Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Jenderal Min Aung Hlaing Militer Myanmar Melakukan Kudeta?

17 Februari 2021   17:44 Diperbarui: 18 Februari 2021   13:38 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kudeta Myanmar 2021 dimulai pada pagi hari 1 Februari 2021 ketika anggota partai berkuasa Myanmar yang terpilih secara demokratis, Liga Nasional untuk Demokrasi (NDL), digulingkan oleh Tatmadaw -militer Myanmar yang pimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing- yang memberikan kekuasaan pada sebuah stratokrasi atau pemerintah yang dilakukan oleh kekuatan militer.

Kini Myanmar telah berubah, datangnya secara tiba-tiba dan mengejutkan. Alasan tiba-tiba ini karena selama kudeta, militer Myanmar telah memutar balikkan sejarah dengan mengabaikan situasi keseluruhan, sama sekali tidak menganalisis situasi internasional dan hanya peduli pada kepentingannya sendiri.

Namun hal ini tidak mengherankan, jika dilihat dari perspektif militer Myanmar, ranah dan penggunaan benefit sesuai dengan model pemikiran militer Myanmar.

3 Februari media AS memberitakan bahwa Pentagon memberitakan bahwa kendaraan tentara Tiongkok kemungkinan telah memasuki Myanmar utara untuk melakukan tekanan kepada berbagai pihak dalam perang saudara Myanmar.

Kebenaran berita ini masih sulit dipastikan, namun perkembangan situasi saat ini memang terkait dengan kepentingan fundamental Tiongkok.

Selama ini hubungan Tiongkok dengan Aung San Suu Kyi cukup baik, dan Tiongkok secara keseluruhan mendukung reformasi Myanmar oleh Aung San Suu Kyi . Maka kudeta Min Aung Hlaing sungguh sangat spekulatif.

Tampaknya Min Aung Hlaing sepertinya merasa memiliki peluang, jadi dia memulai tanpa mempertimbangkan situasi panas dalam negerinya dan kondisi internasional.

Kemudian bagaimana sikap Barat dan masyarakat internasional? Menghadapi kudeta militer Myanmar, negara pertama yang bangkit bicara lantang adalah Australia.

Menurut AFP melaporkan, Australia menyerukan bahwa militer Myanmar harus "segera" membebaskan para pemimpin politik yang ditahan. Meskipun Myanmar bukan apa-apa, Australia adalah anggota dari "Aliansi Lima Mata", jadi pernyataan pertama Australia sebenarnya berarti bahwa AS akan memiliki ekspresi yang serupa.

Benar saja, Gedung Putih segera mengeluarkan pernyataan tentang situasi di Myanmar, yang menyatakan bahwa AS akan terus mendukung demokrasi di Myanmar dan bekerja sama dengan mitra regionalnya untuk menuntut agar militer Myanmar dan kekuatan lainnya menghormati demokrasi dan supremasi hukum.

Pemerintahan Biden juga menyatakan bahwa AS menentang semua tindakan yang mendistorsi hasil pemilu demokratis atau menghambat transisi demokrasi Myanmar. Jika tindakan tersebut tidak diperbaiki, AS akan mengambil tindakan untuk menyasar mereka yang bertanggung jawab. 

Terakhir, pemerintahan Biden juga menyatakan bahwa AS akan terus memantau situasi dengan seksama, membuat kemajuan dan "berdiri bersama" dengan rakyat Myanmar yang "mencari perdamaian dan demokrasi".

Dalam menanggapi kudeta militer Myanmar, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dengan jelas mengutuk militer Myanmar atas penahanan terhadap para pemimpin Myanmar termasuk Aung San Suu Kyi.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric de la Riviere mengatakan dalam pernyataannya bahwa Sekretaris Jenderal mengutuk keras penyingkiran (militer Myanmar) terhadap Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Mint dan para pemimpin politik lainnya pada malam pertama rapat parlemen baru Myanmar. Juga mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa ini merupakan pukulan telak bagi reformasi demokrasi Myanmar.

Jadi bagaimana sikap Tiongkok?

Pada konferensi pers yang diadakan oleh Kemenlu Tiongkok pada 1 Februari 2021, ada seorang reporter menanyakan tentang militer Myanmar yang menahan Aung San Suu Kyi dan lainnya. Apa komentar Tiongkok tentang situasi saat ini di Myanmar?

Juru bicara Kemenlu Tiongkok Wang Wenbin mengatakan bahwa Tiongkok sedang memperhatikan apa yang terjadi di Myanmar untuk lebih memahami situasinya. Sebagai tetangga yang bersahabat baik dengan Myanmar, Tiongkok berharap semua pihak di Myanmar dapat menangani perbedaan mereka dengan baik berdasarkan konstitusi dan kerangka hukum untuk mempertahankan stabilitas politik dan sosial.

Dilihat dari pernyataan pihak-pihak tersebut di atas, kudeta militer di Myanmar ini tidak berlatar belakang Barat, jika terlatar dibelakangi Barat, AS tidak akan membuat pernyataan seperti di atas.

Apalagi secara historis dan realistis, sulit bagi militer Myanmar untuk berbaur dengan AS. Hal ini ditentukan oleh karakter bangsa Myanmar dan lokasi geografis lainnya. Jadi tampaknya ambang batas ini sangat tinggi.

Sedangkan pemerintahan Biden baru saja berkuasa, demokrasi AS sendiri hampir gagal, tampaknya akan sulit bagi pemerintahan Biden untuk mendukung kudeta militer dan kediktatoran Min Aung Hlaing.

Seperti yang telah diuraikan dalam tulisan penulis yang lalu, tampaknya sikap negarawan Aung San Suu Kyi telah menyinggung AS setelah menjabat pada tahun 2015, tidak bertindak dan bersikap melawan Tiongkok sesuai keinginan AS, namun terhadap militer Myanmar di mata pemerintah AS bahkan lebih tidak dapat dipercaya.

Baca: Transformasi Seorang Sipil Aung San Suu Kyi Menjadi Politikus Negarawan

Dan dari perspektif pemerintahan Biden, Partai Demokrat memiliki "obsesi" yang wajar dengan "membela" demokrasi, yang tidak sama dengan "pragmatisme" Trump. Jadi dia tidak akan bisa dengan cepat akan mendukung Min Aung Hlaing dalam kudeta militer ini.

Sejauh menyangkut dengan Tiongkok, ini masih dianggap "belum jelas". Tapi karena Myanmar sangat penting bagi Tiongkok, jadi pernyataan Tiongkok sungguh sangat berhati-hati.

(Tiongkok dengan OBOR Inisiatif rencana menambah jalur logistik dan ekonomi dari Samudera Hindia dengan membuka jalan atau pipa gas dan minyak dari pelabuhan laut pantai selatan Myanmar langsung ke Yunnan-Tiongkok, tanpa harus melalui Selat Malaka).

Kalimat pertama yang dinyatakan oleh juru bicara Kemenlu Tiongkok adalah "Perlu memahami situasi lebih jauh" tanpa emosi, dan pada saat yang sama mengungkapkan harapan agar semua pihak di Myanmar dapat menangani perbedaan mereka dengan baik sesuai konstitusi dan kerangka hukum serta menjaga stabilitas politik dan sosial.

Posisi Tiongkok sangat jelas menyatakan mereka tidak mengetahuinya, tetapi berharap Myanmar dapat menanganinya dengan baik berdasarkan konstitusi dan kerangka hukum.

Ini mengindikasikan sikap dan posisi Tiongkok, dan menunjukkan posisi Tiongkok dengan jelas, sekaligus tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. 

Di saat yang sama, Tiongkok juga perlu melihat lebih banyak sikap dan posisi pendirian dari semua pihak di Myanmar, dan mengamati perkembangan situasi lebih lanjut. 

Beberapa hal jika yang terjadi semua pihak memilih mundur dan mengalah secara diam-diam dan membuat konsesi adalah solusi yang termurah.

Dari uraian di atas kita bisa melihat bahwa inti dari pergerakan kudeta ini bukanlah dorongan atau intervensi kekuatan luar negeri, tetapi kekuatan di Myanmar sendiri, atau niatan Min Aung Hlaing secara langsung melakukannya sendiri.

Movitavasi Militer Melakukan Kudeta

Lalu kita mau tidak mau akan bertanya, mengapa Min Aung Hlaing melakukan kudeta? Apa motivasinya?

Ada analis yang memperkirakan kemungkinan ada tiga alasan. Pertama, Min Aung Hlaing ingin menjadi Presiden.

Tapi mengapa pemerintah militer Myanmar secara aktif mempromosikan reformasi demokratisasi dan membebaskan Aung San Suu Kyi pada tahun 2010 yang lalu?

Salah satu alasan mendasar adalah bahwa pemerintah militer Myanmar saat itu takut dengan Arab Spring pada tahun 2011. Penghancuran terhadap rezim Khadafi membuat tentara Myanmar menjadi jerih dan ketakutan. Inilah mengapa AS memaksa militer Myanmar untuk memberikan kelonggaran.

Pada saat yang sama, militer Myanmar juga memiliki keinginan untuk menyambut baik strategi AS untuk penyeimbangan kekuatan Asia-Pasifik dan mencoba membangun pemahaman dan kontak dengan AS.

Sebelum pemilihan umum terakhir, Min Aung Hlaing bahkan secara diam-diam menyebarkan nyanyian tersebut untuk memberi sinyal kepada AS, dan coba membuat keonaran dan masalah di perbatasan antara Tiongkok dan Myanmar, mencoba memanfaatkan perang melawan perang suku/sipil bersenjata di Myanmar utara untuk menarik perhatian AS.

Perilaku keras kepala Min Aung Hlaing menyebabkan jatuhnya korban di pihak Tiongkok yang pada akhirnya membuat marah Tiongkok.

Akibatnya pada 15 Maret 2015, sejumlah besar pasukan AD dan AU PLA dikerahkan di Lincang, Yunnan di perbatasan Tiongkok-Myanmar. Unjuk kekuatan Tiongkok membuat Myanmar akhirnya mundur.

Adapun bagi AS tampaknya terlalu sulit untuk menjalin hubungan kerjasama dengan militer Myanmar, dan ambang batasnya terlalu tinggi. Karena itu, yang terbaik adalah menunggu Aung San Suu Kyi naik ke tampuk kekuasaan.

Min Aung Hlaing melihat tidak dapat dukungan dari AS, dan mendapat tekanan dari Tiongkok, maka sementara tiarap dulu. Kemudian setelah mengunjungi Tiongkok pada 2016 situasinya untuk sementara menjadi stabil. Namun ambisi untuk berkuasa dan menjadi presiden Myanmar masih terus terpendam dalam hatinya.

Secara teori, jika NLD yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi telah bekerja selama lima tahun, maka Min Aung Hlaing akan berusia di atas 70 tahun, dan peluangnya menjadi presiden akan semakin tipis. Jadi dari segi waktu, kali ini dengan alasan pemilu curang untuk melancarkan kudeta, dia memperkirakan kesempatan kali ini untuk menjadi presiden adalah yang terakhir.

Kedua, militer Myanmar ingin memanfaatkan adanya tekanan dari tenggara Tiongkok (Laut Tiongkok Selatan/LTS) untuk menyelesaikan masalah pemberontak bersenjata Myanmar utara. Ada juga faktor lingkungan utama dalam kudeta Myanmar, yaitu kecemasan militer Myanmar tentang masa depannya.

Dua Kecemasan Militer Myanmar

Sumber: biaksphotography.blogspot.com
Sumber: biaksphotography.blogspot.com
Kecemasan pertama adalah masa depan Myanmar utara. Selama Perang Dunia II, Myanmar telah mencapai Kesepakatan Panglong dengan angkatan bersenjata dari berbagai negara bagian di Myanmar utara untuk mengusir Inggris, dan mereka bergandengan tangan untuk mengusir Inggris.

Menurut Perjanjian Panglong, semua etnis minoritas daerah menikmati otonomi penuh dalam politik nasional, dan masyarakat dari semua etnis minoritas menikmati hak dan keistimewaan yang dinikmati seperti semua warga negara dalam negara demokrasi.

Ketika Aung San Suu Kyi berkuasa, dia mempromosikan negosiasi perdamaian baru berdasarkan Perjanjian Panglong, dan ingin mencapai "Perjanjian Panglong Baru" berdasarkan Perjanjian Panglong asli untuk mendirikan Persatuan Myanmar dan membangun Myanmar yang cukup inklusif. 

Untuk sistem demokrasi federal, otonomi tingkat tinggi pada awalnya merupakan aspirasi politik mereka untuk semua pegawai negeri di Myanmar, sehingga mereka mendukungnya secara keseluruhan.

Sumber: www.frontiermyanmar.ne
Sumber: www.frontiermyanmar.ne
Hanya saja negosiasi itu diperkirakan prosesnya akan tidak mudah dan berlarut-larut. Satu-satunya yang tidak mendukung proses ini adalah militer Myanmar, karena yang mereka inginkan adalah memusnahkan pemberontak sipil bersenjata di utara Myanmar dan membentuk pemerintahan yang dikendalikan oleh pemerintah kabupaten daripada pemerintah federal.

Oleh karena itu, militer Myanmar selalu ingin mencari peluang untuk melenyapkan militer sipil di utara Myanmar, namun kini bukan hanya sulit untuk menghilangkan militer sipil, tetapi dengan kendali pemerintah ada ditangan Aung San Suu Kyi telah menjadi hambatan terbesar. Ini merupakan kecemasan besar bagi militer Myanmar.

Kecemasan kedua adalah masa depan militer Myanmar. Kekhawatiran terbesar militer Myanmar dengan masa depannya sendiri. Jika Myanmar diubah menjadi sistem parlementer federal oleh Aung San Suu Kyi, maka semua partai politik Myanmar akan mendapat kursi di parlemen.

Juga akan ada kursi yang sesuai untuk warga/suku sipil di Myanmar utara, sehingga kursi militer Myanmar di parlemen akan semakin terkompresi.

Secara hukum, ini juga berarti bahwa militer akan semakin jauh dari inti politik Myanmar, hal ini yang tidak mau direkonsiliasi oleh militer Myanmar.

Lagi pula, mengontrol kekuasaan berarti mereka dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan. Sekarang militer Myanmar menghabiskan sebagian besar pengeluaran militer melalui Kongres yang dikendalikan Liga Nasional.

Dalam konteks ini, militer Myanmar pasti akan mempertimbangkan masa depannya sendiri. Ini adalah dorongan internal lain dari kudeta militer Myanmar yang menjadi kecemasan besar lainnya.

Dua kecemasan utama militer Myanmar di atas ini menjadi akar penyebab dari dorongan internal kudeta tersebut, jadi mengapa memilih untuk melakukan kudeta saat ini?

Dua Alasan Mendasar

Alasan paling mendasar terletak pada dua hal. Pertama, militer Myanmar melihat bahwa fokus strategis Tiongkok sekarang ada di tenggara (LTS), sehingga yakin bahwa waktunya telah tiba.

Seperti yang kita ketahui tahu bahwa terakhir ini tekanan strategis utama Tiongkok ada di tenggara, dan intinya adalah AS di Taiwan. Fokus spesifik tekanan Laut Tiongkok Selatan (LTS) ke Tiongkok terutama adalah risiko sistemik Taiwan.

Untuk beberapa waktu di masa lalu, Tiongkok telah mencoba untuk menstabilkan tetangganya, dengan memfokuskan energinya ke LTS untuk menghadapi tekanan strategis yang dibawa oleh AS.

Hal ini terlihat dari fokus Tiongkok pada stabilitas dalam menghadapi provokasi India. Tiongkok telah menahan diri semaksimal mungkin sambil mempertahankan garis bawah terhadap provokasi India.

Militer Myanmar melihat ini dan percaya bahwa Tiongkok tidak berkeinginan untuk melibatkan untuk mengatasi perubahan di Myanmar. Jadi mereka merasa ada peluang di sini, dan ingin memaksa Tiongkok untuk setuju karena nasi sudah menjadi bubur.

Spekulasi semacam ini bisa dikatakan kesalahan strategis oleh Min Aung Hlaing, karena ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan, dan jika dilakukan, mereka tidak bisa kembali atau akan sangat merugikan dirinya sendiri.

Alasan mendasar kedua, tampaknya militer Myanmar dan India saling membantu (kong kalikong). India selama ini ada sengketa perbatasan dengan Tiongkok di barat daya India. Maka bagi India diperlukan negara lain untuk membuat masalah dengan Tiongkok.

Bagi militer Myanmar yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing, India menjadi sasaran interaksi, terutama saat Tiongkok dan India sedang bertikai dan tegang.

Bagi pertimbangan Min Aung Hlaing, jika Tiongkok mendiamkan kudeta,  Min Aung Hlaing akan menggunakan keadaan darurat nasional satu tahun untuk mengubah aturan pemilihan dan kemudian menjadi Presiden Myanmar melalui "pemilihan".

Berdasarkan perhitungan Min Aung Hlaing setelah berkuasa, dia pasti akan dengan gencar menyerang kelopok sipil bersenjata di utara Myanmar, dengan membuat kekacauan di perbatasan antara Myanmar dan Tiongkok, kemudian memaksa Tiongkok turun tangan. Ini adalah angan-angan militer Myanmar.

Dan jika NLD memberontak dengan sengit, Min Aung Hlaing mungkin akan memulai perang di Myanmar utara sedini mungkin. Sebaliknya, begitu dia menjadi presiden, dia pasti akan memukul warga sipil di utara Myanmar.

Sumber: the Guardian
Sumber: the Guardian
Oleh karena itu kudeta Min Aung Hlaing adalah manifestasi dari ambisi politiknya sendiri, itu juga merupakan perwujudan konkret dari arah militer Myanmar untuk menggunakan perhatian Tiongkok di LTS untuk mengambil kesempatan untuk menyelesaikan militer sipil di Myanmar utara.

Singkat kata, ini adalah ambisi dan spekulasi politik militer Myanmar dan Min Aung Hlaing yang menjadi satu.

Dan ini juga menjadi saatnya untuk menguji Tiongkok. Andai kata Tiongkok karena adanya tekanan dari tenggara Tiongkok (LTS) tidak mau membuat banyak masalah dan diam-diam saja, itu berarti menyetujui kudeta militer dan kuasanya Min Aung Hlaing.

Tetapi meskipun andai kata Tiongkok tidak menyetujui kudeta, namun bagaimana dengan kebijakan yang tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain? Tentu saja ini memerlu persyaratan yang tinggi untuk waktu, senjata, dan keberanian.

Bagi Tiongkok, hasil yang paling menguntungkan tentu saja situasi kembali seperti sebelum kudeta dan Min Aung Hlaing mengurungkan ambisinya dan mengundurkan diri.

Tetapi untuk mencapai tujuan ini, variabelnya tidak kecil dan koefisien kesulitannya sangat tinggi.

Coba Bergabung Dengan Indo-Pasifik

Ketiga, Min Aung Hlaing ingin bergabung dengan strategi Indo-Pasifik AS.  Selain dua kemungkinan yang disebutkan di atas, ada kemungkinan lain untuk mencapai tujuan politiknya dengan penggunaan strategi Indo-Pasifik AS melalui India.

Dalam petualangan kudeta ini, Min Aung Hlaing mungkin berpikir bahwa apabila Tiongkok mengambil tindakan, dia mungkin akan menggunakan kapal India untuk naik ke kapal strategi Indo-Pasifik AS.

Tetapi jika melihat situasi sekarang, kita hanya bisa mengira ada kemungkinan seperti itu, namun karena terlihat tidak ada interaksi antara Myanmar dan AS, seiring perkembangan situasi, kemungkinan tersebut tidak bisa dikesampingkan.

Bagi Tiongkok, jika Min Aung Hlaing benar-benar berani bergabung dengan strategi Indo-Pasifik AS, itu akan mematikan dan tidak akan diberi ampun.

Seandainya Tiongkok berpikir bahwa Myanmar berjalan menuju seperti hal seperti di atas ini, itu akan benar-benar tanpa ampun. Mengenai kemungkinan ini, Tiongkok pasti akan mempertahankan tekad strategisnya dan berusaha sebaik mungkin untuk beroperasi dengan dua cara untuk menghindari konflik yang semakin intensif dan merugikan Tiongkok.

Di sisi lain, selama Tiongkok stabil, ada kemungkinan besar bahwa situasi tersebut tidak akan berkembang menjadi situasi tersebut. Bagaimanapun, itu adalah perjudian Myanmar dengan negara secara formal.

Kemungkinan secara pribadi Min Aung Hlaing telah memutuskan sendiri, maka bisa jadi Tiongkok sekarang berpikir harus menghindari kemungkinan ketiga ini sebisanya jangan sampai terjadi.

Ini juga alasan mengapa Tiongkok perlu mempertahankan tekad strategisnya sebisa mungkin untuk mencegah Min Aung Hlaing menjadi panik dan berbuat nekat, tetapi sama sekali bukan ambiguitas tentang apa argumen Myanmar atau apa yang maunya Tiongkok.

Tetapi artikel yang digunakan oleh Harian Rakyat Tiongkok (corong resmi pemerintah) langsung menggunakan "Kudeta" , ini adalah karakteristik yang diberikan oleh Tiongkok, dan itu menandakan tidak ada ruang untuk ambiguitas.

Selanjutnya marilah kita tunggu semua pihak mengutarakan pendapatnya.

Jika Min Aung Hlaing salah menilai situasi dan bersikeras untuk mengambil jalannya sendiri, harganya akan sangat mahal!

Terus terang, Min Aung Hlaing akan membayar harga mahal untuk membalikkan sejarah tanpa mempertimbangkan situasi secara keseluruhan!

Menurut banyak pengamat dan analis hanya dapat mengatakan bahwa ini adalah petualangan sesorang yang tidak memahami politik internasional, dan secara sewenang-wenang dan egois mengambil tindakan konyol, orang seperti itu umumnya tidak akan mendapatkan hasil yang baik! Marilah lihat bersama! Mudah-mudahan tidak menjadi runyam dan mengacaukan kawasan ASEAN kita ini...

Sumber: Medfia TV dan Tulisan Luar Negeri

satu, dua, tiga, empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun