Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertempuran Sengit Tiongkok-Vietsel, Komandan Laut Vietsel Ha Van Ngac Menyusun Jalur Pelarian

6 Desember 2020   15:28 Diperbarui: 6 Desember 2020   16:41 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meneruskan tulisan yang lalu:

Perang Laut Vietsel-Tiongkok di LTS 1974 Untuk Memperebutkan Kembali Kepulauan Xisha Dari Vietsel

Satu Jam Situasi Menjelang Pertempuran Laut Vietsel-Tiongkok di Kep. Xisha Januarti 1974  

Pecah!!! Pertempuran Laut Satu Jam Vietsel-Tiongkok di Kep. Xisha Januari 1974

Pada pukul 11 tanggal 19 Januari 1974, pertempuran sengit antara AL Tiongkok  dan AL Vietsel berlangsung selama 40 menit. Di kapal Vietsel 5 "Tran Binh Trong" seorang komandan berusia hampir 40 tahun melihat melalui jendela kabin dan melihat semua yang dilihatnya. Saat dia membuktikan langkah demi langkah bahwa kekalahannya telah jelas terlihat, dia tampak pucat dan putus asa.

Orang ini adalah komandan Vietnam Selatan yang bertanggung jawab atas invasi ini-Ha Van Ngac melihat Kapal Vietsel No.10 di kejauhan telah lumpuh.

Kapal Vietsel telah tertembak dan keluar dari medan perang, kapal Vietsel No.5 dimana Ha Van Ngac berada telah diserang dengan dahsyat oleh Kapal pemburu kapal selam AL Tiongkok No. 271 dan 274.

Salah satu peluru menghantam ruang komando di dekat Ha Van Ngac, yang membuat dia semakin putus asa.

Saat ruang komando tertembak, dibawah meja komando penuh dengan perwira dan prajurit yang bersembunyi di bawah meja.

Setelah ledakan, terjadi kebakaran di ruang komando, tetapi semua yang bersembunyi di bawah meja tidak seorang pun keluar, Ha Van Ngac tidak punya pilihan selain mengambil alat pemadam melakukan sendiri pemadaman api, yang lebih menghancurkan hatinya ketika melakukan pemadaman kakinya tersandung kursi dan terkilir dan luka.

Mengenai kejadian ini, Ha Van Ngac menulis dalam memoarnya bahwa semua yang ada di kapal saya ini adalah sekelompok orang yang pengecut dan takut mati. Yang membuat Ha Van Ngac paling marah dengan kapten yang bertanggung jawab atas pekerjaan intelijen. Kapten ini adalah satu-satunya orang di kapal dengan kamera, tetapi sejak dimulainya perang, dia selalu bersembunyi di kabin, dan dia bahkan tidak berani naik ke geladak. Sehingga selama seluruh pertempuran laut, pihak Vietnam Selatan bahkan tidak meninggalkan satu foto pun.

Sebelum dia menghentikan amarahnya, Ha Van Ngac menerima sinyal marabahaya dari kapal Vietsel No. 4 "Tran Khanh Du" yang meminta untuk meninggalkan medan perang.

Sumber: Weapons and Warfare
Sumber: Weapons and Warfare
Di bawah tembakan gencar dari kapal pemburu selam Tiongkok No. 274, kapal Vietsel No. 4 tidak tahan dan meminta bantuan dari kapal Vietsel No. 5. Di bawah pelindungan kapal Vietsel No. 5, kapal Vietsel No.4 sedang bersiap untuk mundur dari teater ke selatan.

Akankah  kapal dalam formasi laut 274 Tiongkok membiarkan mereka pergi?

Faktanya, kapal Tiongkok No.274 yang secara intensif diserang oleh kapal Vietsel No. 4 dan No. 5 segera setelah pertempuran dimulai, pada saat itu mereka mengalami rusak berat dan lepas kendali serta tidak dapat mengejar. Kapal Tiongkok No.271 dimana Wei Mingsen berada juga amunisinya sudah tinggal sedikit. Pada saat itu kapal Tiongkok No. 389  di ujung lainnya menghadapi krisis yang lebih mematikan.

Pada jam 11 pagi tanggal 19 Januari 1974, lambung kapal Tiongkok No. 389 terkena banyak tembakan, memicu api yang berkobar dan api langsung membungbung ke langit, segera mereka mundur dari medan perang.

Situasi saat itu adalah di ujung utara medan perang, hanya kapal Tiongkok No. 389 yang terbakar dan kapal Vietsel No.. 10 lumpuh. Kemanakah formasi armada 389 penyapu ranjau lain kapal No.396 itu pergi?

Wei Mingsen memerintahkan armada formasi 271 untuk menghadapi kapal Vietsel No. 4 dan kapal No. 5 di tenggara Pulau Guangjin. Pada saat itu, artileri utama kapal komando 271 meriam 85 mm dari formasi 271 benar-benar gagal,

Tak lama setelah kapal No. 274 memulai pertempuran, ruddernya gagal dan amunisi nya telah habis setengah. Secepatnya Wei Mingsen memberi perintah kapal Tiongkok penyapu ranjau No. 396 bekerja sama dengan armada formasi 271 untuk menyerang kapal Vietsel No. 4 dan No. 5.

Kapten pada kapal Tiongkok No. 396, Zuo Zongyi setelah 36 tahun perang laut Xisha saat diwawancarai menceritakan, saat itu tanpa menunggu perintah dari komandan laut Wei Mingsen, dia secara proaktif mendukung formasi 271.

Dalam keadaan artileri berseliweran saat itu. Menurut ingatan tentara yang ikut dalam pertempuran laut, gendang telinga tentara banyak yang pecah oleh suara tembakan artileri, sehingga sangat mungkin tidak ada suara yang terdengar lagi.

Dukungan kapal No.389 merupakan respon aktif dari kapal No. 369, ini bertepatan dengan perintah komandan.

Situasi saat itu di ujung utara medan perang, hanya kapal No. 389 yang rusak parah, kapal Vietsel No. 10 sudah hampir lumpuh, dan yang tersisa kapal Vietsel No. 16 mundur dari medan perang.

Saat itu,  kapal Tiongkok No. 389 sedang menghadapi ancaman yang mematikan.  Wei Mingsen sebagai panglima tertinggi serangan balik Xisha, segera memerintahkan kapal No. 389, dan No. 271 No. 274 kapal pemburu selam untuk bergabung untuk menyerang kapal Vietsel No. 16.

Sekali lagi, dia sangat memahami manuver Armada Vietnam Selatan ini, kapal ini seolah lari tapi  berlari berkeliling, dengan cepat menuju ke barat sepanjang jalan aslinya, dan kembali pada jalur mulanya. Wei Mingsen mengerti bahwa meskipun kapal ke-16 telah mundur dari medan perang, krisis kapal Tiongkok No. 389 belum selesai.

Karena dia melihat kapal No. 389 benar-benar diselimuti asap dan api saat itu, dengan ledakan yang berderak, haluan kapal No. 389 mulai terangkat, buritannya tenggelam, dan dek buritannya tenggelam di laut. Semua menunjukkan bahwa kapal No. 389 dapat tenggelam setiap saat, maka yang terpenting adalah melakukan pendaratan secepatnya ke pantai. Wei Mingsen dapat melihat semua ini, dan kapten kapal No. 389, Xiao De'wan, juga memahami bahwa kapal No. 389 telah mencapai ambang hidup dan mati. Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?

Dalam rekaman bercakapan antara Zou  Zongyi dan Xiao De'wan di museum masih bisa didengarkan hingga kini. (sumber suara 7:48: Zuo Zongyi. Saat itu, dia adalah komandan armada kapal penyapu ranjau No. 396 Armada Angkatan Laut Tiongkok)

Zou  Zongyi bertanya kepada Xiao De'wan: 389 saya tanya, apakah anda masih bisa berlayar.

Xiao De'wan menjawab: Masih bisa.

Zuo Zongyi: Apakah Anda tahu cara berlayar ke pulau Chenhang untuk mendarat. Naik ke darat.

Tadinya Xiao De'wan masih ingin meminta instruksi, tapi sudah terlambat...

Xiao De'wan, yang saat itu adalah komandan armada kapal penyapu ranjau 389. Zuo Zongyi berada di kapal No. 396 tidak jauh dari kapal No. 389. Menurut situasi kapal 389 saat itu, jika kapal tidak mendarat di pantai tepat waktu, akan ada bahaya tenggelam kapan saja. Waktu hampir habis dan sudah terlambat untuk berkonsultasi dengan atasan. Tidak ada penundaan lagi. Tempat pendaratan dipilih paling dekat dengan medan perang yaitu Pulau Chenhang, dan kemudian di bawah komando dan panduan dari Xiao De'wan kapal No. 389 berhasil mendarat di Pulau Chenhang.

Sumber: archetron.com + Ilustrasi dari youtube.com
Sumber: archetron.com + Ilustrasi dari youtube.com
Foto diatas kecil diambil saat kapal No. 389 berhasil mendarat di  pantai dan kandas di perairan dekat Pulau Chenhang. Dari foto tersebut terlihat bahwa lokasi kandasnya kapal 389 tidak terlalu jauh dari bibir pantai Pulau Chenhang. Namun, dari kapal ke pantai, para awak kapal harus berenang, Jarak pendek inilah yang telah menghabiskan sisa kekuatan terakhir dari prajurit di kapal No. 389.

Pukul 11:50, awak kapal No.389 yang telah diamauk api mendarat di Pulau Chenhang dengan bantuan nelayan dan milisi. Saat ini, satu setengah jam telah berlalu sejak pertempuran dimulai. Kapten Xiao De'wan memerintahkan evakuasi kapal No. 389 tersebut. Para prajurit mencari sisa-sisa tentara yang terluka dan menjadi korban.

Xiao De'wan yang berdiri di tepi pantai menyaksikan kapalnya terbakar, tidak dapat mengatakan sepatah kata pun. Meskipun kapal Vietsel No. 16 sekali lagi mundur dari medan perang, kapal Vietsel  No. 5 masih melindungi kapal Vietsel No. 4 untuk pergi dari medan perang, tetapi pertempuran laut masih jauh dari selesai.

Masih ada kapal Vietsel No. 16 yang sedang bertempur di laut. Untuk mencegah kapal Vietsel No. 10 meloloskan diri, formasi maritim Tiongkok dengan sibuk mempersiapkan roket untuk bom air dalam, yang akan siap untuk menenggelamkan kapal Vietsel No. 10 "Ngat Tao".

Penggunaan model bom roket air dalam sebenarnya adalah keputusan terakhir Wei Mingsen karena terpaksa. Bom jenis ini senbenarnya untuk mengebom kapal selam, pertama kali digunakan untuk menyerang kapal yang jaraknya begitu dekat tidak diragukan lagi adalah suatu pertarungan terakhir.

Alasan penting Wei Mingsen memutuskan untuk menggunakan bom roket ini adalah untuk memperjuangkan waktu. Meskipun ketiga kapal Vietnam Selatan kini telah meninggalkan medan perang, jika saat ini mereka tidak dapat menyerang dengan cepat dan menenggelamkan kapal Vietnam Selatan No. 10, kapal perang Vietnam Selatan jika mengetahui bahwa efektivitas tempur kapal Tiongkok sudah lemah, maka ketiga kapal Vietnam Selatan diyakini pasti akan kembali menyerang kapal Tiongkok.

Pada saat itu, kapal pemburu kapal selam No. 274  yang jaraknya paling dekat    amunisi artileri utama sudah habis semuanya ditembakkan. Meskipun kapal No. 271, 396 hanya menderita luka ringan, artileri utama dari kapal No. 271 kapal yang tumpangi Wei Mingsen juga mengalami kegagalan hanya 20 menit setelah pertempuran baru mulai, dan amunisi kapal penyapu ranjau Tiongkok No. 396 juga sebagian besar amunisinya telah habis dipakai, jika kapal perang Vietnam Selatan kembali lagi ke medan perang, akibatnya akan menjadi bencana.

Wei Mingsen dengan tegas memerintahkan penggunaan bom roket air dalam untuk menyerang dan menenggelamkan kapal Vietsel No. 10.

Tapi ada situasi lain, jika Tiongkok bisa memberikan pukulan telak saat itu, maka kapal perang Vietnam Selatan tidak akan kembali.

Kita dapat melihat dari gambar situasi pertempuran laut yang terekam dalam ingatan Ha Van Ngac bahwa kapal Vietsel No. 5 dan No. 4 didorong keluar dari medan perang ke tenggara, dan kemudian berlayar keluar dari medan perang ke barat.

Sumber: chuckhillscblog.net
Sumber: chuckhillscblog.net
Dikatakan bahwa Ha Van Ngac melihat panah merah di peta situasi. Menyadari dirinya di ambang kehancuran. Dia dengan cepat membuat keputusan untuk melarikan diri.

Alasan Ha Van Ngac ingin melarikan diri dengan cepat adalah karena dia melihat di teleskop bahwa formasi armada Tiongkok dilengkapi dengan rudal "Styx", Tiongkok memiliki rudal Styx pada tahun 1974, tetapi sebenarnya formasi 281 tidak terjadi pada saat itu.

Panah merah menunjukkan 281 formasi dari timur dan barat medan perang dengan kecepatan tinggi, 281, 282 dua kapal pemburu kapal selam Type 037 produksi dalam negeri Tiongkok yang baru, masing-masing dilengkapi dengan dua senjata meriam 57mm, meskipun kalibernya kecil, daya tembaknya kuat dan sangat mematikan.

Mengenai kedatangan formasi 281, Vu Huu San kapten kapal Vietsel No. 4  punya gambaran berbeda dalam siaran Radio Vietsel. Dengan mengatakan: "Setelah setengah jam bertempur, kedua kapal perang itu tenggelam dan lari. Seperti yang diharapkan, kami melihat gelombang bergelombang di luar sudut timur laut semakin besar dan besar. Ternyata empat kapal perang (Tiongkok) datang untuk mendukung "musuh". ".

Vu Huu San mengatakan bahwa armada Tiongkok mengirim empat kapal, sedangkan Ha Van Nagc mengatakan bahwa formasi 281 dilengkapi dengan rudal Styx, dan kedua orang tersebut memiliki penjelasan yang berbeda. Terlepas dari apakah itu dibesar-besarkan atau tidak, kekuatan dari armada formasi Tiongkok yang  membuatnya Kolonel Ha Van Ngac memimpin tiga kapal perangnya untuk pergi.

Karena Ha van Ngac melihat bala bantuan Tiongkok memiliki peralatan seperti itu, dia memerintahkan ketiga kapal Vietnam Selatan untuk segera dievakuasi. Tidak hanya itu, Ha Van Ngac juga menghabiskan banyak pemikiran untuk desain rute pelarian.

Pada sketsa peta pertempuran laut yang ditampilkan dalam memoar He Wene, kita bisa melihat bahwa Ha Van Ngac pertama kali memilih kabur ke arah tenggara, yaitu berputar ke arah Filipina, lalu kabur ke arah Barat Daya Vietnam.

Sumber: rvnhs.wordpress.com
Sumber: rvnhs.wordpress.com
Jadi mengapa Ha Van Ngac tidak memilih untuk lari ke barat? Dia menjelaskan di halaman berikutnya. Tujuan saya pergi ke tenggara adalah untuk menghindari penyergapan oleh kapal selam kelas Romeo dan Whiskey Tiongkok di rute perjalnana ke Da Nang. 

Begitu keluar dari laut lepas, jika diserang oleh "pesawat musuh" atau kapal selam. Sesuai dengan semangat Konvensi Penyelamatan Maritim Internasional, sekutu Amerika mungkin akan lebih mudah menyelamatkan kita, maka dipilihlah rute ini untuk mundur. Pertama, Dia takut disergap oleh armada Tiongkok. Kedua, dia masih mengharapkan untuk bisa dibantu oleh AS.

Sekarang kita tahu bahwa ketika Ha Van Ngac mundur, AS tidak membantu sekutu mereka. Dia kemudian berkata bahwa jika kita tidak diserang maka akan  ke Teluk Subic Filipina untuk perbaikan, hal itu juga akan dapat diterima bagi pimpinan ketika pulang kembali.

Dengan perhitungan yang demikian, Ha Van Ngac memimpin tiga kapal Vietsel, hanya menyisakan untuk ditinggalkan satu kapal No. 10 "Ngat Tao" jauh dibelakang.

Padahal kenyataannya, banyak orang tidak tahu bahwa ketika Ha Van Ngac sedang mengevakuasi kapal-kapal itu, yang pertama kali dia lakukan adalah berdoa kepada Tuhan dan menyembah Buddha. Dia berdoa kepada dewa AL-Vietsel, dia masih berdoa, "Tolong berilah aku hujan. Agar tidak disalahkan jika dia melarikan diri, dan kapal perang Tiongkok tidak mengejar mereka, meminta hujan."

Setelah perang Ha Van Ngac mengatakan dalam memoarnya bahwa dia berdoa agar hujan karena dia khawatir AU Tiongkok akan datang untuk bala bantuan, berharap bahwa hujan akan mengurangi jarak pandang untuk mencegah serangan udara.

Saat itu, AU Tiongkok memang mengirimkan empat pesawat ke Kepulauan Xisha/Paracel untuk mendukung. Sayangnya, karena kehabisan bahan bakar, mereka berpatroli di atas Laut Xisha dan kembali dalam beberapa menit, namun beberapa menit yang singkat ini juga membuat para perwira dan tentara Vietnam Selatan sangat ketakutan.

Karena saat itu sebuah bom meledak di dekat pusat komando dimana Ha Van Ngac berada, jalur komunikasi diledakkan dan hubungan dengan AU Vietnam Selatan juga terputus. Dengan putus asa, dia memutuskan untuk melarikan diri.

Ha Van Ngac, yang melarikan diri, khawatir AU yang mendukung formasi armada maritim Tiongkok akan kembali melakukan serangan udara, tetapi dia tidak menyangka bahwa justru formasi armada 281 Tiongkok yang memainkan peran yang menentukan dalam pertempuran laut Xisha yang membuat mereka benar-benar ketakutan. Yang membuat orang bertanya-tanya mengapa pasukan penentu ini akan berperang. Mengapa mereka tiba dengan terburu-buru setelah lebih dari satu jam perang sudah mulai pecah?

Pukul 8:40 pagi tanggal 19 Januari1974, jam 8:40 pagi pertempuran Laut Xisha, satu setengah jam sebelum pertempuran terjadi, pemimpin regu kapal 281 di Pulau Yongxing menyalakan radio untuk memeriksa, dan tiba-tiba mendengar bahwa Armada Laut Tiongkok Selatan sedang melakukan panggilan darurat. Mereka harus cepat pergi ke perairan pulau Shanhu, itu instruksi dari pos komando maritim.

Tilpon datang dari Markas Besar Armada Laut Tiongkok Selatan Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok di Zhanjiang, Guangdong. Di sebuah ruangan di sisi timur lantai tiga lantai Gedung Markas No. 1, operator mulai memanggil formasi 281 yang berlabuh di Pulau Yongxing pada pukul 2 pagi. Panggilan telah berlangsung hampir 6 jam. Panggilan dari sisi timur lantai tiga masih berlangsung. Tapi Pulau Yongxing masih sepi tidak ada jawaban. Apa karena formasi 281 terlalu jauh dari teater?

Medan pertempuran antara Pulau Yongxing dan perairan Xisha hanya berjarak 40 mil laut dan jaraknya sekitar 74 kilometer, yang berjarak sekitar dua atau tiga jam perjalanan. Formasi 281, yang tiba di Pulau Yongxing pada tanggal 18 Januari 1974, memang telah disiapkan untuk berperang. Tinggal menunggu perintah untuk pergi ke medan perang. Tapi mengapa formasi 281, yang sudah dalam status siap tempur, belum menerima sinyalnya?

Pasalnya di sini, stasiun radio, sesuai dengan kebiasaan AL Tiongkok saat itu, selama kapal merapat ke darat maka dengan radio komunikasi kapal dimatikan, dan diambil alih oleh radio dermaga. Mengapa itu melakukan?

Masalahnya terletak pada bahan bakarnya, radio mengkonsumsi banyak bahan bakar pada saat dinyalakan, dan bahan bakar sangat berharga pada saat itu, sehingga pada saat docking radio kapal ditutup, dengan sendirinya komunikasi dan instruksi tidak akan keterima.

Barulah pada pukul 08.40 tanggal 19 Januari 1974, pemimpin regu kapal 281 membuka radio untuk mengecek dan mendeteksi ternayata telegram telah diterima selama 6 jam. Setelah menerima kabar tersebut, formasi 281 melaksanakan tugas dengan kecepatan penuh ke Pulau Yongxing, pukul 11:29 pagi. Armada kapal 281 kapal pemburu kapal selam No. 281,dan No. 282 tiba di medan perang pukul 11.49 tanggal 19 Januari 1974, posko maritim tempat Wei Mingsen berada segera memberi info posisi kapal Vietsel No.10, dan mengeluarkan instruksi kepada formasi 281 untuk menembak kapal Vietsel No. 10.

Begitu Formasi kapal No. 281 dan No. 282 tiba langsung menyesuaikan arah dengan kecepatan tinggi menuju sasaran hingga dekat untuk mengakhiri Kapal Vietsel No. 10 dengan tembakan.

Pada pukul 12:12, dua kapal Tiongkok No. 281 dan 282 tiba di sisi kanan dan belakang kapal Vietsel No. 10, setelah berjarak 550 meter dari kapal No. 10, mulai memuntahkan tembakan pertama mereka dengan kecepatan kapal 20 knot dengan empat unit meriam kaliber 57 mm ke lambung dan anjungan di atas kapal No.10 hingga terbakar dengan kobaran api besar.

Serangan tembakan kedua dengan kecepatan 15 knot dalam jarak 300 meter dari kapal No. 10 mengenai ruang mesin dan terbakar kapal kehilangan tenaga sama sekali.

Formasi 281 dan 282  segera berbalik arah pada jarak 200 meter dari belakang sisi kanan kapal Vietsel No. 10 sekali lagi memuntahkan serangan dengan tembakkan mengarah pada dibawah garis freeboard kapal No.10.

Dalam waktu kurang dari 18 menit, dua kapal pemburu kapal selam Tiongkok No.281 dan 282 melancarkan tiga kali serangan ke kapal Vietsel No. 10 dengan sebanyak lebih dari 1.700 peluru ditembakkan. Terakhir, depo amunisi kapal Vietsel No. 10 tertembak dan meledak terus menerus. Akhirnya kapal Vietsel No.10 "Ngat Tao" ini tidak bisa lagi terus berlayar dan mulai tenggelam.

Pada sore hari tanggal 19 Januari 1974, pada sore pukul 14: 52 menit, kapal Vietsel No. 10 "Ngat Tao" tenggelam seluruhnya di bawah air, dan lokasi tenggelamnya berada di perairan selatan Karang Atol Lingyang (Antelope Reef).

Pasca Pertempuran

Satu jam setelah pertempuran laut Xisha, ada sebuah telegram yang menarik yang dikirim ke Ruang Perang Staf Umum di Beijing. Dengan berita: Satu kapal perang Vietnam Selatan tenggelam, dan kapal lainnya rusak dan melarikan diri. Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memenangkan pertempuran laut.

Bagaimana reaksi Ye Jianying dan Deng Xiaoping, yang berada di Komisi Militer Pusat yang memimpin pertempuran laut Xisha, ketika mereka mengetahui kemenangan itu?

Cerita yang beredar luas adalah bahwa Ye Jianying sangat bersemangat setelah mendengar berita kemenangan dari garis depan. Dia berulang kali mengatakan bahwa pukulan bagus, pukulan bagus, tetapi Deng Xiaoping yang duduk di samping tampak sangat tenang. Dia memadamkan rokok di tangannya. Seraya mengatakan sudah waktu kita makan malam.

Setelah Ye Jianying menginstruksikan Departemen Perang untuk mengatur situasi pertempuran menjadi suatu laporan dan menandatanganinya, kemudian mengatarkan kepada Mao Zedong untuk dilaporkan, kemudian dia dan Deng Xiaoping dan yang lainnya keluar dari Departemen Perang dan berjalan menuju restoran.

Dan dalam buku "Ye Jianying in the Extraordinary Period", pengamat mengetahui bahwa setelah mengetahui berita kemenangan di garis depan, selain kegembiraan, situasi di ruang perang masih sangat tegang.

Ye Jianying, Deng Xiaoping tetap tinggal di ruang komando perang pada sore dan malam hari dan tidak mempedulikan dengan makan hanya mengganjal perut dengan beberapa snack untuk mengisi rasa laparnya, karena Ye Jianying khawatir sesuatu yang baru akan muncul terjadi di perairan Xisha. Ye Jianying, dan Xiaoping sedang mempertimbangkan sesuatu setelah memperlajari situasi, diputuskan untuk mengejar kemenangan dan memperluas hasilnya. Setelah mendapat persetujuan Mao Zedong, Ye Jianying, Deng Xiaoping dan lainnya mengeluarkan perintah ke Daerah Militer Guangzhou untuk merebut kembali tiga pulau Ganquan, Shanhu dan Jinyin yang diduduki Vietsel.

Merebut Kembali Tiga Pulau

Sumber: sohu.com
Sumber: sohu.com
Pada jam 4:30 pagi tanggal 20 Januari 1974, PLA melancarkan pertempuran pendaratan untuk merebut kembali tiga pulau sesuai dengan rencana semula. Tentara Vietsel yang kehilangan dukungan AL di pulau tersebut sebenarnya telah menjadi tidak berdaya.

Pada menit 9:35, tentara AD (PLA) dan milisi Tiongkok secara terpisah dianggkut oleh kapal AL dan kapal penangkap ikan. Dengan dukungan AL dan AU, mereka menyerang Kepulauan Xisha yang diduduki Vietnam Selatan, merebut kembali Pulau Jinyin, Pulau Ganquan, dan Pulau Shanhu yang diduduki oleh Vietnam Selatan selama 18 tahun semua berhasil direbut kembali oleh Tiongkok.

Tentara PLA berhasil merebut kembali ketiga pulau tersebut hanya dalam empat jam sejak dimulainya operasi pendaratan, tetapi berapa lama waktu pertempuran yang sebenarnya? Hanya 10 menit.

Setelah Tentara PLA  mendarat di Pulau Ganquan, para perwira dan prajurit Vietnam Selatan di Pulau Ganquan berbondong-bondong menyerah. Kemudian para perwira dan prajurit Vietnam Selatan di Pulau Shanhu pada awalnya masih melakukan perlawanan. Setelah Tentara PLA  menduduki pantai, mereka benar-benar menyerah dan mengangkat tangan takluk.

Tentara Vietnam Selatan di Pulau Jinyin melarikan diri setelah melihat bahwa dua pulau lainnya telah dikuasai dan direbut oleh PLA. Di Pulau Ganquan, Pulau Shanhu dan Pulau Jinyin , tentara Tiongkok menangkap Mayor Angkatan Darat Vietnam Selatan Fan Wenhong dan 48 perwira dan tentara serta seorang penasehat militer AS -- Gerald Emil Kosh selama operasi perebutan kembali tiga pulau.

Dan setelah itu, perang perebutan kembali tiga pulau di Kepulaun Xisha Paracel dapat dikatakan telah tercapai kemenangan total bagi Tiongkok.

Sejauh itu, Kepulauan Paracel telah pulih sepenuhnya, dan Serangan Balik Bela Diri Paracel telah mencapai kemenangan total.

Menghadapi situasi itu, Presiden Vietsel Nguyen Van Thieu pada saat itu tidak bisa menerima, dan membuat langkah baru untuk menyelamatkan muka.

Sumber: en.wikipedia.org
Sumber: en.wikipedia.org
Pada sore hari tanggal 20 Januari, mereka segera memberangkatkan kapal besar lain RVN Nha Trang (HQ-505) yang ditinggalkan oleh AS untuk membawa satu batalion pasukan untuk mendukung Pulau Shanhu. Armada Laut Tiongkok Selatan dan Angkatan Udara Wilayah Militer Guangzhou telah mengesampingkan kapal perang dan pesawat tempur untuk menyerang. 

Vietnam Selatan Setelah pertempuran laut pada tanggal 19 Januari 1974, pihak berwenang Vietsel takut bahwa bala bantuan RVN Nha Trang (HQ-505) tidak akan kembali, jadi mereka harus memerintahkan kapal kembali lagi saat sudah berada di perairan yang hanya berjarak lebih dari 40 mil laut dari Kepulauan Xisha Yongle.

Nguyen Van Thiau terjerat kebuntuhan untuk menambah pasukan untuk sementara waktu, tetapi dia masih belum hisa menerima kekalahan. Dia mengirim enam kapal perang dari Da Nang ke Kepulauan Paracel. Pada saat yang sama, dia mengirim dua kapal perusak untuk memperkuat Da Nang, dan dia menuntut angkatan darat dan laut Vietsel di daerah itu. Semua angkatan udara ikut serta dalam perang tersebut, dan akhirnya Nguyen Van Thiau menggunakan tipu muslihat untuk meminta bantuan Armada Ketujuh AS.

Sementara Nguyen Van Thiu masih terus mempertimbangkan keputusannya, Komisi Militer Pusat Tiongkok telah mengatur untuk menanggapi sejak 19 Januari 1974.

Sebelum pecahnya Perang Laut Xisha, Zhang Yuanpei, yang saat itu menjadi komandan Armada Laut Tiongkok Selatan, menulis laporan kepada Komite Sentral dan Angkatan Laut Tiongkok meminta bala bantuan dari Armada Laut Tiongkok Laut Timur.

Pada 19 Januari 1974, Komisi Militer Pusat Tiongkok menyetujui permintaan Zhang Yuanpei untuk segera mentransfer tiga fregat berpeluru kendali Armada Laut Tiongkok Timur Armada "Kapal No. 505 Kunming Kapal" ; "Kapal No. 506 Chengdu"; "Kapal No. 508 Hengyang" ke selatan untuk bala bantuan. Ketiga kapal itu dari kelas Chengdu. Fregat tipe 6601, panjang 91,5 meter, lebar 10,1 meter, draft 3,12 meter, bobot muat  penuh 1.460 ton, dan kecepatan 28 knot. Kapal ini dilengkapi dengan peluncur rudal anti-kapal hulu ganda, tiga senjata AL tabung tunggal 100 mm, dan dua Meriam AL 37 mm berlaras ganda.

Dalam istilah awam, tiga fregat kelas Chengdu tidak hanya sebanding dalam tonase dan kecepatannya dengan kapal Vietsel No. 4 dan No. 5, tetapi juga memiliki keunggulan tertentu dalam kekuatan artileri, dengan bala bantuan ini akan bisa seimbang.

Tapi bagaimana mengirim tiga kapal perang Armada Laut Tiongkok Timur ke selatan? Pemilihan rute sulit bagi semua orang di kantor pusat komando Beijing.

Bagaimana rute yang harus dilalui? Ye Jianying dan Deng Xiaoping telah menganalisis situasinya dan memiliki spektrum di hati mereka, tetapi keputusan terakhir masih belum pasti.

Sumber: Ilustrasi dari Britannica
Sumber: Ilustrasi dari Britannica
Deng Xiaoping mengambil laporan tersebut dan bergegas ke kediaman Mao Zedong di Zhongnanhai. Dia ingin meminta instruksi dari Mao Zedong. Sebelum pergi ke sana, Ye Jianying dan Deng Xiaoping telah menganalisis situasi pertempuran dalam semalam. Kali ini mereka tidak dapat mengikuti jalur awal, tetapi rute baru belum pernah dilakukan. Rute lama lalu apa?

Dahulu, setiap kali dari Laut Tiongkok Timur hingga Laut Tiongkok Selatan, memutari Kepulauan Ryukyu melewati Samudera Pasifik dan kemudian melewati Selat Bashi, kemudia dari Kepulauan Ryukyu baru berlayar dari Laut Tiongkok Timur ke Laut Tiongkok Selatan baik untuk pasokan militer atau pengantian pertahanan, memutari Pulau Taiwan.

Tapi kali ini situasi Kepuluan Xisha sedang mendesak. Jika harus melewati Selat Bashi lagi, perjalanan akan lama, memakan waktu, saat itu sedang berangin dan ombak besar, sedang setiap menit penundaan di medan perang akan menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan.

Melewati Selat Taiwan dari Laut Tiongkok Timur tidak diragukan lagi adalah cara yang paling efektif. Tetapi setelah pertempuran laut "6 Agustus" tahun 1965 dan Perang Laut Tiongkok Timur dengan Taiwan, hubungan dengan Taiwan sangat tegang. Bisakah kapal Tiongkok berlayar melalui Selat Taiwan?

Setelah membaca laporan yang disampaikan oleh Deng Xiaoping, Mao Zedong merenung sejenak, lalu melambaikan tangannya dan mengucapkan tiga kata "Berlayar saja langsung"

Mao Zedong memberikan instruksi beralyar saja langsung. Setelah mendapat instruksi tersebut, Penasihat Umum langsung memerintahkan Armada Laut Tiongkok Timur untuk melewati Selat Taiwan. Namun, semua masih belum tahu apakah bisa melewati Selat Taiwan dengan lancar. Bagaimana sikap otoritas Taiwan, pihak lain yang terlibat dalam insiden tersebut? Tidak ada yang tahu. Sebelum menceritakan misi ini bagaimana dilaksanakan, marilah kita melihat geofrafis dari Selat Taiwan.

Mari kita pahami konsep geografisnya. Selat Taiwan mengacu pada jalur air sempit yang membentang dari timur laut ke barat daya antara Taiwan dan Fujian. Panjang totalnya sekitar 370 kilometer. Sempit di utara, lebar di selatan, 200 kilometer di utara dan 200 kilometer di selatan. 410 kilometer, bagian yang tersempit selat 130 kilometer.

Bagaimana situasi saat itu untuk melewati Selat Taiwan?

Stasiun radio kantor komunikasi terus berdering, dan kertas telegram terus keluar berlembar-lembar dari mesin telegram, kemudian kata sandi di terjemahkan. Pada 21 Januari 1974, justru telegram terbanyak sejak Pertempuran Xisha, telegram ini semua dari stasiun pengamatan radar di sepanjang Selat Taiwan.

Pada 20 Januari, tiga kapal bala bantuan Armada Laut Tiongkok Timur telah berangkat dari pangkalan Zhoushan dan diperkirakan akan melewati Selat Taiwan secara rahasia pada malam tanggal 21 Januari 1974.

Menurut personel yang bertugas di Naval Intelligence Service, untuk memastikan kerahasiaan operasi yang efektif, ketika tiga kapal ketika melewati Selat Taiwan, lampu dipadamkan dan telegram hanya menerima tidak mengirim.

Lalu bagaimana mereka bisa memastikan jalannya ketiga kapal itu? Posisi stasiun pengamatan radar di sepanjang pantai perlu dilaporkan ke Markas Besar Armada Laut Tiongkok Selatan untuk komando darat. Semua posisi perjalanan ketiga kapal yang melalui selat tersebut dilaporkan ke Markas Armada. Semuanya berjalan secara intens dan tertib. Li Zhaoxin, yang bekerja pada penguraian dan analisis intelijen perang angkatan laut, pernah merangkum perasaannya saat itu dalam satu kalimat setelah perang. Dia tidak takut dengan kematian para prajurit tiga kapal di Perang Laut Kepulauan Xisha tapi justru khawatir mati di Selat Taiwan.

Saat itu semua persenjataan di tiga fregat berpeluru kendali sudah terisi dan dalam keadaan siap tempur, dan pasukan pantai juga sudah memasuki kondisi kesiapan tempur tingkat tinggi. Bisa dikatakan anak panah ada di busurnya. Dalam suasana mencekam itu, kalau betul-betul tentara Kuomintang (Taiwan) mengetahui misi ini dan bereaksi, maka peluru artileri Armada Laut Tiongkok Timur pasti akan memukul mereka dulu.

Tiga kapal bala bantuan Armada Laut Tiongkok Timur melaju di bawah komando darat dan berlayar dengan tenang dengan kecepatan 18 mil laut ke laut timur Matsu. Pukul 09.27 malam, tiga kapal bala bantuan Armada Laut Tiongkok Timur melewati perairan beberapa kilometer di sebelah timur Pulau Dongyin. Saat ini, Pulau Dongyin begitu sepi sehingga para penjaga di pulau itu tidak menyadarinya. Kemudian ketiga kapal Armada Laut Tingkok Timur itu bergerak ke luar Kepulauan Matsu 26 kilometer ke timur, diam-diam memasuki alur Selat Taiwan. Pada pukul 03.35 malam itu, Armada Laut Tiongkok Timur melewati Selat Taiwan dengan mulus melewati perairan timur Kinmen.

Menurut Li Zhaoxin, seorang penerjemah kata sandi telegram yang ikut serta dalam operasi pada saat itu, setelah melihat tiga kapal bala bantuan di Laut Tongkok Timur berhasil melewati Selat Taiwan, Zhang Yuanpei, komandan Armada Laut Tiongkok Selatan, berkata dengan gembira bahwa "Panglima Tua Ketua Mao ternyata masih mencerahkan dan hebat."

Dalam pandangan Zhang Yuanpei, dengan dukungan Armada Laut Tiongkok Timur, niscaya Tiongkok akan memenangkan pertempuran laut Xisha. Pada saat itu, angkatan darat, laut, dan udara Tiongkok telah memasuki keadaan siaga perang, siap untuk menanggapi provokasi Vietnam Selatan. Nguyen Van Thieu, yang pernah berteriak-teriak sebelumnya, tahu bahwa dia hanya akan mengalami kekalahan yang lebih menyedihkan, sehingga dia harus mengambil keputusan untuk menghindari pertempuran dengan Tiongkok pada langkah berikutnya.

Namun, Nguyen Van Thieu masih merupakan orang yang ingin menyelamatkan muka. Setelah pertempuran laut Xisha, untuk mencoba menyembunyikan kegagalan mereka dan kerusakan dan korban AL Tiongkok, mereka membuat laporan publisitas yang sangat dibesar-besarkan.

Pasca Perang 

Setelah pertempuran laut usai,  Kapal No. 389 kapal penyapu ranjau Armada Laut Tiongkok Selatan No. 389 rusak dan terdampar, serta ditarik kembali ke pangkalan setelah perang. Dari segi personel, total 18 perwira dan prajurit Angkatan Laut Tiongkok tewas secara heroik, termasuk 15 tentara dari 389 kapal divisi tersebut. Perwira tertinggi yang tewas dari Angkatan Laut Tiongkok adalah Zhou Xitong, komisaris politik kapal No.274, dan wakil kapten Feng Songbai.

Selain pemberitaan dari Vietsel yang dibesar-besarkan, beberapa media asing bahkan memberitakan bahwa formasi 281 tersebut menembak dan membunuh tentara kapal Vietsel No.10. Dalam hal ini, Jenderal Wei Mingsen, yang merupakan panglima tertinggi formasi maritim pada saat itu, membantahnya dalam sebuah wawancara. Wei Mingsen menegaskan tekanan pencegahan dan pengendalian saat itu begitu besar sehingga tim harus segera kembali, kecuali atas instruksi dari atasan.

Pada tanggal 19 Januari, lebih dari satu jam setelah tenggelamnya kapal Vietsel No. 10, berita menyebar ke Ruang Perang Staf Umum Beijing. Setelah berkonsultasi dengan Deng Xiaoping dan lainnya, Ye Jianying segera mengeluarkan perintah agar kapal perang Tiongkok segera dievakuasi untuk mencegah kapal musuh melakukan pembalasan. Jika terjadi situasi mendesak memang terjadi penyerangan balasan, tentara Tiongkok harus langsung fokus menyerang musuh. Saat itu, formasi maritim Tiongkok diminta untuk segera dievakuasi. Salah satu alasannya adalah tidak banyak senjata dan amunisi yang tersisa, dan hal lainnya adalah dikhawatirkan armada Vietnam Selatan akan kembali untuk membalas.

Oleh karena itu formasi laut Tiongkok tidak memiliki waktu dan kondisi untuk membunuh para tawanan.

Pada 27 Februari 1974, pemerintah Tiongkok membebaskan semua 48 perwira dan tentara Vietnam Selatan termasuk Fan Wenhong (Phan Quoc) yang ditangkap selama pertempuran Xisha dari Guangzhou dan dipulangkan.

Sumber: freewechat.com
Sumber: freewechat.com
Mereka yang ditawan oleh Tiongkok, termasuk seorang pengamat Amerika, dibebaskan ke Palang Merah di Hong Kong, dan juga menerima sambutan sebagai pahlawan sekembalinya mereka oleh Vietnam Selatan.

Sumber: rvnhs.wordpress.com
Sumber: rvnhs.wordpress.com
Sejauh pertempuran laut Xisha menurut pengamat militer telah dimenangkan Tiongkok, tetapi ada hal lain yang sangat aneh. Setelah kekalahan Vietnam Selatan pada 19 Januari 1974, Nguyen Van Thieu mengirimkan kapal tambahan untuk menyelamatkan muka sambil meminta bantuan Armada Ketujuh AS. Pertempuran itu cukup sengit, tetapi bagaimana reaksi AS? AS diam saja.

Apa yang Vietsel mungkin tidak mengerti adalah mengapa AS membiarkan Vietsel sendirian pada saat kritis? Dalam analisis terakhir, Vietsel menilai situasi di Tiongkok pada saat itu, menilai situasi Tiongkok dan situasi serta kekuatannya sendiri saja pada saat itu, tetapi tidak melihat situasi internasional dengan jelas.

Setelah Nixon masuk Gedung Putih sebagai presiden AS pada Januari 1969, dia mencoba menyesuaikan kebijakan AS di Asia dan meningkatkan hubungan Tiongkok-AS. Nixon menyadari bahwa perlu membangun hubungan Tiongkok-AS yang berjangka panjang, strategis, dan langgeng.

Pada 21 Februari 1972, Presiden AS Nixon tiba di Beijing untuk kunjungan tujuh hari di Tiongkok, di mana Mao Zedong dan Zhou Enlai bertemu dengan Nixon dan rombongannya.

Pada 28 Februari 1972, Tiongkok dan Amerika Serikat mengeluarkan "Komunike Bersama Tiongkok-AS" untuk memandu hubungan antara kedua negara.

Oleh karena itu, dapat dibayangkan bahwa jika Armada Ketujuh AS membantu Vietnam Selatan, itu tidak hanya akan bertentangan dengan niat Nixon untuk mengunjungi Tiongkok, tetapi dengan melakukan hal itu, Amerika Serikat telah menginjak kakinya sendiri.

Amerika Serikat tidak pernah menyatakan posisinya atas kepemilikan pulau dan terumbu karang LTS hingga saat ini.

Selama Perang Laut Xisha tahun 1974, Tiongkok berjuang mati-matian menjaga kedaulatan teritorialnya. Ketika laut yang jauh dari daratan berubah menjadi situasi yang tidak menguntungkan, para perwira dan prajurit angkatan laut Tiongkok menggunakan taktik dan bertempur dengan gagah berani dan akhirnya mengalahkan musuh yang alutsistanya lebih canggih dan kuat, serta memulihkan Kepulauan Xisha dalam kedaulatannya. Ini adalah pertama kalinya Angkatan Laut Tiongkok meraih kemenangan dalam perang maritim melawan kekuatan asing.

Sumber: kknews.cc
Sumber: kknews.cc
Dalam pertempuran laut ini, 18 perwira dan tentara Tiongkok tewas secara heroik, yaitu Feng Songbai, Zhou Xitong, Zeng Ruiyang, Wang Chengfang, Jiang Guangyou, Wang Zaixiong, Lin Hanchao, Wen Jinyun, Huang Youchun, Li Kaiyou, Guo Shunfu, Guo Yudong, dan Yang. Songlin, Luo Huasheng, Zhou Youfang, Zeng Minggui, He Dejin, dan Shizao. Mereka gugur sebagai pahlawan bagi negara dan rakyat Tiongkok.

Dari pihak Vietsel lebih dari 100 orang Vietnam Selatan terbunuh atau terluka, dan 48 tentara Vietnam Selatan dan seorang petugas penghubung Amerika ditangkap, dibandingkan dengan 18 orang Tiongkok tewas dan 67 luka-luka.

Posisi Kepulauan Xisha di LTS Sekarang

Sumber: amti.csis.org
Sumber: amti.csis.org
Habis.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

battle-of-the-paracel-islands-16-january-1974/

Battle-of-the-Paracel-Islands

rvnhs.wordpress

Andrewerickson

NY Times

vnanet

mffww

Britannica

Sohu

Haijiangzxl

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun