarakat Barat seperti AS. Mengapa? Karena ini adalah negara yang terbentuk dari imigran dalam sejarah, juga memiliki noda sejarah, yang secara brutal pernah mengeksploitasi dan menindas minoritas dan kelompok yang kurang beruntung. 

Soalnya, tempat-tempat di mana "politik identitas" lebih populer saat ini di bumi semuanya dengan noda sejarah seperti itu, seperti India, AS dan Eropa. Jadi setelah 1960-an dan 1970-an, ada tuntutan akan keadilan.

Melalui pembahasan di atas, kiranya telah mendekonstruksi narasi tentang hak asasi manusia (HAM) yang telah dipromosikan oleh Barat selama bertahun-tahun di satu sisi, dan di sisi lain kita juga ingin dunia belajar lebih banyak tentang narasi HAM dan perspektif hak dari Timur.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

Politico

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun