AS pada 20 Januari ini sudah beralih antara presiden baru dan presiden lama, bagaimana masa depan hubungan AS-Tiongkok? Hal ini mau tidak mau akan menjadi perhatian dunia, mengingat ini adalah kelompok hubungan yang sangat penting antara kekuatan besar di dunia.
Namun sebelum pelantikan resmi dilakukan terlihat kericuhan telah terjadi, satu partai mengumumkan bahwa mereka terpilih sebagai presiden, dan partai lainnya mengumumkan tidak akan mengakui karena merasa ada kecurangan. Hal ini sebanarnya adalah masalah umum dalam apa yang disebut sistem demokrasi negara-negara dunia ketiga.
Tetapi kini, itu benar-benar terjadi di AS, dan dulu negara-negara Barat selalu mengirimkan pengamatnya sendiri ke negara-negara dunia ketiga jika terjadi kericuhan demikian, untuk segera menyelidiki kebenarannya.Â
Namun, kali ini, situasi ini justru muncul di AS, negara sebagai mercusuar demokrasi yang sistemnya banyak dianut dan ditiru oleh negara-negara dunia ketiga.
Oleh karena itu, negara-negara Barat masih melanjutkan standar ganda yang mereka kuasai. Alih-alih mengirimkan apa yang disebut pengamat, mereka telah mengumumkan bahwa Biden telah terpilih.
Salah satu alasan pentingnya adalah bahwa banyak sekutu AS telah lama mengeluhkan dengan gaya diplomatik "kekanak-kanakan" Trump yang tidak dapat diprediksi. Semua orang mengharapkan pengunduran diri Trump lebih awal.
Selama Trump bisa mundur cepat lebih baik dari apa pun, sehingga hampir semua negara Barat memberi selamat kepada Biden cepat-cepat atas hasil pemilihannya.
Demikian juga dengan Tiongkok Presiden Xi juga telah mengirim selamat kepada Biden. Mungkin ini salah satu yang juga sangat diharapkan oleh Biden.
Meskipun Biden belum resmi menjabat, media AS berspekulasi bahwa Biden mungkin akan dipaksa dengan tekanan dari Partai Demokrat untuk terus mengadopsi kebijakan yang keras terkait isu Tiongkok.
Lalu muncul spekulasi di dunia luar, seperti apa kebijakan terhadap Tiongkok yang akan dirumuskan Biden? Biden sendiri mengungkapkan beberapa pandangan utamanya tentang kebijakan Tiongkok dalam wawancara dengan "The New York Times" pada 2 Desember waktu setempat, yang utamanya melibatkan tiga aspek.